Sabtu, 20 April, 2024

Mendikbud Bisa ‘Gercep’ Soal Seragam, Tapi Lambat Urus Guru Honorer

P2G meminta pemerintah segera terbitkan SKB Tiga Menteri soal Guru Honorer

MONITOR, Jakarta – Perhimpunan Pendidikan dan Guru (P2G) meminta agar pemerintah menerbitkan Surat Keputusan Bersama (SKB) Tiga Menteri untuk melindungi guru honorer dari praktik diskriminatif di sekolah.

“SKB ini dibutuhkan agar para guru, khususnya Non-ASN (Aparatur Sipil Negara) dan honorer tetap mendapatkan perhatian lebih dari negara,” ungkap Kepala Bidang Advokasi P2G, Iman Zanatul Haeri, dalam keterangan tertulisnya, Jakarta, Senin (15/2/2021).

Iman menyebutkan, praktik diskriminatif tidak hanya sering terjadi menimpa guru honorer, tetapi juga menimpa guru tetap yayasan/madrasah swasta, misalnya saja pemberhentian sebagai guru tetap secara sepihak oleh pihak sekolah/yayasan/madrasah.

Iman mengatakan, regulasi Kemendikbud selama ini lebih mengatur para guru ASN yang notabenenya adalah pegawai negeri dan milik pemerintah daerah (pemda). Sedangkan para guru swasta, menurut Iman, seperti tidak memiliki ‘orang tua’ dan perhatian dari negara. Padahal tugasnya sama, yakni mencerdaskan kehidupan bangsa.

- Advertisement -

“Mas Menteri (Pendidikan dan Kebudayaan/Mendikbud) hendaknya gerak cepat juga menuntaskan nasib guru Non-ASN ini. Untuk urusan SKB seragam sekolah bisa gercep (gerak cepat), tapi urusan guru honorer masih agak lambat,” katanya.

Untuk itu, lanjut Iman, P2G meminta Kemendikbud dan pemda segera menyelesaikan persoalan kesejahteraan guru honorer. Sebab semua persoalan ini diakibatkan tidak adanya kepastian nasib guru honorer oleh pemda yang sering abai.

Ketua P2G Kabupaten Bandung Barat, Adhi Kurnia, menilai bahwa pemda dan Kemendikbud tidak serius dalam menuntaskan persoalan kesejahteraan guru honorer. Marginalisasi terhadap guru honorer di daerah selalu terjadi hingga sekarang.

“Saya berharap dikotomi dan bentuk-bentuk marginalisasi dunia pendidikan tak terjadi lagi. Para kepala sekolah dan kepala daerah juga jangan terlalu sensitif jika guru honorer curhat,” ujarnya.

P2G mendorong komitmen Kemendikbud, Kementerian Agama (Kemenag), Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Kemenpan RB), Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) dan Badan Kepegawaian Negara (BKN) agar memaksimalkan pendaftaran para guru di daerah agar mengikuti seleksi Guru Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK).

Adhi mengungkapkan, target Kemendikbud untuk merekrut satu juta guru honorer menjadi ASN 2021 tampaknya tak tercapai alias gagal sebab hingga Februari 2021 ini hanya 500.000 formasi guru PPPK yang diisi dan diajukan oleh pemda.

“P2G memandang, ada koordinasi dan komunikasi yang tidak bagus antara pemda dengan Kemendikbud, Kemendagri, Kemenpan RB dan BKN dalam proses perekrutan Guru PPPK. Pemda masih khawatir terkait sumber anggaran penggajian Guru PPPK nanti, apalagi sekarang kondisi keuangan daerah sedang terganggu pandemi Covid-19,” ungkapnya.

Selain itu, menurut Adhi, P2G juga meminta agar kepala sekolah yang bersikap otoriter dalam kepemimpinannya agar ditindak tegas oleh Dinas Pendidikan sesuai aturan yang berlaku, jika perlu diberhentikan sebagai efek jera.

“Bagi P2G, ekosistem sekolah harus bersih dari unsur kepemimpinan otoriter dan diskriminatif, sebab sekolah merupakan arena laboratorium kecil demokrasi,” katanya.

- Advertisement -

BERITA TERKAIT

TERPOPULER