MONITOR, Jakarta – Lembaga Bantuan Hukum Gerakan Kebangsaan (LBH GK) menyampaikan refleksi akhir tahun 2020 terkait situasi dan kondisi hukum di Indonesia. LBH GK menyoroti sejumlah hal, diantaranya lahirnya undang-undang (UU) Cipta Kerja (Omnibus Law) hingga keadilan penerapan hukum.
“Pertama, tentang lahirnya UU Nomor 11 tahun 2020 tentang Cipta Kerja (Omnibus Law), LBH GK melihat bahwa terkait lahirnya UU ini, meskipun merupakan itikad baik pemerintah yakni Presiden Jokowi dalam rangka melakukan upaya solutif atas persoalan lapangan kerja dan perbaikan ekonomi bangsa, namun yang menjadi catatan LBH GK adalah buruknya proses dari lahirnya UU ini yang terkesan dipaksakan dan terburu-buru serta sosialisasi yang tidak transparan,” ujar Direktur LBH GK, Chrisman Damanik, dalam keterangannya, Kamis (31/12/2020).
“Proses yang buruk ini tentu harus menjadi pelajaran penting bagi negara yang menganut negara hukum (rech staat), meskipun isi dan tujuan UU ini baik, namun kita juga perlu melakukan proses yang transparan dan bertahap serta sosialisasi yang terbuka, oleh karena itu kita membutuhkan perbaikan-perbaikan dalam perjalanan negara bangsa ini agar proses yang terbuka sesuai mekanisme yang menjadi hal penting dalam lahirnya suatau peraturan perundang-perundangan perlu untuk diperhatikan,” sambung Chrisman.
Kedua, Chrisman yang juga pengurus Dewan Pimpinan Nasional (DPN) Perhimpunan Advokat Indonesia (PERADI) mengatakan, dalam rangka penerapan hukum di masyarkat agar hukum dapat berlaku sebagaimana dikehendaki oleh peraturan yang mengaturnya, dibutuhkan ketegasan negara melalui alat-alat negara, namun yang perlu menjadi catatan adalah ketegasan alat negara tentu harus sesuai dengan aturan main hukum yang berlaku sehingga tidak menimbulkan kesan di masyarakat terkait arogansi dan abuse of power.
“Persamaan tiap-tiap warga negara di depan hukum tentu perlu menjadi perhatian penting, peristiwa-peristiwa yang terjadi akhir-akhir ini menjadi pelajaran penting bagi kita dalam penerapan hukum di Indonesia, dimana suatu ketegasan tentu haruslah terukur dan sesuai dengan mekanisme dan prosedur hukum serta keterbukaan informasi bagi masyarakat, kita tentu setuju apabila alat negara mengambil langkah tegas demi keadilan namun langkah tegas perlulah mengikuti suatu proses aturan hukum,” papar Chrisman.
Ketiga, terkait korupsi di masa pandemi Covid-19, Chrisman memaparkan, Indonesia sedang mengalami tantangan untuk menyelesaikan pandemi yang memberikan dampak yang tidak baik bagi masyarakat, di saat masyarakat sedang mengalami kesulitan yang timbul akibat pandemi ini dan negara sedang berupaya mencari solusi atas persoalan yang ada, ternyata masih ada pihak-pihak yang melakukan dugaan tindak pidana korupsi.
“Fenomena yang cukup menghebohkan beberapa waktu terakhir ini dimana adanya dugaan tindak pidana korupsi yang melibatkan dua mantan pejabat negara yakni mantan Menteri KKP dan mantan Menteri Sosial (Mensos). Hal ini tentulah menjadi catatan penting bagi negara ini ke depan, dalam kondisi normal saja suatu dugaan tindak pidana korupsi sangatlah dilarang dan perlu mendapat sanksi yang berat, apalagi di saat negara ini sedang mengalami persoalan pandemi yang sangat serius, sesuai dengan aturan yang ada sebagaimana UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU TIPIKOR),” beber Chrisman.
“LBH GK mendorong agar pelaku korupsi di masa pandemi ini apalagi terkait kemaslahatan hidup orang banyak tentu perlu mendapat sanksi hukum yang lebih tegas dan lebih berat (pemberatan) sesuai dengan ketentuan peraturan hukum yang telah ada, ini menjadi catatan penting agar dalam melaksanakan tugas-tugas kedepan aparatur-aparatur negara harus mengutamakan keselamatan warga negara,” imbuhnya.
Keempat, terkait kasus tersangka meninggal di tahanan, Chrisman menjelaskan, pihaknya beberapa waktu lalu baru saja mendengar adanya kasus tersangka meninggal di tahanan. Hal itu, jelas Chrisman, menjadi catatan penting perjalan hukum di Indonesia, dimana kasus-kasus seperti itu perlu mendapat transparansi dan keterbukaan informasi bagi keluarga dan masyarakat sehingga tidak menimbulkan pertanyaan terutama bagi pihak keluarga.
“LBH GK mendorong agar terhadap persoalan seperti ini pihak keluarga perlu untuk mendapat informasi yang utuh dan apabila ada kejanggalan-kejanggalan, maka tentu harus diusut secara tuntas, hal ini perlu untuk dilakukan agar tidak menjadi persoalan dalam penerapan hukum kedepan di negara ini, siapapun itu perlu mendapat perlindungan hukum di negara ini,” jelas Chrisman.
Kelima, soal keadilan penerapan hukum, Chrisman berpandangan, keberadaan norma hukum dalam suatu negara tentu diharapkan dapat diterapkan sesuai dengan aturan yang mengaturnya tanpa memandang terhadap siapa aturan tersebut akan diterapkan dan diberlakukan. Menurut Chrisman, penerapan hukum haruslah diberlakukan sama terhadap tiap-tiap individu warga negara, agar cita-cita hukum dapat tercapai.
“Bagi sebagian masyarakat mungkin dirasa masih sulit mendapatkan rasa keadilan memperjuangkan hak-hak hukumnya. Hukum harus tajam ke atas dan tajam ke bawah, karena semua orang sama di mata hukum, ke depan kita berharap penerapan hukum haruslah sama kepada tiap-tiap individu di negara ini,” pungkas Chrisman.
MONITOR, Jakarta - Ketua DPR RI Puan Maharani berharap peringatan Hari Guru Nasional (HGN) 2024…
MONITOR, Jakarta - Koperasi sebagai tonggak pemberdayaan masyarakat, telah membuktikan bahwa ekonomi yang kuat dapat…
MONITOR, Banten - Menteri Desa dan Pembangunan Daerah Tertinggal (Mendes PDT) Yandri Susanto mengaku kaget…
MONITOR, Jakarta – Kementerian Imigrasi dan Pemasyarakatan (Kementerian Imipas) menyerahkan bantuan untuk pengungsi erupsi Gunung Lewotobi di Lembata, Nusa Tenggara…
MONITOR, Jakarta - Mahkamah Pidana Internasional atau International Criminal Court (ICC) mengeluarkan surat penangkapan bagi…
MONITOR, Jakarta - Anggota Komisi IV DPR RI Fraksi PDI Perjuangan, Prof. Dr. Ir. Rokhmin…