MONITOR, Jakarta – Sebagai upaya menyosialisasikan kebijakan Merdeka Belajar, khususnya kepada orang tua agar lebih mengenal tentang kebijakan tersebut, Pusat Penguatan Karakter (Puspeka) bersama Dharma Wanita Persatuan (DWP) Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) menggelar Webinar bertajuk “Merdeka Belajar dalam Peta Jalan Pendidikan” pada Kamis (24/6). Peserta yang hadir pada webinar adalah para orang tua yang tergabung dalam Dharma Wanita Persatuan dari berbagai Kementerian dan Lembaga Pemerintah.
Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Mendikbudristek), Nadiem Anwar Makarim mengatakan sosialisasi dalam bentuk webinar seperti ini sangat membantu Kemendikbudristek dalam memberikan pemahaman mengenai kebijakan Merdeka Belajar. Menteri Nadiem mengakui, hingga saat ini masih banyak para orang tua dan guru yang belum memahami esensi dari Merdeka Belajar.
“Ada yang mengira kemerdekaan di sini berarti kebebasan untuk melakukan apapun. Bebas mau belajar atau tidak, bebas mau mengerjakan tugas atau tidak. Namun sebenarnya esensi Merdeka Belajar bukanlah itu,” disampaikan Mendikbudristek dalam sambutannya.
Kemerdekaan di sini, lanjut Menteri Nadiem, memberikan kebebasan kepada para siswa dan mahasiswa memilih untuk mempelajari hal-hal yang disukai dengan cara yang mereka sukai. “Kita sebagai orang tua tentu tidak bisa memaksakan anak kita yang menyukai seni untuk belajar secara mendalam tentang ilmu komputer. Menurut saya setiap anak pada dasarnya punya rasa ingin tahu, punya keinginan untuk belajar,” ujar Menteri Nadiem.
Menteri Nadiem menuturkan, kebijakan Merdeka Belajar ini dirancang berdasarkan keinginan untuk memprioritaskan kebutuhan anak sebagai pelajar agar nantinya para siswa bisa menjadi jawaban atas kebutuhan peradaban saat ini dan di masa depan. “Saya yakin, semua orang tua di sini menginginkan anak-anak kita menjadi pelajar yang cerdas, berprestasi dan juga masih menjaga nilai-nilai kesantunan,” ucap Nadiem.
Dalam hal ini, Merdeka Belajar sebagai falsafah dan tujuan pendidikan tetap menyeimbangkan capaian kompetensi dengan pembangunan karakter. “Kami seutuhnya menyadari bahwa dukungan dan partisipasi orang tua adalah kunci terciptanya Merdeka Belajar,” ungkap Menteri Nadiem.
Senada dengan Mendikbudristek, Ketua Umum DWP, Erni Tjahjo Kumolo dalam sambutannya mengatakan kebijakan Merdeka Belajar telah memberikan kemerdekaan kepada setiap satuan pendidikan untuk berinovasi dengan menyesuaikan kondisi proses belajar mengajar yang sedang berjalan.
“Baik dari sisi budaya, kearifan lokal, sosio ekonomi dan infrastruktur,” jelas istri Menteri Dalam Negeri, Tjahjo Kumolo.
Sehingga, lanjut Erni, kebijakan Merdeka Belajar wajib diketahui dan dipahami oleh seluruh masyarakat termasuk anggota Dharma Wanita Persatuan di seluruh Indonesia.
“Dengan berbagai rangkaian episode Merdeka Belajar, tentunya cita-cita dan harapan kebijakan Merdeka Belajar adalah mewujudkan tujuan nasional pendidikan yaitu meningkatkan kualitas sumber daya manusia dalam mewujudkan Indonesia maju,” kata Erni.
Pada kesempatan yang sama, Penasihat DWP Kemendikbudristek, Franka Makarim mengajak para anggota Dharma Wanita untuk turut berperan aktif dalam upaya pemerintah dan masyarakat memajukan pendidikan di Indonesia.
“Kita para Ibu harus menemukan dan menentukan peran untuk mendukung program-program Merdeka Belajar. Esensi dari Merdeka Belajar yakni memberikan kesempatan dan ruang yang seluas-luasnya bagi anak-anak untuk berpikir, belajar, berkarya yang dapat kita wujudkan mulai dari pendidikan di rumah,” ungkap istri Mendikbudristek.
Untuk itu, lanjut Franka, sebagai orang tua perlu mengubah pola pikir tentang pendidikan dan cara belajar. Baik cara belajar orang tua maupun cara belajar anak-anak.
