Para prajurit Arhanud TNI AD saat sedang menggelar Latbakjatrat Terintegrasi TA 2020 dari 5-11 September 2020 di Lapangan Tembak AWR TNI AU di Kabupaten Lumajang, Jawa Timur. (Dispenad)
MONITOR, Jakarta – Tentara Nasional Indonesia (TNI) diharapkan untuk segera meningkatkan kemampuan dan persenjataan dalam menghadapi ancaman senjata Chemical, Biology, Radiation and Nuclear (CBRN).
Hal itu disampaikan oleh Pengamat Militer dan Intelijen, Susaningtyas Kertopati, dalam rangka Peringatan Hari Ulang Tahun (HUT) ke-75 TNI yang diperingati pada 5 Oktober setiap tahunnya.
Wanita yang akrab disapa Nuning itu menilai, HUT TNI tahun ini terbilang cukup unik karena kondisi negara yang masih berjuang menghadapi Pandemi Covid-19.
“Sejak Maret tahun ini TNI bersama kementerian dan instansi pemerintah yang lain serta seluruh komponen bangsa bahu membahu menangani korban yang terinfeksi sekaligus berusaha memutus rantai penularan,” ungkapnya kepada MONITOR saat dihubungi, Jakarta, Senin (5/10/2020).
Terkait hal itu, Nuning menyampaikan, TNI memang dituntut untuk mampu merespons bencana non-alam seperti pandemi Covid-18 ini secara terukur dan sistematis. Pengalaman TNI selama beberapa tahun terakhir menghadapi bencana alam kini diproyeksikan menghadapi bencana non-alam.
“Operasi Militer Selain Perang (OMSP) menghadapi bencana non-alam menghadapi pandemi Covid-19 merupakan pelajaran berharga untuk mengantisipasi terulangnya kembali pandemi,” ujar Dosen Intelijen Maritim Universitas Pertahanan itu.
Dari Perspektif Sistem Pertahanan Negara, menurut Nuning, maka OMSP menghadapi pandemi Covid-19 juga dapat diterapkan menghadapi ancaman senjata biologis. Dengan parameter dan indikator yang sama, maka kemampuan TNI menghadapi ancaman senjata biologis pada gilirannya juga bisa diimplementasikan untuk menghadapi Senjata Pemusnah Massal (Weapon of Mass Destruction) lainnya.
“Ancaman senjata nuklir, senjata kimia dan senjata radiasi juga memiliki skala tinggi untuk dideteksi dan ditangkal,” katanya.
Melalui peringatan HUT ke-75 ini, Nuning mengungkapkan, TNI diharapkan segera meningkatkan kemampuan dan persenjataannya untuk menghadapi ancaman CBRN tersebut.
“Wabah Covid-19 merupakan ancaman nirmiliter. Ancaman nirmiliter berbeda dengan ancaman militer dan ancaman non-militer. Ketiganya kini dikenal sebagai ancaman hybrida dan telah merubah perspektif ancaman di masa mendatang.
Senjata biologi dan pertahanan negara anti-senjata biologi merupakan ilmu pengetahuan yang harus dikuasai TNI,” ungkapnya.
Melihat semakin luasnya ancaman dalam kurun waktu ke depan, Nuning menambahkan, TNI membutuhkan peningkatan kualitas sumber daya manusianya sebagai bagian modernisasi Alutsista sehingga dibutuhkan kemampuan manajemen tempur dan diplomasi militer yang handal.
MONITOR, Banten - Komisi Penyiaran Indonesia Daerah (KPID) Banten secara resmi menjatuhkan sanksi administratif berupa…
MONITOR, Jakarta - Anggota Komisi II DPR RI, Muhammad Khozin menyoroti pemberitaan media Inggris The…
MONITOR, Jakarta - Menteri Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) Maman Abdurrahman menegaskan pentingnya memperluas…
MONITOR, Jakarta - Siswa Madrasah Aliyah Negeri (MAN) 2 Kudus unjuk preatasi pada Festival Inovasi…
MONITOR, Jakarta - Ketua DPR RI Puan Maharani menegaskan DPR menghormati sepenuhnya putusan Mahkamah Konstitusi…
MONITOR, Jakarta - Anggota Komisi VIII DPR RI, Selly Andriany Gantina, menyampaikan keprihatinan mendalam atas…