HUMANIORA

Pidato di Harlah ke-95, Said Aqil Bicara Soal Dua Tanggung Jawab NU

MONITOR, Jakarta – Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU), Said Aqil Siradj, mengungkapkan bahwa banyak hal yang telah dilalui NU sebagai ormas sosial keagamaan, sebagai partai politik dan kembali ke khittah sebagai jam’iyah dîniyah ijtimâ’iyah.

“Berbagai peran yang dimainkan NU, baik sebagai kekuatan civil society maupun partai politik, tak lepas dari wujud komitmen NU dalam memikul tanggung jawab ganda, yaitu tanggung jawab keagamaan (masûilyah dîniyah) dan tanggung jawab kebangsaan (masûilyah wathaniyah),” ungkapnya saat memberikan pidato dalam peringatan Hari Lahir (Harlah) NU ke-95, Jakarta, Minggu (31/1/2021) malam.

Said Aqil menyebutkan, tanggung jawab keagamaan NU tertuang dalam usaha melaksanakan dan mendakwahkan Islam Ahlussunnah Waljama’ah An-Nahdliyah berdasarkan prinsip tawassuth (moderat), tawâzun (proporsional), tasâmuh (toleran), i’tidâl (adil), dan iqtishâd (wajar) dalam rangka amar ma’ruf nahi munkar.

“Tanggung jawab kebangsaan NU dituangkan dalam perjuangan tiada henti untuk mengawal tegaknya NKRI sebagai mu’âhadah wathaniyah (konsensus kebangsaan) yang final dan mengikat,” ujarnya.

Sebagai penjelmaan dari roh keagamaan dan kebangsaan, Said Aqil mengatakan, NKRI berdasarkan Pancasila adalah titik temu terbaik dari nilai-nilai agama dan negara.

“Pancasila bukan pengganti syariat Islam, tetapi syariat Islam bisa dilaksanakan dalam naungan Pancasila. Pancasila juga menjamin setiap pemeluk agama lain untuk menjalankan keyakinannya,” katanya.

Said Aqil menegaskan, nasionalisme bukan ideologi yang mengganti kesetiaan kepada agama dengan kesetiaan kepada negara, karena kesetiaan kepada negara justru bagian dari kesetiaan kepada agama.

“Inilah makna dari ungkapan hubbul wathon minal iman. Syariat Islam menuntut ketaatan kepada ulil amri dan menentang keras bughat kepada otoritas dan kepemimpinan politik yang sah.

NU berkomitmen mengawal terus tegaknya konsensus dasar ini sebagai basis penyelenggaraan kehidupan sosial kebangsaan,” ungkapnya.

Di tengah ancaman krisis kesehatan dan krisis ekonomi, Said Aqil menyampaikan bahwa nasionalisme religius adalah jangkar untuk mengatasi berbagai potensi disintegrasi akibat SARA dan kesenjangan ekonomi.

“Seluruh komponen bangsa diharapkan gotong royong mengatasi pandemi, bahu-membahu menyokong kaum miskin dan papa yang paling terdampak secara ekonomi, dan berhenti mengoyak persatuan dengan narasi kebencian, hoaks, fitnah dan insinuasi,” ujarnya.

Recent Posts

Kemenag Sebut Gereja Mitra Strategis Pemerintah

MONITOR, Jakarta - Menteri Agama Nasaruddin Umar mengatakan, Gereja Protestan di Indonesia bagian Barat (GPIB)…

36 menit yang lalu

RS Brawijaya Travoy Hub Taman Mini Diresmikan, Jasa Marga Perkuat Ekosistem Layanan untuk Mobilitas, Ruang Publik, dan Kesehatan

MONITOR, Jakarta - PT Jasa Marga (Persero) Tbk menghadirkan RS Brawijaya Taman Mini di kawasan…

2 jam yang lalu

UIN Jakarta Pastikan Hak Karyawan Satuan Pendidikan sesuai KMA Pedoman Integrasi

MONITOR, Tangerang Selatan - UIN Syarif Hidayatullah Jakarta memastikan hak-hak karyawan pada satuan pendidikan dibawah…

2 jam yang lalu

Program Pendanaan Riset Indonesia Bangkit, MoRA The Air Funds Menjemput Indonesia Emas 2045

MONITOR, Jakarta - Indonesia Emas 2045 yang dicita-citakan harus disambut dengan ketersediaan sumber daya manusia…

4 jam yang lalu

Kemenperin dan ITB Teken Kerja Sama Kembangkan Pemurnian Silika dan Grafit

MONITOR, Jakarta - Kementerian Perindustrian terus berkomitmen untuk mendukung keberhasilan program Asta Cita Presiden Republik…

5 jam yang lalu

Kongres PMMBN Ditutup, Ini Seruan Ketua Umum Terpilih?

MONITOR, Jakarta - Kongres II Pergerakan Mahasiswa Moderasi Beragama dan Bela Negara (PMMBN) ditutup Direktur…

6 jam yang lalu