Sabtu, 20 April, 2024

Bupati Terpilih Sabu Raijua Seorang WNA, Mardani: Tamparan Bagi KPU

“Sebenarnya kasus ini bisa jadi salah satu momentum untuk revisi UU Pemilu“

MONITOR, Jakarta – Anggota Komisi II DPR RI, Mardani Ali Sera, mengungkapkan bahwa terkuaknya status kewarganegaraan Bupati Terpilih Sabu Raijua Orient Patriot Riwu Kore yang ternyata Warga Negara Asing (WNA) merupakan tamparan bagi Komisi Pemilihan Umum (KPU) yang bertugas memverifikasi administrasi para calon kepala daerah dari awal.

“Mendagri memiliki waktu kurang dari 10 hari untuk ambil tindakan. Di sisi lain, ada peringatan berharga di balik polemik ini,” ungkapnya dalam keterangan tertulis, Jakarta, Jumat (12/2/2021).

Mardani menegaskan bahwa kejadian ini merupakan kecolongan luar biasa, yakni ketika WNA bisa mendaftar pilkada lalu menang dan baru setelah menang, terkuaklah bahwa ia adalah WNA.

“Tidak sah seseorang menjadi kepala daerah kecuali WNI. Apresiasi layak diberikan untuk Bawaslu yang bekerja secara cermat sekaligus jadi tamparan bagi KPU yang memverifikasi data dari awal. Harus jadi pelajaran untuk semua. Baiknya memang beliau (Bupati Terpilih Sabu Raijua) mengundurkan diri sebelum dilantik,” ujarnya.

- Advertisement -

Mardani mengatakan bahwa hal tersebut bagian dari etika, dan pemimpin memiliki pertalian kuat dengan etika. Menurut Mardani, Bupati Terpilih Sabu Raijua mestinya bisa mengambil keputusan yang dapat meneduhkan semua pihak, yakni mundur. Diiringi dengan perbaikan sistem kependudukan yang kerap bermasalah.

“Publik tentu masih ingat kejadian serupa yang menjerat Menteri ESDM di tahun 2016. Saat itu diketahui, yang bersangkutan memiliki kewarnegaraan ganda yakni Indonesia dan AS. Karena kita tidak mengenal kewarnegaraan ganda, yang bersangkutan akhirnya diberhentikan dari kursi tersebut,” katanya.

Belajar dari dua kasus di atas, lanjut Mardani, sinergi data kependudukan dengan data instansi terkait masih berantakan. Belum berubah paradigma perbaikan sistem pendataan kewarnegaraan di Indonesia. Perkembangan teknologi informasi yang sudah semakin pesat mestinya menghasilkan sinergi pendataan yang lebih kuat.

“Presiden sebagai administratur tertinggi mesti turun tangan. Sinergi kuat antarlembaga pun diperlukan seperti Kemenlu, Dirjen Imigrasi sampai Kemendagri. Jika seluruh data telah terkoneksi secara digital, tentu akan memudahkan mengecek status kewarnegaraan seseorang,” ungkapnya.

Mardani mengingatkan, jangan bosan untuk terus berbenah, kasus ini harus jadi pelajaran berharga meningkatkan sinergi data kependudukan berbasis digital agar kejadian serupa tidak berulang. Kemendagri pun perlu melakukan validasi data secara periodik untuk memastikan kebaruan data. Karena menjadi pertanyaan mengapa KTP bisa dikeluarkan sementara yang bersangkutan adalah WNA.

“Sebenarnya kasus ini bisa jadi salah satu momentum untuk revisi UU Pemilu. Mengingat status kewarnegaraan sering dikaitkan dalam setiap pemilihan, baik pemilihan kepala daerah, gubernur, sampai presiden. Sudah saatnya kita menaruh perhatian pada validasi masalah-masalah data kependudukan dalam pelaksanaan pemilu agar kejadian terkait tidak terulang,” ujarnya.

- Advertisement -

BERITA TERKAIT

TERPOPULER