“Di antara kita saat ini mungkin masih ada yang menerapkan cara-cara lama dalam mendidik anak, seperti menuntut mereka selalu setuju, dan menuruti semua kemauan kita. Anak-anak tidak diberi kesempatan untuk bertanya atau mengutarakan pendapat dan gagasannya. Kita tidak lagi bisa menerapkan pola semacam itu,” ujar Franka.
Kepada para orang tua, Franka mengatakan sebagai orang tua harus membantu menumbuhkan pola pikir kritis pada anak-anaknya yang menjadi kebutuhan sangat utama dan tidak bisa dikesampingkan. Hal tersebut dapat dimulai dari rumah dengan membudayakan komunikasi yang terbuka antara orang tua dan anak.
“Terbuka berarti memberikan kesempatan anak untuk berbicara, menumbuhkan kemauannya, mendengarkan pendapat dan menjawab pertanyaan-pertanyaan mereka,” imbuh Franka Makarim.
Oleh karena itu, Franka mengajak anggota DWP yang hadir pada webinar ini untuk serentak bergerak serta mendukung upaya mencapai cita-cita dan tujuan Merdeka belajar.
“Mari kita mulai dari menciptakan kemerdekaan di keluarga kita masing-masing,” pesan Franka.
Merdeka Belajar dalam Peta Jalan Pendidikan
Pada kesempatan yang sama, Direktur Jenderal Pendidikan Vokasi, Kemendikbudristek, Wikan Sakarinto sebagai narasumber menyampaikan target pendidikan ke depan melalui kebijakan Merdeka Belajar. Pada jenjang pendidikan dasar dan menengah, Wikan menyampaikan beberapa program yang akan dicapai diantaranya pengurangan kesenjanganan dalam Asesmen Kompetensi Minimum (AKM), Survei Karakter, dan Survei Lingkungan Belajar antara sekolah dan kinerja terbaik dan terendah, skor PISA, jumlah Sekolah Penggerak, dan Angka Partisipasi Kasar.
“15 tahun ke depan, Kemendikbudristek menargetkan Angka Partisipasi Kasar untuk prasekolah mencapai 85 persen, SD 100 persen, SMP 100 persen, dan SMA 100 persen. Sementara itu untuk sekolah penggerak kita targetkan akan ada 30.000 sekolah,” ujar Wikan.
Untuk guru dan tenaga kependidikan, lanjut Wikan, ada beberapa program yang menjadi target pemerintah di antaranya jumlah guru yang lulus program Pendidikan Profesi Guru (PPG) baru, jumlah Guru Penggerak, Kepala Sekolah yang diangkat dari latar belakang Guru Penggerak, Kepala Dinas Pendidikan Daerah dipilih berdasarkan persyaratan yang ditetapkan Kemendikbudristek, serta pengawas diangkat dari latar belakang Guru Penggerak.
“5 tahun ke depan, Kemendikbudristek menargetkan akan ada 100.000 guru penggerak, 200.000 PPG baru, 50.000 kepala sekolah yang berasal dari guru penggerak, 20 persen Kepala Dinas Pendidikan yang ditetapkan Kemendikbudristek, serta 50 persen pengawas diangkat dari Guru Penggerak,” tutur Wikan.
Sementara itu, untuk pendidikan vokasi dan perguruan tinggi, 5 tahun ke depan Kemendikbudristek akan menargetkan Angka Partisipasi Kasar Pendidikan Tinggi mencapai 37,6 persen. Lulusan yang mendapat pekerjaan yang layak, untuk SMK 80 persen, Pendidikan Tinggi Vokasi 80 persen, dan Pendidikan Tinggi 80 persen dengan rata-rata minimum penghasilan minimal Upah Minimum Regional (UMR) sampai dengan 1,5 kali UMR.
Di samping itu, pengajar yang memiliki pengalaman atau sertifikasi industri, untuk SMK ditargetkan 75 persen, Pendidikan Tinggi Vokasi ditargetkan 75 persen, dan Pendidikan Tinggi ditargetkan 50 persen. Sementara itu, lulusan D4 dan S1 yang menghabiskan satu semester di luar kampus ditargetkan ada 50 persen.
Pada bidang tata kelola, lanjut Wikan, Kemendikbudristek akan fokus pada beberapa program diantaranya belanja sekolah yang dilakukan secara non tunai di daerah non 3T, anggaran pendidikan yang ditransfer langsung ke sekolah, serta kontribusi sektor swasta untuk sektor pendidikan dalam persentasi PDB.
“10 tahun ke depan, Kemendikbudristek akan menargetkan 100 persen sekolah di daerah non 3T sudah melaksanakan belanja sekolah secara non tunai, 40 persen anggaran pendidikan sudah ditransfer langsung ke sekolah, dan 1,2 persen sektor swasta berkontribusi untuk pendidikan,” imbuh Wikan.