MONITOR, Jakarta – Dalam rangka menumbuhkembangkan apresiasi kaum muda terhadap sejarah pergerakan kemerdekaan Indonesia, Pusat Penguatan Karakter (Puspeka), Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) menyelenggarakan kegiatan dengan tema ‘Pemuda Hebat, Pemuda Berkarakter’.
Sebagai rangkaian dari Hari Sumpah Pemuda yang diperingati setiap tanggal 28 Oktober, acara ini dilakukan secara dalam jaringan (daring) pada hari Sabtu, 31 Oktober 2020 dan disiarkan melalui kanal YouTube Puspeka Kemendikbud.
Acara Tapak Tilas virtual tersebut dibuka secara resmi oleh Sekretaris Jenderal Kemendikbud, Ainun Naim. Dalam sesi pembukaan, ia memberikan apresiasi atas terselenggaranya acara ini.
“Melalui acara ini, meskipun di dalam suasana pandemi tidak menjadi penghalang untuk kita terus belajar serta sekiranya dapat mendorong masyarakat untuk dapat mengunjungi museum,” ucap Ainun Na
im dalam sambutannya di Jakarta, Sabtu (31/10).
Selanjutnya, Kepala Puspeka Kemendikbud, Hendarman, mengungkapkan bahwa pada awalnya peserta dibatasi sebanyak 4000, namun melihat animo yang cukup besar, kapasitas peserta ditambah sehingga tercatat sekitar 4800 peserta pelajar maupun mahasiswa yang mengikuti mengikuti acara ini.
“Meskipun pelaksanaan acara di hari Sabtu, ketika adik-adik, teman-teman sekalian seharusnya berlibur bersama keluarga, namun dengan penuh semangat mengikuti acara di hari ini,” ungkapnya ketika menyampaikan laporan kegiatan secara virtual pada kesempatan yang sama.
Hendarman menjelaskan, rangkaian acara akan diisi oleh para narasumber yang luar biasa, dan para peserta diajak mengunjungi tiga museum secara virtual yaitu Museum Kebangkitan Nasional, Museum Sumpah Pemuda, dan Museum Naskah Perumusan Proklamasi.
Adapun kunjungan akan didampingi oleh edukator museum yang berbeda. Di akhir acara, para peserta diharapkan dapat membuat laporan akhir bertemakan “Sumpah Pemuda” berdasarkan hasil keikutsertaannya dalam acara ini.
Sejarawan sekaligus pendiri Komunitas Historia, Asep Kambali sebagai narasumber pertama, memulai acara dengan menampilkan paparan bertajuk ‘Memahami Semangat Sumpah Pemuda’.
Asep mengajak para peserta untuk memahami perjuangan para pemuda masa dulu terutama dengan berdirinya Boedi Oetomo pada tanggal 20 Mei 1908 yang menjadi tonggak awal bersatunya para pemuda Indonesia tanpa mengindahkan aspek kedaerahan masing-masing.
Setelah itu, para peserta diajak untuk melakukan tur virtual ke Museum Kembangkitan Nasional dengan dipandu oleh edukator museum, Swa Adinegoro. Museum ini sebelumnya pernah menjadi tempat kuliah jurusan kedokteran yang bernama STOVIA.
Para peserta dapat melihat beragam ruangan di dalam museum, seperti contohnya ruangan kelas mahasiswa STOVIA, ruang asrama mahasiswa dan ruang kebangkitan pendidikan.
Swa Adinegoro menyampaikan bahwa Marie Thomas adalah dokter perempuan pertama yang menjadi lulusan STOVIA pada tahun 1922.
“Kami merencanakan untuk mengadakan pameran khusus mengenai Marie Thomas yang akan dirilis pada tanggal 10 November mendatang”, ucapnya.
Selepas pemaparan dari narasumber pertama, moderator mengajak para peserta berpartisipasi aktif mengikuti kuis melalui platform Slido. Para peserta diuji wawasannya mengenai ruang yang ada di Museum Kebangkitan Nasional.
