Jumat, 19 April, 2024

Jika Benar Laskar FPI Menyerang Polisi, Hendardi: Mereka Bukanlah Syuhada

“Oleh karenanya tindakan mereka merupakan kejahatan”

MONITOR, Jakarta – Ketua SETARA Institute, Hendardi, menilai bahwa jika benar senjata yang diamankan Polda Metro Jaya adalah milik Anggota Laskar Khusus Front Pembela Islam (FPI), maka mereka telah melakukan kejahatan dan mereka bukanlah syuhada seperti klaim FPI.

Namun demikian, Hendardi mengungkapkan bahwa penggunaan senjata oleh Anggota Polri harus mengacu pada prosedur yang ketat dan harus dapat dipertanggungjawabkan.

Hal itu disampaikan Hendardi saat menanggapi kasus dugaan baku tembak yang terjadi antara Laskar Khusus Front Pembela Islam (FPI) dengan Anggota Polri di kawasan Cikampek atau ruas Tol Karawang Timur, Jawa Barat, pada Senin (7/12/2020) dini hari, yang mengakibatkan enam Anggota Laskar Khusus FPI tewas.

“Penggunaan senjata api oleh Polri dalam mengatasi peristiwa tertentu, tetap harus mengacu pada prosedur-prosedur yang ketat dan harus dapat dipertanggungjawabkan sebagaimana diatur dalam Peraturan Kapolri No. 1 Tahun 2009 tentang Penggunaan Kekuatan dalam Tindakan Kepolisian dan Peraturan Kapolri No. 8 Tahun 2009 tentang Implementasi Prinsip dan Standar Hak Asasi Manusia dalam Penyelenggaraan Tugas Kepolisian Negara RI,” ungkapnya dalam keterangan tertulis, Jakarta, Senin (7/12/2020).

- Advertisement -

Hendardi menilai, tertembaknya enam orang warga sipil tentu menjadi keprihatinan dan tidak seharusnya terjadi. Akan tetapi, menurut Hendardi, jika betul senjata-senjata yang ditunjukkan Kapolda Metro Jaya dan Pangdam Jaya adalah senjata milik Laskar Khusus FPI, maka pembelaan Polri atas jiwa anggotanya yang terancam bisa diterima.

“Namun demikian, untuk memenuhi standar yang diterapkan dalam Perkap 8/2009 tersebut, Polri harus melakukan evaluasi pemakaian senjata api oleh anggotanya. Kapolri dapat memerintahkan Divisi Pengamanan Profesi dan Pengamanan untuk melakukan evaluasi atas fakta-fakta yang menjadi alasan pembenar penggunaan senjata api,” ujarnya.

Pada saat yang bersamaan, Hendardi mengatakan, SETARA Institute juga mendorong agar Imam Besar FPI Rizieq Shihab kooperatif memenuhi panggilan Polri dalam pemeriksaan dugaan pelanggaran protokol kesehatan Covid-19 termasuk kasus-kasus lain yang mangkrak dan melibatkan dirinya sebelum menetap di Arab Saudi.

“Pembangkangan MRS (Muhammad Rizieq Shihab) atas upaya penegakan hukum dan kapitalisasi kharisma dirinya sebagai Habib telah memicu kepatuhan buta beberapa orang pengikutnya yang merasa dirinya syahid saat membela MRS,” katanya.

“SETARA Institute mengingatkan bahwa jika benar senjata api yang ditunjukkan oleh Polri adalah milik Laskar Khusus FPI, mereka bukanlah syuhada sebagaimana klaim FPI, tetapi pengikut buta yang dijadikan martil oleh Rizieq Shihab dan elite FPI untuk memupuk simpati,” ungkap Hendardi melanjutkan.

“Mereka telah memiliki senjata api secara ilegal dan ditujukan untuk menghalang-halangi penegakan hukum. Oleh karenanya tindakan mereka merupakan kejahatan,” ujar Hendardi lagi.

Hendardi menambahkan, paralel dengan upaya evaluasi Polri, SETARA Institute juga mendorong Polri terus melakukan tindakan hukum yang tegas, terukur dan akuntabel menangani berbagai tindak pidana yang dilakukan anggota-anggota organisasi pengusung aspirasi intoleran, premanisme berjubah agama dan elite-elite yang menjadi conflict entrepreneur di belakang mereka.

“Episode pascakepulangan MRS adalah ujian bagi Polri untuk menegakkan hukum,” ungkapnya.

- Advertisement -

BERITA TERKAIT

TERPOPULER