Kamis, 2 Mei, 2024

Pemberantasan Korupsi dan Kepemimpinan Firli Bahuri

MONITOR, Jakarta – Polemik mengenai pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang tidak lolos Test Wawasan Kebangsaan (TWK) terus bergulir sedemikian rupa seiring dengan berbagai aksi penolakan berbagai kelompok, sementara disisi lain ketua KPK Irjen Firli Bahuri tetap tenang seraya menegaskan bahwa agenda pemberantasan korupsi tetap berjalan.

Ditengah situasi Pandemi Covid-19 yang semakin mengkhawatirkan, gerakan protes terhadap tidaklolosnya TWK KPK sendiri begitu massif terjadi dilakukan khususnya oleh kelompok sipil LSM dan bahkan beberapa akademisi hingga Presiden Jokowi turun tangan meminta kegaduhan tersebut diselesaikan dengan menawarkan upaya mengakomodir pegawai KPK yang tidak lolos TWK.

Namun, Gerakan dan manuver penolakan terhadap keputusan yang berlandaskan UU nomor 19 tahun 2019 tersebut terus bergulir kencang termasuk yang terbaru dari kelompok LSM Green Peace yang menembakan laser berupa kata-kata satir ke Gedung KPK.

Ketua KPK Firli Bahuri sendiri sebenarnya sudah angkat bicara soal nasib 75 pegawai di lembaganya yang dinyatakan tidak memenuhi syarat dalam tes wawasan kebangsaan (TWK).

- Advertisement -

“Saya ingin sampaikan, kemarin saya jelaskan kepada seluruh pegawai yang hadir di pertemuan kami. Pimpinan KPK sudah memperjuangkan kawan-kawan kami,” kata Firli di Gedung KPK, Jakarta, Selasa (1/6/2021).

Bersama pimpinan yang lain Firli menegaskan ingin terus bekerja menyelesaikan proses alih status pegawai KPK. “Hari ini kami selesaikan sebanyak 1.271 pegawai. Bagaimana yang 75 pegawai? Tentu menjadi PR kami bersama,” ucap Firli. Berdasarkan hasil rapat koordinasi (rakor) pada Selasa (25/5) lalu, dari 75 pegawai KPK yang tak lolos TWK, sebanyak 24 orang masih dimungkinkan untuk dibina sebelum diangkat menjadi aparatur sipil negara (ASN). Sementara itu untuk 51 pegawai lainnya tidak dimungkinkan untuk dilakukan pembinaan dan tidak dapat bergabung kembali ke KPK.

Ketua Setara Institute Hendardi mengatakan polemik mengenai TWK KPK sangat tidak produktif untuk itu ia meminta masyarakat utamanya kelompok tertentu berhenti membangun opini, kalau ada yang merasa dirugikan, disarankan menempuh jalur hukum.

“Sudah waktunya polemik dan manuver politik pihak yang tidak lulus TWK ini dihentikan karena tidak produktif dan tersedia mekanisme hukum PTUN untuk memperjuangkan aspirasi mereka,” ujarnya, Jumat (11/6/2021).

Sementara itu, Pakar Komunikasi Politik Emrus Sihombing memuji sosok dan kepemimpinan Ketua KPK Firli Bahuri dalam menghadapi berbagai kritikan bahkan cemoohan terkait berbagai polemic yang ada. Emrus melihat Firli sebagai sosok pemimpin bijak, smart, tenang, profesional, akademis.

“Betul-betul tegak lurus dengan konstitusi, taat hukum dan aturan lainya, serta memiliki wawasan kebangsaan yang mumpuni,” kata Emrus dalam keterangan tertulisnya, Jum’at (25/6/2021).

Menurut Emrus, di bawah kepemimpinan kolektif kolegial yang “dinakodai” Firli Bahuri, pemberantasan korupsi dengan pencegahan dan penindakan akan terus bergelora di negeri kita. Kelak Indonesia bersih dari korupsi sebagai mimpi kita bersama.

“Dengan kepemimpinan yang sudah dilakukan dengan bagus serta kolektif kolegial yang solid dari lima komisioner periode yang sekarang, dan dengan selesainya alih status pegawai KPK menjadi ASN, sangat wajar muncul optimisme bahwa KPK akan berpijak pada hukum positif dan penuh ketelitian, kehati-hatian, serta yang tak kalah utamanya lebih bijak dalam melaksanakan tugasnya, termasuk ketika menetapkan seseorang menjadi tersangka dugaan tindak pidana korupsi,” terang Emrus.

Sebelumnya, Pengamat politik Boni Hargens menyatakan bahwa tidak penting lagi melanjutkan polemik mengenai TWK, padahal sudah jelas bahwa penilaian dilakukan oleh asesor yang kompeten di bidangnya. Selain itu, penilaian tes dilakukan oleh lembaga lintas sektor yang melibatkan banyak instansi negara yang relevan.

“Polemik harus dihentikan agar pekerja KPK lain yang sudah resmi diangkat jadi pegawai negeri bisa fokus bekerja untuk membantu pemerintah dalam memberantas korupsi, kolusi, dan nepotisme di Indonesia,” katanya.

Dikhawatirkan, jika ada polemik berkepanjangan maka akan berpengaruh pada kondisi psikologis mereka dan mempengaruhi mood dalam bekerja. Sehingga akan ada aura negatif di KPK dan tentu akan merugikan semuanya.

- Advertisement -

BERITA TERKAIT

TERPOPULER