Jumat, 26 April, 2024

Perpres Pelibatan TNI dalam Menangani Terorisme Harus Dikaji Ulang

"DPR dan Pemerintah masih belum mampu membuat batasan yang jelas"

MONITOR, Jakarta – Ketua Badan Pengurus SETARA Institute, Hendardi, meminta Pemerintah dan DPR RI untuk mengkaji lagi Peraturan Presiden (Perpres) tentang pelibatan TNI dalam memberantas terorisme.

Hendardi mengungkapkan bahwa pembahasan Rancangan Perpres tentang Pelibatan TNI dalam Penanganan Aksi Terorisme di forum konsultasi DPR dan Pemerintah belum menunjukkan kemajuan signifikan untuk memastikan integritas criminal justice system dan penanganan tindak pidana terorisme secara adil dan akuntabel.

“DPR dan Pemerintah masih belum mampu membuat batasan yang jelas tentang definisi terorisme, level terorisme yang membutuhkan pelibatan TNI, batasan keterlibatan TNI, sehingga berpotensi menjadikan TNI sebagai penegak hukum, yang justru bertentangan dengan sistem hukum pidana Indonesia,” ungkapnya dalam keterangan tertulis, Jakarta, Rabu (7/10/2020).

Menurut Hendardi, isu tentang lemahnya mekanisme pengawasan dan akuntabilitas TNI, adanya sumber anggaran daerah, serta potensi benturan dengan aparat penegak hukum akibat kerancuan substansi belum mendapatkan perhatian serius dari DPR.

- Advertisement -

Hendardi menyebutkan, tugas DPR khususnya Komisi I yang merupakan mitra TNI, adalah memastikan Undang-Undang (UU) Nomor 34 Tahun 2004 tentang TNI dijalankan secara konsisten untuk menopang profesionalisme TNI.

“Melalui forum konsultasi pembentukan R-Perpres ini, Komisi I DPR justru mensponsori penyimpangan UU TNI, khususnya terkait dengan ketentuan Operasi Militer Selain Perang (OMSP),” ujarnya.

Hendardi mengatakan, Komisi I DPR justru mendorong keterlibatan TNI dalam penanganan terorisme dalam kerangka criminal justice system, yang justru merupakan pengingkaran terhadap integritas sistem hukum nasional.

“TNI bukanlah penegak hukum. Karena itu pelibatannya dalam penanganan terorisme hanya terbatas pada jenis dan level terorisme yang spesifik,” katanya.

Oleh karena itu, Hendardi menyampaikan, konsultasi DPR dan Pemerintah harus dilakukan terbuka dan kembali menghimpun masukan publik secara serius. Menurut Hendardi, Komisi I DPR harus berhati-hati membahas Rancangan Perpres tersebut karena berpotensi merusak sistem hukum Indonesia.

“Jika diperlukan, DPR RI dapat mengembalikan R-Perpres tersebut kepada pemerintah untuk dapat diperbaiki kembali sebelum dibahas lebih lanjut,” ungkapnya.

- Advertisement -

BERITA TERKAIT

TERPOPULER