Adapun kuis dibagi berdasarkan tiap jenjang sekolah dan perguruan tinggi. Sesi pemaparan narasumber kedua dibawakan oleh Kepala Balai Bahasa Sumatera Utara, Maryanto.
Dengan metode interaktif Maryanto menyatakan, “Bahasa daerah kita memang beragam, tapi semuanya satu hati untuk merdeka. Itu menyatukan karakter kita sebagai bangsa Indonesia,” tuturnya ketika menyampaikan paparan pada Sesi “Sejarah Bahasa Indonesia menjadi Bahasa Persatuan”.
“Tanpa bahasa persatuan, kita sebagai bangsa akan mudah dipecah belah. Kemerdekaan bangsa kita akan tercapai dengan persatuan anak Indonesia yang salah satunya terikat oleh satu Bahasa Indonesia,” kata Maryanto mengutip Tabrani D.I., salah satu tokoh pemuda 1928.
Seperti bunyi dari Tri Gatra Bahasa, “Kita harus mengutamakan bahasa Indonesia, melestarikan bahasa daerah, dan menguasai bahasa asing,” tegas Maryanto.
Berikutnya, para peserta diajak mengunjungi Museum Sumpah Pemuda secara virtual bersama edukator Dwi Nurdadi.
“Dulu, para pemuda mendirikan organisasi-organisasi pemuda seperti Jong Java dan Jong Sumatra. Saat itu, sifat organisasi masih kedaerahan. Kemudian pada saat Kongres Pemuda II tanggal 27 – 28 Oktober 2020, sifat perjuangan pemuda sudah tidak lagi keagamaan atau kedaerahan, tapi sudah satu suara ingin merdeka,” terang Dwi.
“Selain aktif mendiskusikan politik, para pemuda juga tetap asyik beraktivitas kepemudaan, seperti kesenian, olahraga, dan kepanduan (sekarang pramuka),” katanya.
Dalam penjelasanya, Dwi menceritakan bahwa teks awal lagu ‘Indonesia Raya’ karya WR Supratman awalnya berlirik ‘Indonesia Raya, mulia, mulia.
“Sebab saat itu, kata ‘merdeka’ sangat tabu diucapkan. Pada 1944, kata ‘mulia’ diganti menjadi ‘merdeka’,” tambah Dwi.
Setelah rangkaian tur virtual museum selesai, moderator mengajak peserta berpartisipasi aktif mengikuti kuis interaktif. Para siswa diuji pengetahuannya seputar Sumpah Pemuda.
Atlet muda panjat tebing nasional, Aries Susanti Rahayu pun turut hadir memotivasi para peserta didik yang hadir pada webinar ini sebagai narasumber yang ketiga.
Aries mengaku bahwa ucapan negatif di sekitar yang meremehkan dirinya, justru memacu dia untuk berprestasi bahkan sampai ke tingkat nasional.
“Pesan saya, tanamkan nilai Pancasila dalam diri kita, terutama Persatuan Indonesia. Kita sebagai anak muda harus bersatu memajukan Indonesia. Kalau saya, dengan cara olahraga. Kalian juga bisa berprestasi akademik atau seni. Tidak ada yang tidak mungkin. Kalau kita usaha keras, pasti kita bisa mencapai impian kita,” kata Aries.
Selanjutnya, peserta kembali diajak bertualang secara digital bersama Kak Yuni dari Museum Perumusan Naskah Proklamasi. Museum ini aslinya adalah rumah Laksamana Maeda yang kemudian dipakai para pemuda untuk berkumpul mempersiapkan kemerdekaan. Museum ini juga makin modern dengan fitur digital museum, video mapping, dan komik digital.
Sebagai penutup acara, Kepala Puspeka, Hendarman menyatakan, “Kita harus mengetahui sejarah untuk menjadi lebih baik. Kita harus bersatu, sebab tanpa persatuan kita runtuh. Mari bersatu di atas segala perbedaan dan membiasakan diri melihat perbedaan. Kita harus sama-sama berjuang untuk bangsa ini, bukan untuk diri sendiri saja, tapi untuk kita semua.”