PNBP, Pungutan Negara yang Bukan Pajak

0
807
Ilustrasi gambar (pixabay)

Oleh: Sarjono

Mengapa ada pungutan atas penerbitan atau perpanjangan Surat Ijin Mengemudi (SIM), Surat Tanda Nomor Kendaraan (STNK) dan Tanda Nomor Kendaraan Bermonor (TNKB)? Mengapa ada pungutan atas permohonan penerbitan paspor? Mengapa ada Sumbangan Pendidikan Sekolah (SPP)? Mengapa ada pungutan terhadap peristiwa nikah dan/atau cerai? Mengapa ada pungutan terhadap pemanfaatan hasil hutan? Mengapa ada pungutan terhadap jasa penambangan minyak dan gas bumi?

Dalam praktek pengelolaan keuangan negara, pungutan-pungutan di atas disebut dengan Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP). PNBP merupakan penerimaan negara yang digunakan untuk menjalankan roda pemerintahan demi tercapainya tujuan bernegara. Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) membagi penerimaan menjadi tiga kelompok, yaitu: 1) penerimaan perpajakan; 2) Penerimaan Negara Bukan Pajak; dan 3) Hibah. 

Menurut UU Nomor 9 tahun 2018 tentang Penerimaan Negara Negara Bukan Pajak, PNBP adalah pungutan yang dibayar oleh orang pribadi atau badan dengan memperoleh manfaat langsung maupun tidak langsung atas layanan atau pemanfaatan sumber daya dan hak yang diperoleh negara, berdasarkan peraturan perundang-undangan, yang menjadi penerimaan pemerintah pusat di luar penerimaan perpajakan dan hibah yang dikelola dalam mekanisme APBN. Obyek PNBP adalah seluruh aktivitas, hal, dan/atau benda yang menjadi sumber penerimaan negara di luar perpajakan dan hibah. Obyek tersebut memiliki kriteria pelaksanaan tugas dan fungsi pemerintah, penggunaan dana yang bersumber dari APBN, pengelolaan kekayaan negara, dan/atau penetapan peraturan perundangan-undangan. Obyek PNBP meliputi: pemanfaatan sumber daya alam, pelayanan, pengelolaan kekayaan negara dipisahkan, pengelolaan barang milik negara, pengelolaan dana, dan hak negara lainnya.

Muncul pertanyaan, kenapa rakyat dikenakan pungutan atas layanan yang sudah sewajarnya diberikan oleh negara ? Bukankah bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat ? Mari kita cermati lebih lanjut tentang apa itu PNBP.

Sebagai sebuah pungutan negara, PNBP hanya bisa dibebankan kepada masyarakat melalui sebuah undang-undang. Pungutan, cara memungut, dan jumlah yang dipungut harus berdasar undang-undang. Jenis dan tarif PNBP yang dipungut kepada masyarakat harus ditetapkan dalam suatu peraturan agar memiliki dasar hukum pungutan yang sah dan masyarakat mengetahui besaran tarif yang harus dibayar atas suatu layanan. Hal itu sejalan dengan amandemen ketiga UUD 1945 pasal 23A, bahwa pajak dan pungutan lain yang bersifat memaksa untuk keperluan negara diatur dalam undang-undang.

PNBP dibayarkan oleh Wajib Bayar, baik perorangan maupun badan hanya jika yang bersangkutan memerlukan layanan atau memanfatkan sumber daya tertentu, sehingga ada aspek manfaat yang diperoleh dari setiap PNBP yang dibayarkan. Dengan kata lain, PNBP hanya dikenakan kepada perorangan atau badan yang memerlukan layanan atau memanfaatkan sumber daya tertentu. Tidak semua layanan atau pemanfaatan sumber daya dikenakan pungutan. 

Berbeda dengan pajak yang tidak mengharuskan adanya imbalan berupa layanan dari negara, PNBP merupakan pungutan kepada masyarakat atas layanan yang diberikan negara. Dalam contoh di atas, pungutan atas penerbitan atau perpanjangan SIM, STNK dan TNKB merupakan PNBP Polri. Selain mengenakan pungutan atas pelayanan SIM, STNK, dan TNKB, Polri juga menjalankan peran sebagai penjaga ketertiban masyarakat tanpa pungutan biaya. Kementerian Luar Negeri, selain memungut biaya atas penerbitan paspor tetap melindungi warga negara Indonesia yang sedang berada di luar negeri tanpa pungutan biaya. SPP perguruan tinggi negeri merupakan PNBP Kemendikbud, atau Kemenag bagi Perguruan Tinggi Agama Negeri. Karena keterbatasan kemampuan keuangan negara, baru pendidikan dasar negeri yang besaran SPPnya adalah nol rupiah. 

Sebagai pungutan terhadap pemanfaatan sumber daya, selain sebagai sumber penerimaan negara, PNBP juga berperan sebagai regulatory, yang memberikan kepastian hukum dan mendukung pelestarian alam serta kualitas lingkungan demi mewujudkan kesejahteraan masyarakat dan kelangsungan generasi yang akan datang. Sebagai PNBP Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Iuran Hasil Hutan (IHH) yang dipungut kepada pengelola hasil hutan digunakan untuk reboisasi lahan agar memberikan manfaat sampai generasi yang akan datang. Pungutan pada Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) pengelolaan minyak dan gas bumi, sebagai PNBP Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral digunakan untuk riset energi terbarukan, mengingat semakin menipisnya cadangan bahan bakar fosil.

Pada prinsipnya, PNBP memiliki dua fungsi, yaitu fungsi penganggaran (budgetary) dan fungsi pengaturan (regulatory). Dalam penganggaran, PNBP merupakan salah satu pilar pendapatan negara yang memiliki kontribusi dalam menunjang APBN melaui optimalisasi penerimaan negara. Berfungsi sebagai pengaturan, PNBP memegang peran strategis dalam mendukung berbagai kebijakan pemerintah dalam penyediaan layanan, perlindungan masyarakat, pengelolaan kekayaan negara, termasuk pengendalian pemanfaatan sumber daya alam untuk mewujudkan kesejahteraan masyarakat, kemandirian bangsa, dan pembangunan nasional yang berkelanjutan dan berkeadilan. 

Next, kita akan bahas kontribusi PNBP dalam APBN.

*Penulis adalah Analis Anggaran Muda pada Direktorat Jenderal Anggaran, Kementerian Keuangan