MONITOR, Jakarta – Mantan Pimpinan Jamaah Islamiyah, Nasir Abbas, mengatakan regulasi penanganan terorisme di Indonesia sudah baik, tinggal sosialisasi dan edukasi saja.
Hal tersebut dikatakan Nasir saat menjadi pembicara seminar nasional dengan mengangkat tema Refleksi Regulasi Anti Terorisme ditinjau dari stabilitas keamanan negara yang dilakukan secara daring melalui aplikasi zoom meetings, digelar Divisi Kajian Strategis dan Advokasi Ikatan Mahasiswa Magister Hukum Universitas Indonesia (IMMH UI), Sabtu (18/04/21).
Menurutnya, perihal pemberantasan itu bukan masalah Undang-undang tetapi masalah kepekaan masyarakat. Untuk itu guna penyempurnaan pemberantasan terorisme perlu adanya dosialisasi dan edukasi regulasi Perpres 7 tahun 2021.
Ia pun mengatakan, masifnya peristiwa terorisme di Indonesia yang disebabkan oleh beberapa hal, salah satunya yaitu sebuah keyakinan pelaku terorisme dalam bergerak (amaliyahnya), ini disebabkan karena kuatnya doktrinasi gerakan jaringan teroris sehingga walaupun sudah terdapat beberapa regulasi tentang anti terorisme, itu tidak berpengaruh kepada pelaku terorisme.
“Mau sekeras apapun undang-undang nya mereka tidak akan kapok karena semua ini perihal keyakinan”tegasnya.
Sementara itu pakar intelejen, Susaningtyas Nefo Handayani Kertapati. mengatakan dalam penanganan teroris tidak cukup hanya dilakukan dengan menggelar seminar, melainkan perlu adanya implementasi dari regulasi sehingga dapat bernilai efektif untuk memberantas terorisme di Indonesia.
“Beberapa regulasi anti terorisme sudah cukup dan baik, tetapi perihal penanganan pada regulasi terorisme tersebut perlu diperluas dari berbagai sector terlebih masyarakat perlu juga diberikan peran dalam penanganan,”ujarnya.
“Sebab nilai-nilai regulasi dalam undang-undang terorisme bukan hanya dilihat dari norma-norma hukumnya saja tetapi, perlu juga ditegaskan perihal implementasinya sehingga regulasi tersebut dapat bernilai efektif untuk memberantas terorisme di Indonesia,” sambungnya.
Senada, diungkapkan Pakar Hukum Internasional, Hikmahanto Juwana, S.H. Menurutnya dalam penanganan teroris juga jangan hanya dilihat norma-norma nya saja tetapi perihal impelentasinya juga.
”Adanya pepres no 7 tahun 2021, pemerintah dan negara telah merespon untuk ciptakan rasa aman di negara ini dari teroris,” ungkapnya.
Lanjutnya, berkaitan perihal nomenklatur regulasi anti terorisme, harusnya bukan lagi ‘tindak pidana terorism’ tetapi ‘pemberantasan terorisme’ karena orientasinya sudah berpindah yang awalnya mengganti ideologi menjadi pelenyapan NKRI.
“Melihat hal ini perlu kiranya pemerintah mendorong sebuah sistem baru ataupun perbaikan sistem terkait dengan regulasi dan penanganan terorisme di Indonesia. Dimulai dari merefleksi dengan menanalisis regulasi sampai kepada tindakan penanggulangana terorisme, karena dengan hal tersebut sejalan degan acara webinar ini dengan tujuan untuk mengetahui beberapa factor penyebab penanggulangan tindakan terorisme di Indonesia yang dirasa masih belum efektif,” jelasnya.
Sementara itu, Ketua IMMH UI Fahmi Zakky mengatakan, perlu adanya refleksi regulasi anti terorisme dengan meninjau beberapa factor-faktor internal dan eksternal juga menilai dari efektifitas baik dari struktur hukum, substansi hukum, dan budaya hukum.
“Mengingat peristiwa terorisme masih berjalan masif, terlebih belum lama ini terdapat kejadian teror di gereja katedral, makassar Sulawesi selatan pada tanggal 28 Maret 2021,” pungkasnya.