MONITOR, Jakarta – Wacana koalisi partai Islam yang digulirkan oleh PPP dan PKS disambut positif oleh sejumlah partai politik yang berbasis dan berasaskan Islam. Bagaimana dampaknya?
Dekan Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Ahmad Tholabi Kharlie, mengatakan gagasan koalisi partai Islam potensial memberi pengaruh dalam politik hukum Islam khususnya di DPR. “Koalisi partai Islam yang basisnya pada nilai atau value keislaman maka akan memberi dampak pada kebijakan politik hukum Islam di Indonesia,” ujar Tholabi kepada wartawan di Jakarta, Kamis (15/4/2021).
Menurut dia, tanpa ikatan koalisi antarpartai Islam, dalam kenyataannya kerjasama politik dalam pembentukan kebijakan publik yang bernuansa norma hukum Islam secara alamiah terbentuk. “Seperti saat menanggapi lampiran PP No 10 Tahun 2021 tentang Bidang Usaha Penanaman Modal yang isinya terkait dengan investasi minuman keras, fraksi-fraksi Islam secara kompak menolak, padahal tidak ada ikatan kerjasama politik,” urai Tholabi.
Ketua Forum Dekan Fakultas Syariah dan Hukum Perguruan Tinggi Keagamaan Islam (PTKI) se-Indonesia melanjutkan secara teoretis jika kerjasama politik terajut maka akan memudahkan dalam penyusunan kebijakan hukum yang bernuanasa Islam melalui DPR. “Teorinya, jika kerjasama politik antarpartai Islam terajut maka akan memberi dampak signifikan dalam penyusunan legislasi yang dilandasi spirit Islam atau hukum Islam,” sebut Tholabi.
Ia menyebutkan sejumlah rancangan undang-undang (RUU) yang dilandasi spirit Islam dalam daftar Program Legislasi Nasional (Prolegnas) prioritas tahun 2021 seperti RUU Larangan Minuman Beralkohol, RUU Perlindungan Tokoh Agama, dan Simbol Agama secara teoritis akan mudah dibahas dan disahkan. “Namun kembali pada kreativitas dan komunikasi politik fraksi Islam di DPR,” ujar Tholabi.
Bagian lain, Tholabi mengingatkan kerjasama politik yang diikat oleh ikatan keislaman harus tetap mengusung isu universal, sebagaimana tertuang dalam tujuan adanya syariat atau maqashid al-syariah. “Islam itu mendorong keadilan atau ‘adalah, persamaan atau al-musawah, kebebasan atau al-hurriyah, dan kemanusiaan. Prinsip universal ini harus tetap menjadi pedoman. Dengan demikian, tidak mesti kerjasama pada RUU yang bernuansa Islam saja, tapi semua produk UU harus dilandasi nilai keislaman yang universal itu,” ingat Tholabi.