MONITOR, Jakarta – Anggota Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP), Didik Supriyanto, mengungkapkan bahwa Tim Pemeriksa Daerah (TPD) harus memahami soal kode etik penyelenggara pemilu.
“Dalam profesional itu ada tiga elemen, elemen yang pertama adalah sumber penghasilan, lalu elemen yang kedua adalah pengetahuan keterampilan, elemen terakhir dari profesionalitas adalah kode etik,” ungkapnya dalam keterangan tertulis, Jakarta, Jumat (30/10/2020).
Didik mengatakan, kode etik di dunia kepemiluan diciptakan untuk menjaga kepercayaan masyarakat terhadap lembaga penyelenggara pemilu. Oleh karena itu, kode etik itu harus dipahami dan dijaga demi menjaga kepercayaan masyarakat.
Menurut Didik, salah satu asas dalam kode etik penyelenggara pemilu adalah asas integritas. Asas tersebut sangat penting untuk menjaga kepercayaan masyarakat terhadap lembaga penyelenggara pemilu.
“Karena jika penyelenggara pemilu tidak menegakkan integritas maka hasil dari pemilu tidak otentik yang mana hasil dari penyelenggara tidak otentik maka masyarakat akan tidak percaya terhadap penyelenggara pemilu dan mengakibatkan demokrasi jadi rusak,” katanya.
Didik menjelaskan, semua profesi memiliki kode etik karena siapa pun yang memiliki pengetahuan dan keterampilan cenderung memonopoli sebuah kebijakan. Karenanya, menurut Didik, setiap profesi menciptakan kode etiknya masing-masing untuk menghindari kecenderungan tersebut.
“Dan kita (DKPP dan TPD), jika kita ingin melihat kode etik yang bagus, kita dapat melihat dari profesi dokter karena profesi dokter sudah ada lama bahkan mungkin dari zaman Aristoteles,” ujarnya.
Sementara itu, Anggota DKPP Teguh Prasetyo, berpendapat bahwa hal utama dalam etika adalah kejujuran. Kejujuran ini dinilai menjadi penting dan ini pun diimplementasikan dalam sidang DKPP.
“Pihak Teradu dalam sidang DKPP tidak boleh didampingi lawyer, karena ia seharusnya mampu menjelaskan tentang dugaan pelanggaran kode etik yang dituduhkan kepadanya,” ungkapnya.
Selain itu, Teguh juga menerangkan bahwa DKPP sangat menaruh perhatian terhadap kemandirian penyelenggara pemilu. Hal ini, menurut Teguh, sangat penting karena penyelenggara harus bebas dari intervensi semua pihak.