EKONOMI

Rokhmin Dahuri: Basis Pengelolaan SDA harus kembali ke Pasal 33 UUD 1945

MONITOR, Bogor – Wakil Ketua Dewan Pakar Majelis Nasional KAHMI yang juga guru besar IPB, Prof Rokhmin Dahuri mengatakan bahwa Indonesia memiliki modal dasar pembangunan untuk menjadi negara yang maju dan berdaulat salah satunya adalah kekayaan sumber kekayaan alam (SDA) yang melimpah baik di darat maupun di laut.

“Sejak merdeka sampai sekarang, sektor-sektor ekonomi SDA yang meliputi pertanian tanaman pangan, pertanian hortikultur, perkebunan, kehutanan, kelautan-perikanan, peternakan, ESDM, dan pariwisata alam/eco tourism) beserta industri hulu dan hilirnya merupakan tulang punggung (the backbone) perekonomian NKRI karena pertama menyerap banyak angkatan kerja, menyumbang banyak PDB, nilai ekspor, penentu ketahanan/kedaulatan pangan, energi, dan farmasi; dan menciptakan multiplier effects yang luas,” katanya saat menjadi narasumber pada Seminar Nasional dalam rangkaian kegiatan Rakornas III Majelis Nasional KAHMI di Grand Cempaka Resort & Convention, Bogor, Jumat (15/1/2021).

Adapun jenis-jenis SDA yang dimiliki Indonesia terang mantan Menteri Kelautan dan Perikanan tersbut adalah; Pertama, SDA terbarukan (renewable resources): (1) hutan; (2) lahan pertanian; (3) fauna dan flora terestrial; (4) SD ikan di laut, danau, dan sungai; (5) energi terbarukan; dan (6) plasma nutfah (genetic resources).

Kedua, SDA tidak terbarukan (non-renewable resources) yang meliputi minyak, gas, batubaru, berbagai jenis mineral, dan bahan tambang. Ketiga, Jasa-jasa lingkungan (environmental services): fungsi transportasi, fungsi amenities (tourism), proses-proses ekologi, dan life-supporting functions.

Namun mirisnya menurut Rokhmin Dahuri, hingga saat ini Indonesia masih terjebak dalam negara dengan pendapatan menengah kebawah sehingga angka kemiskinan dan pengangguran masih tinggi termasuk permasalahan kesenjangan ekonomi dan sosial yang juga masih tinggi.

“Indonesia menduduki peringkat ketiga sebagai negara dengan tingkat kesenjangan ekonomi tertinggi (terburuk) di dunia. Mirisnya lagi, kekayaan negara ini justru banyak dinikmati oleh para konglomerat yang jumlahnya hanya sebagian kecil,” terangnya. 

Ketua Umum Masyarakat Indonesia (MAI) tersebut merujuk laporan Credit Suisse’s Global Wealth Report 2019 dimana 1 persen orang terkaya di Indonesia menguasai 44,6 persen kue kemakmuran secara nasional, sementara 10 persen orang terkaya menguasai 74,1 persen. “Kalau merujuk data yang dirilis oleh OXFAM, kekayaan empat orang terkaya di Indonesia setara dengan harta 100 juta orang miskin,” tandasnya.

Atas dasar itu, Ketua DPP PDIP Bidang Kelautan dan Perikanan tersebut menekankan kembali agar dalam pengelolaan sumber daya alam harus kembali dan berpatokan pada amanat konstitusi, UUD 1945. Bukan berbasis ekonomi pasar yang selama ini dijalankan.

“Pengelolaan Ekonomi SDA harus diganti, dari Berbasis Ekonomi Pasar ke Pasal 33, UUD 1945. Yakni Perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasar atas azas kekeluargaan; Cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan yang menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh negara; Bumi, air, dan segala kekayaan yang terkandung didalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat,” tegasnya.

Adapun Langkah yang harus dilakukan dalam pengelolaan SDA berbasis pasal 33 menurut Rokhmin Dahuri diantaranya adalah semua usaha eksplorasi, eksploitasi (produksi), pengolahan, dan pemasaran serta distribusi sektor SDA yang menguasai hajat hidup orang banyak harus dilakukan oleh pemerintah (negara) dalam hal ini BUMN. 

“Dengan demikian, Izin Usaha hanya dimiliki oleh BUMN.  Kemudian, BUMN bisa mengerjakan sendiri atau memperkejakan perusahaan swasta (nasional atau internasional).  Model kerjasama berdasarkan pada ‘cost sharing’ and ‘profit sharing’.  Profit sama dengan harga jual dikurangi biaya produksi.  Kewenangan produksi dan pemasaran tetap dipegang oleh BUMN,” tandanya.

Langkah selanjutnya adalah penguatan dan pengembangan hilirisasi pengelolaan SDA supaya menghasilkan produk jadi/akhir (final/finished products) yang bernilai tambah dan berdaya saing tinggi.  “Dan yang terpenting lagi penguatan dan pengembangan penelitian dan pengembangan supaya perusahaan lebih produktif, efisien, berdaya saing, dan berkelanjutan,” tegasnya.

Recent Posts

Puan Dorong Pemerintah Bertindak Soal Ancaman Gugatan Brasil Terkait Kematian Turis Juliana di Rinjani

MONITOR, Jakarta - Ketua DPR Puan Maharani menanggapi isu yang berkembang terkait ancaman gugatan yang…

1 jam yang lalu

Dukung Program PKG, Kemenag Libatkan Jutaan Siswa dan Santri

MONITOR, Jakarta - Direktorat Jenderal Pendidikan Islam Kemenag mendukung Program Pemeriksaan Kesehatan Gratis (PKG) bagi…

2 jam yang lalu

Terjadi Lagi Kapal Tenggelam di Selat Bali, DPR Desak Audit Menyeluruh Sistem Keselamatan Pelayaran

MONITOR, Jakarta - Anggota Komisi V DPR RI, Irine Yusiana Roba Putri menyampaikan keprihatinan mendalam…

3 jam yang lalu

Karantina Kepri dan Bea Cukai Bersinergi Musnahkan Komoditas Ilegal

MONITOR, Jakarta - Badan Karantina Indonesia melalui Balai Karantina Hewan, Ikan, dan Tumbuhan Kepulauan Riau…

4 jam yang lalu

Tak Perlu Nunggu Puluhan Tahun untuk Sertifikasi, 33 Ribu Lebih Guru Kemenag Ikut PPG 2025

MONITOR, Jakarta - Bukan lagi mimpi! Kini guru-guru Kementerian Agama tak perlu menunggu hingga puluhan…

5 jam yang lalu

Prihatin Insiden Kapal Tenggelam di Selat Bali, Puan Minta Pemerintah Perbaiki Tata Kelola Transportasi

MONITOR, Jakarta - Ketua DPR RI Puan Maharani menyatakan keprihatinan mendalam atas insiden tenggelamnya Kapal…

6 jam yang lalu