Kamis, 25 April, 2024

IPW Ungkap Tiga Pelanggaran SOP dalam Kasus Tewasnya Anggota FPI

Neta pun berharap Mabes Polri mau mengakui adanya pelanggaran SOP tersebut

MONITOR, Jakarta – Ketua Presidium Indonesia Police Watch (ICW), Neta S. Pane, mengungkapkan tiga pelanggaran Standar Operasional Prosedur (SOP) oknum Anggota Polri dalam kasus tewasnya enam Anggota Front Pembela Islam (FPI) di KM 50 Tol Jakarta-Cikampek pada Senin (7/12/2020) dini hari lalu.

“Jajaran Polri sebagai aparatur negara yang Promoter (Profesional, Modern dan Terpercaya) harus mau menyadari bahwa terjadi pelanggaran SOP dalam kasus kematian anggota FPI pengawal Rizieq di KM 50 Tol Cikampek. Sehingga pelanggaran SOP itu membuat aparatur kepolisian melakukan pelanggaran HAM,” ungkapnya dalam keterangan tertulis, Jakarta, Senin (14/12/2020).

Neta pun berharap Mabes Polri mau mengakui adanya pelanggaran SOP tersebut. Selain itu, menurut Neta, IPW juga berharap Komnas HAM dan Komisi III DPR RI mau mencermati pelanggaran SOP yang kemudian menyebabkan terjadinya pelanggaran HAM dalam kematian Anggota FPI yang mengawal Rizieq Shihab itu.

“Jika mengacu hasil rekonstruksi yang diumumkan Kadiv Humas Polri Irjen Pol Argo Yuwono atas kematian enam Anggota FPI itu, setidaknya IPW melihat ada tiga pelanggaran SOP yang dilakukan Anggota Polri, terutama dalam kasus kematian empat anggota FPI di dalam mobil petugas kepolisian,” ujarnya.

- Advertisement -

Pertama, Neta menyebutkan, keempat Anggota FPI yang masih hidup, setelah dua temannya tewas yang menurut versi polisi tewas dalam baku tembak dimasukkan ke dalam mobil polisi tanpa diborgol.

“Ini sangat aneh, Rizieq sendiri saat dibawa ke sel tahanan di Polda Metro Jaya tangannya diborgol aparat. Kenapa keempat anggota FPI yang baru selesai baku tembak dengan polisi itu tangannya tidak diborgol saat dimasukkan ke mobil polisi?,” katanya penuh tanya.

Kedua, Neta menilai, memasukkan keempat Anggota FPI yang baru selesai baku tembak dengan polisi ke dalam mobil polisi yang berkapasitas delapan orang, yang juga diisi anggota polisi, adalah tindakan yang tidak masuk akal, irasional dan sangat aneh.

“Ketiga, Anggota Polri yang seharusnya terlatih terbukti tidak Promoter dan tidak mampu melumpuhkan Anggota FPI yang tidak bersenjata, sehingga para polisi itu main hajar menembak dengan jarak dekat hingga keempat Anggota FPI itu tewas,” ungkapnya.

Dari ketiga kecerobohan tersebut, menurut Neta, terlihat nyata bahwa aparatur kepolisian sudah melanggar SOP yang menyebabkan keempat Anggota FPI itu tewas di satu mobil.

“Dari penjelasan Kadiv Humas Polri itu terlihat betapa cerobohnya anggota polisi tersebut,” ujarnya.

Neta pun mengutip pernyataan Kadiv Humas Polri Irjen Pol Argo Yuwono yang menyatakan, ‘namun saat keempat orang itu diamankan di rest area KM 50 dan dibawa ke mobil oleh petugas, di perjalanan melakukan perlawanan. Pelaku mencoba merebut pistol dan sempat mencekik petugas saat mobil baru berjalan satu kilometer di jalan tol Jakarta-Cikampek. Kemudian terjadi pergumulan di dalam mobil yang akhirnya memaksa petugas melakukan tindakan tegas terukur. Keempatnya tewas setelah polisi melakukan tindakan tegas terukur’.

“Dari penjelasan Argo ini, IPW pun mempertanyakan, dimana Promoternya Polri?. Sebab itulah, Komnas HAM dan Komisi III perlu mendesak dibentuknya Tim Independen Pencari Fakta agar kasus ini terang benderang,” katanya.

“Jika Jokowi mengatakan tidak perlu Tim Independen Pencari Fakta dibentuk, berarti sama artinya bahwa Presiden tidak ingin kasus penembakan Anggota FPI ini diselesaikan tuntas dengan terang benderang, sehingga komitmen penegakan supremasi hukum Jokowi patut dipertanyakan,” ungkap Neta menambahkan.

- Advertisement -

BERITA TERKAIT

TERPOPULER