PENDIDIKAN

PJJ Fase Kedua, KPAI Nilai Siswa Sulit Atasi Masalah Psikologi

MONITOR, Jakarta – Pelaksanaan Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ) Fase pertama yang berlangsung dari Maret-Juni 2020 dinilai cukup baik. Pasalnya, peserta didik cenderung mampu mengatasi tekanan psikologis karena pembelajaran tatap muka (PTM) sempat dilakukan selama 9 bulan.

Komisioner KPAI Bidang Pendidikan, Retno Listyarti, mengatakan para guru mata pelajaran, wali kelas dan teman-teman satu kelasnya masih sempat komunikasi aktif sebelumnya, sehingga sudah saling mengenal dan bisa saling membantu.

“Namun hasil pemantauan pada PJJ Fase kedua, anak-anak lebih sulit mengatasi permasalahan psikologis, sehingga berpengaruh pada kesehatan mental seorang anak/remaja. Karena pada fase 2 ini, anak naik kelas dengan situasi yang berubah, wali kelasnya ganti, guru mata pelajarannya berbeda, dan kemungkinan besar kawan-kawan sekelasnya juga berbeda dari kelas sebelumnya. Sementara peserta didik belum pembelajaran tatap muka sejak naik kelas,” urai Retno Listyarti, dalam keterangannya.

Retno menambahkan, pergantian kelas dengan suasana yang baru tanpa tatap muka, membuat anak-sanak sulit memiliki teman dekat untuk saling berbagi dan bertanya. Akibatnya, kesulitan pembelajaran ditanggung anak sendiri jika anak tersebut tidak berani bertanya kepada gurunya.

Masalah ketidakmerataan akses terhadap fasilitas pendukung untuk pembelajaran daring maupun luring yang dialami pada anak yang sudah masuk usia sekolah, berdampaknya peserta didik harus mempunyai sistem belajar sendiri, akibatnya ada anak tidak bisa mengatur waktu belajar, ada anak yang kesulitan memahami pelajaran, bahkan ada anak tidak memahami instruksi guru.

“Tidak dapat dipungkiri, pandemi ini juga dapat berdampak kepada aspek psikososial dari anak dan remaja di antaranya adalah perasaan bosan karena harus tinggal di rumah, khawatir tertinggal pelajaran, timbul perasaan tidak aman, merasa takut karena terkena penyakit, merindukan teman-teman, dan khawatir tentang penghasilan orangtua,” kata Retno.

Ia menambahkan, peran orangtua juga bisa menjadi penguat anak, sekaligus bisa menjadi sumber masalah bagi anak-anaknya, misalnya munculnya kekerasan pada anak secara emosional karena tidak memiliki kesabaran mendampingi anak belajar. Diantaranya kekerasan verbal seperti merendahkan kemampuan anak dalam belajar, dan atau menerapkan pola mendisiplinkan anak yang tidak tepat seperti memberikan hukuman dan sanksi yang dianggap bagi sebagian orang tua justru akan membangkitkan semangat pada anak. Padahal, justru sebaliknya, menimbulkan tekanan psikologis bagi anak.

Recent Posts

PHE Tandatangani Kerja Sama Carbon Capture dengan ExxonMobil

MONITOR, Jakarta – PT Pertamina Hulu Energi (PHE) selaku Subholding Upstream Pertamina terus menjajaki beragam peluang…

52 menit yang lalu

Kemenag Ingatkan Batas Akhir Visa Umrah 23 Mei 2024

MONITOR, Jakarta - Kementerian Agama kembali mengingatkan bahwa visa umrah musim ini (1445 H) hanya…

2 jam yang lalu

Kemenperin Pacu Kualitas SDM Industri Kerajinan dan Batik

MONITOR, Jakarta - Kementerian Perindustrian terus mendorong pengembangan industri kerajinan dan batik nasional agar semakin…

8 jam yang lalu

Mesin Pesawat Jemaah Haji UPG-05 Rusak, Kemenag Minta Garuda Indonesia Profesional

MONITOR, Jakarta - Pesawat Garuda Indonesia yang menerbangkan jemaah haji kelompok terbang (kloter) lima Embarkasi…

10 jam yang lalu

Kemenag Gelar Uji Kompetensi Calon Mahasiswa Universitas Al-Azhar Mesir 2024

MONITOR, Jakarta - Kementerian Agama kembali menggelar uji kompetensi bagi calon mahasiswa Universitas Al-Azhar Mesir…

11 jam yang lalu

Diduga Rugikan Negara Triliunan, KPK Diminta Usut Lelang Saham PT GBU

MONITOR, Jakarta - Koalisi Sipil Selamatkan Tambang (KSST), bersama-sama sejumlah elemen NGO dan tokoh penggiat…

12 jam yang lalu