MONITOR, Jakarta – Guru Besar Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan IPB University, Prof Rokhmin Dahuri menilai kebijakan pembangunan di Indonesia saat ini belum berjalan secara berkesinambungan hampir di semua sektor termasuk pembangunan sektor kelautan.
Menurut Mantan Menteri Kelautan dan Perikanan tersebut seharusnya kebijakan pembangunan harus dibuat secara berkesinambungan dan berjenjang. Ada pembangunan jangka pendek, jangka menengah hingga jangka panjang.
“Setiap ganti pemerintahan ganti juga kebijakannya. Di sisi lain, tak sedikit sumber daya manusia yang ditempatkan pada satu bidang strategis untuk menjalankan suatu kebijakan justru tidak sesuai dengan kapasitas atau keahliannya,” ujarnya saat menjadi narasumber Sekolah Kepemimpinan Politik Bangsa (SKPB) Angkatan X Akbar Tandjung Institute (ATI) bertajuk “Arah Politik Sumber Daya Kelautan“ yang digelar secara daring, Rabu (30/6/2021).
“Kayak tarian poco-poco, maju-mundur, maju-mundur, karena kebijakan pembangunan yang tidak berkesinambungan,” jelas duta besar kehormatan Jeju Island Korea Selatan itu.
Sementara itu menyinggung soal visi Indonesia sebagai Poros Maritim Dunia pemerintah Jokowi, Prof Rokhmin menyatakan bahwa dasar poros maritim dunia sudah jelas dengan lima pilar utama antara lain membangun kembali budaya maritim Indonesia, memberi prioritas pada pembangunan infrastruktur dan konektivitas maritim dengan membangun tol laut, deep seaport, logistik, industri perkapalan, dan pariwisata maritim, serta menjaga sumber daya laut dan menciptakan kedaulatan pangan laut dengan menempatkan nelayan pada pilar utama.
Ketua Umum Masyarakat Akuakultur Indonesia ini memparkan, Indonesia sebagai negara kepulauan terbesar di dunia dengan 99.000 kilometer garis pantai (terpanjang kedua di dunia) dan 75% wilayahnya berupa laut, yang mangandung potensi ekonomi (SDA dan jasa lingkungan/jasling) sangat besar tapi belum dimanfaatkan secara optimal.
Sektor-sektor ekonomi kelautan seperti perikanan budidaya, perikanan tangkap, industri pengolahan hasil perikanan, industri bioteknologi kelautan, ESDM, dan pariwisata bahari sangat menguntungkan (profitable/lucrative) terang Dosen Kehormatan Mokpo National University itu mampu menyerap banyak tenaga kerja, menghasilkan multiplier effects yang luas sehingga ini yang menjadi dasar atau alasan Indonesia bisa menjadi poros maritim dunia.
“Posisi geoekonomi Indonesia juga sangat strategis karena berada di jantung global supply chain system, yang mana sekitar 45 persen barang yang diperdagangkan di dunia dengan nilai rata-rata US$ 15 triliun per tahun dikapalkan melalui laut Indonesia (ALKI). Posisi geopolitik Indonesia sangat vital, menjadi choke points antara Samudera Pasifik dan Samudra Hindia, dan diapit oleh Benua Asia dan Australia,” terangnya.
Total potensi ekonomi dari sebelas sektor kelautan Indonesia mencapai US$ 1,348 triliun per tahun atau 7 kali lipat APBN 2021 yang senilai Rp 2.750 triliun atau 1,2 PDB Nasional 2020. Adapun penyerapan lapangan kerja dari sektor kelautan sebanyak 45 juta orang atau 40% total angkatan kerja Indonesia.
Agar cita-cita Indonesia menjadi poros maritim dunia tercapai, Prof Rokhmin mengatakan perlu reorientasi paradigma pembangunan bangsa, dari berbasis daratan atau land-based development menjadi berbasis kelautan (marine-based development).
“Untuk menuju ke arah tersebut, Rokhmin berpandangan semua unit usaha sektor Ekonomi kelautan harus menerapkan skala ekonomi (economy of scale), integrated supply chain management system, inovasi teknologi mutakhir (Industry 4.0) pada setiap mata rantai suplai, dan sustainable development principles,” katanya.