MONITOR, Jakarta – Sebagai tempat berlangsungnya kegiatan ekonomi dan sosial budaya, kota perlu dikelola secara optimal melalui suatu proses penataan kawasan perkotaan. Peringatan Hari Kota Dunia (HKD) yang diperingati setiap tanggal 31 Oktober menjadi momen penting untuk merefleksi program-program penataan kota dalam rangka mendukung terwujudnya kota layak huni dan berkelanjutan.
Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) terus mendorong program penataan kota melalui berbagai pembangunan infrastruktur berbasis pendekatan wilayah. Pembangunan kota berkelanjutan merupakan pembangunan yang mengintegrasikan berbagai aspek, dimana aspek sosial dan ekonomi dikembangkan namun dengan tetap memperhatikan aspek lingkungannya.
Untuk itu, pengembangan kota hendaklah memenuhi prinsip layak huni, produktif, ramah lingkungan dan berkelanjutan sehingga manfaatnya dapat dirasakan generasi mendatang. “Prinsip-prinsip pembangunan infrastruktur berbasis lingkungan dan berkelanjutan menjadi komitmen Kementerian PUPR mulai dari tahap survei, investigasi, desain, pembebasan tanah (land acquisition), konstruksi, hingga operasi dan pemeliharaan (SIDLACOM),” kata Menteri PUPR Basuki Hadimuljono beberapa waktu lalu.
Penataan kota diantaranya dilakukan Kementerian PUPR melalui pengembangan potensi kota seperti aset pusaka kota, kawasan heritage, dan bangunan bersejarah beserta budaya masyarakat di dalamnya.
Misalnya pada 2019, Kementerian PUPR melalui Ditjen Cipta Karya telah menyelesaikan penataan Kota Lama Semarang di Jawa Tengah seluas 22,2 hektare. Program ini menjadi pendorong pembangunan Kota Semarang sebagai kota pusaka yang layak huni dan berkelanjutan, serta meningkatkan potensi ekonomi lokal dan sektor pariwisata.
Pekerjaan revitalisasi Kota Lama Semarang dikerjakan selama dua tahun sejak 2017 dengan anggaran Rp 172 miliar. Fokus penanganan Kementerian PUPR diantaranya memperbaiki sistem drainase kawasan, menata jaringan utilitas bawah tanah, membenahi jalan dan jalur pedestrian yang sudah mengalami penurunan kualitas, dan melengkapi dengan street furniture yang mendukung dan mencerminkan kawasan heritage.
Selain newujudkan kota pusaka, program penataan kota juga dilakukan Kementerian PUPR dengan perbaikan kualitas kawasan permukiman kumuh di perkotaan melalui Program Kota Tanpa Kumuh (Kotaku). Pada TA 2020, Kotaku dilaksanakan melalui Program Padat Karya Tunai (PKT)/cash for work di 364 kelurahan yang tersebar di 34 Provinsi di Indonesia dengan anggaran sebesar Rp 429,5 miliar.
KOTAKU dilakukan melalui pembangunan Infrastruktur Skala Lingkungan reguler seperti perbaikan saluran drainase, perbaikan jalan lingkungan, dan pembangunan septic tank biofil komunal, dan Ruang Terbuka Hijau (RTH). Penataan RTH dilakukan tidak hanya memberikan dampak positif dari sisi kelengkapan prasarana fisik dan keindahan (beautifikasi) ruang terbuka hijau publik, namun juga memberikan kontribusi terhadap konservasi air, tanah, dan perbaikan kualitas udara pada kawasan perkotaan.
Kota juga membutuhkan ketersediaan infrastruktur yang tepat dan terpadu untuk meningkatkan produktifitas sektor ekonomi. Pandemi COVID-19 yang berlangsung lebih dari satu semester di Indonesia memberi pembelajaran penting dalam pembangunan perkotaan juga perlu memperhatikan penyediaan prasarana dan sarana dasar yang handal, seperti ketersediaan air minum dan sanitasi.
Untuk itu, Pada TA 2020 Kementerian PUPR juga mendorong pelaksaan progran ketersediaan air minum dan sanitasi salah satunya melalui Penyediaan Air Minum dan Sanitasi Berbasis Masyarakat (PAMSIMAS) di 4.717 lokasi dengan anggaran Rp 1,120 triliun dan Sanitasi Berbasis Masyarakat (SANIMAS) di 1.028 lokasi dengan anggaran Rp. 391 miliar.
Program ini sekaligus mendukung capaian target 100-0-100 yaitu 100 persen akses universal air minum, 0 persen permukiman kumuh, dan 100 persen akses sanitasi layak.
Kemudian juga pengelolaan sampah yang ramah lingkungan melalui Program Tempat Pengelolaan Sampah Reduce, Reuse, Recycle (TPS 3R) di 106 lokasi dengan anggaran Rp 63 miliar dan Program Pengembangan Infrastruktur Sosial Ekonomi Wilayah (PISEW) di 900 kecamatan dengan anggaran Rp 540 miliar untuk mendukung produktivitas perekonomian masyarakat. Pembangunan kota juga harus memperhatikan masalah lingkungan, sosial dan kesenjangan wilayah yang dapat menghambat produktivitas sektor ekonomi.