POLITIK

Diprediksi Menang, Joe Biden diharap Akhiri Konflik Laut China Selatan

MONITOR, Jakarta – Partai Gelombang Rakyat (Gelora) Indonesia memprediksi Joe Biden akan memenangi Pilpres Amerika Serikat melawan rivalnya Presiden Donald Trump. Dengan kemenangan terbaru Biden di Georgia, maka Trump sudah  tidak dapat  mencapai 270 electoral.

Bagi Indonesia, terpilihnya Biden sebagai Presiden AS, tetap  tidak akan signifikan mengubah kebijakan AS di indonesia. Sejak Barack Obama menjadi Presiden AS hingga Donald Trump, kebijakan AS terhadap Indonesia AS tidak berubah .

“Tetapi impact (dampaknya, red) pada Indonesia dengan terpilihnya Biden akan membuka lebih banyak ruang untuk negosiasi antara AS dan RRC (China, red). Dimana Indonesia akan memiliki kesempatan Lebih besar untuk berperan penting meredakan ketegangan di kawasan,” kata Henwira Halim, Ketua Bidang Hubungan Luar Negeri Partai Gelora Indonesia dalam keterangannya, Sabtu (7/11/2020).

Menurut Henwira, ketegangan antara AS dan China akan tetap berlanjut dalam hal unjuk kekuatan pertahanan dan militer. AS tetap akan menggelontorkan anggaran besar untuk mengimbangi kekuatan militer China.

“AS selalu memandang harus ada perimbangan terhadap perkembangan militer RRC terutama aktivitas mereka di Kawasan Laut China Selatan. Kerjasama pertahanan ini yang harus dimanfaatkan betul Indonesia,” katanya.

AS memandang Indonesia sebagai jangkar ASEAN yang berpotensi sebagai sekutu untuk mengimbangi kekuatan negeri tirai bambu di Laut China Selatan. Indonesia dinilai AS dan juga China merupakan negara ASEAN yang memiliki kredibilitas tinggi sebagai negara yang netral.

“Karena itu, Indonesia bisa berkontribusi meredakan ketegangan antar kedua kekuatan global tersebut, AS dan China. Indonesia harus aktif melakukan pendekatan kepada keduanya untuk mencari cara pendekatan alternatif yang dapat mengurangi ketegangan militer,” ujarnya.

Ketua Hubungan Luar Negeri Partai Gelora ini menegaskan Indonesia punya peran strategis untuk menyelesaikan konflik di Laut China Selatan. Sehingga Indonesia harus bisa menjawab tantangan kepemimpinan ASEAN dalam mencari solusi damai.

“Jadi Indonesia punya peran strategis untuk lebih aktif berdiplomasi melakukan engagement (keterikatan, red) bukan saja ke ASEAN, tapi juga ke RRC untuk  mencari cara-cara  damai menyelesaikan sengketa wilayah di kawasan Laut China Selatan,” tegasnya.

Henwira menegaskan, hanya kepemimpinan Indonesia yang bisa menyatukan ASEAN guna berunding dengan China dalam rangka menyelesaikan klaim sepihak China terhadap wilayah-wilayah negara-negara ASEAN di Laut China Selatan.

“Tanpa kepemimpinan Indonesia akan berat bagi ASEAN untuk bisa kompak dan padu dalam upaya menyelesaikan permasalahan di Laut China Selatan. Indonesia dipandang sebagai negara netral, meskipun wilayahnya di Natuna juga diklaim China,” tandasnya..

Henwira menambahkan,  ketegangan antara AS dan China yang akan dihentikan Joe Biden jika terpilih sebagai Presiden AS hanya masalah perang dagang saja, bukan kekuatan pertahanan atau militernya.

“Biden diperkirakan menghentikan perang dagang AS-RRC.  Mungkin akan menghidupkan kembali prakarsa pakta perdagangan Trans Pacific Partnership yang dicanangkan oleh Barack Obama, namun dibatalkan oleh Donald Trump,” tandas Henwira Halim. 

Buat China, Biden tampak lebih mudah diajak berunding soal ekonomi sementara Trump lebih berpotensi melemahkan, meski resiko konflik akan jadi lebih besar. China juga paham bahwa standoff militer dengan AS tidak akan banyak bergeser, siapapun yang menang, posturing mereka tidak akan banyak berubah

Soal demokrasi dan HAM juga terbukti AS di bawah Trump juga sama kerasnya terhadap China seperti dalam kasus Hongkong dan Uighur. Jika Biden yang menang tampaknya tidak banyak perubahan juga soal itu

Uni Eropa tentu berharap Biden yang menang meski UE sekarang sudah mulai belajar bahwa mereka harus mulai melepas ketergantungan pada AS. 

Sedangkan Rusia tentu maunya, Trump karena semua kebijakan LN Trump sejauh ini menguntungkan Rusia

Untuk Palestina juga kemungkinan tidak banyak perubahan karena Biden dan Harris tidak sekeras Obama terhadap Israel. Obama sebenarnya hanya dihalangi Kongres AS untuk mengambil langkah keras terhadap Israel. 

Biden jauh lebih akrab dengan lobi Israel di kongres ketimbang Obama. Namun Biden secara pribadi juga tidak menyukai Netanyahu. Komposisi kongres seusai pemilu kali ini juga belum menunjukan ada cukup banyak anggota baru yang progresif untuk bersikap lebih tegas terhadap Israel. 

Recent Posts

Ramai Kasus Pelecehan Dokter, Legislator Minta Korban Jangan Malu Lapor dan Polisi Harus Cepat Respons

MONITOR, Jakarta - Anggota Komisi III DPR RI, Gilang Dhielafararez menyoroti maraknya peristiwa kekerasan seksual…

26 menit yang lalu

Kesejahteraan Meningkat, Mentan Amran: Petani Bahagia, Harga Kelapa Naik

MONITOR, Jakarta - Menteri Pertanian (Mentan) Andi Amran Sulaiman menyampaikan bahwa saat ini para petani…

54 menit yang lalu

Mulai 19 April 2025, Tol Binjai-Langsa Seksi Tanjung Pura-Pangkalan Brandan Akan Ditetapkan Tarif

MONITOR, Sumut - PT Hutama Karya (Persero) atau Hutama Karya akan memberlakukan tarif pada Jalan Tol…

1 jam yang lalu

Buntut Napi Dugem di Pekanbaru, DPR Akan Benahi Sistem Lapas Bersama Kementerian Imipas

MONITOR, Jakarta - Berulangnya pemberitaan keriuhan akibat perilaku tidak patut warga binaan di lembaga pemasyarakatan…

3 jam yang lalu

Fahri Hamzah Paparkan Desain Kebijakan Perumahan Indonesia pada Sidang OECD 2025 di Paris

MONITOR, Jakarta - Sebagai tahapan menuju keanggotaan Indonesia pada OECD (Organization for Economic Co-operation and…

4 jam yang lalu

Ratusan Siswa di Bali Tak Bisa Baca Tapi Lancar Bermedsos, Puan: Perlu Perhatian Serius

MONITOR, Jakarta - Ketua DPR RI Puan Maharani menyampaikan keprihatinan mendalam terhadap temuan adanya ratusan…

4 jam yang lalu