Jumat, 19 April, 2024

Peneliti Sebut BIN Justru Wajib Ikut Atasi Covid-19

“Upaya ini semestinya didukung bukan justru disalahkan”

MONITOR, Jakarta – Badan Intelijen Negara (BIN) justru memiliki kewajiban untuk turut serta membantu negara dalam mengatasi pandemi Covid-19 yang tengah melanda dunia.

Hal itu diungkapkan oleh Peneliti Kajian Stratejik Intelijen Universitas Indonesia (UI), Ridlwan Habib, saat menanggapi polemik soal peran BIN yang ikut menangani Covid-19 yang kembali mencuat yang ada dalam editorial sebuah majalah nasional yang menulis bahwa intelijen tidak boleh ikut mengatasi pandemi. 

Ridlwan Habib menegaskan bahwa BIN justru memiliki kewajiban untuk ikut mengatasi Covid-19. “BIN wajib menyelamatkan masyarakat dari ancaman keamanan berupa pandemi, itu justru amanat Undang-Undang (UU) 17 Tahun 2011 tentang Intelijen,” ungkapnya di Jakarta, Senin (28/9/2020).

Menurut Ridlwan, sesuai tugas pokoknya sebagai lini depan pertahanan nasional, BIN boleh membuat satgas penanganan Covid-19.

- Advertisement -

“Aturan di Undang-Undang Intelijen ada di pasal 30, satgas tentu berkualifikasi medis dan sesuai dengan bentuk ancaman,” ujarnya. 

Di Amerika Serikat, lanjut Ridlwan, ada sebuah lembaga yang namanya National Centre for Medical Intelligence (NCMI).

“NCMI di Amerika bekerja di bawah Defense Intelligence Agence atau Intelijen Kementerian Pertahanan dan juga sedang mati-matian melawan Corona (Covid-19) di Amerika,” kata alumni S2 Intelijen UI itu. 

Ridlwan menyebutkan bahwa pandemi Covid-19 sudah menjadi ancaman nasional yang tidak saja melumpuhkan nyawa manusia namun juga berdampak luas terhadap ekonomi, politik dan hubungan internasional.

“Jangan memahami definisi ancaman secara sempit, seolah-olah intelijen hanya boleh mengurusi penjahat dan teroris, itu pandangan yang sempit, kuno dan ketinggalan zaman,” ungkap Direktur The Indonesia Intelligence Institute itu.

Ridlwan menjelaskan, setiap kegiatan BIN wajib dilaporkan pada Komisi I DPR RI sebagai mitra yang menjadi perwakilan rakyat. “Sejauh yang saya dengar, DPR justru mengapresiasi kerja BIN yang memperbanyak tes dan tracing di berbagai wilayah di Indonesia,” ujarnya.  

Soal perbedaan hasil uji usap atau test swab, menurut Ridlwan, hal itu sangat mungkin terjadi karena perbedaan alat maupun standar pengukuran load virus.

“Jika seseorang diperiksa di hari Senin masih positif, lalu tes di hari Selasa sudah negatif,  ada waktu 24 jam yang menentukan kadar sisa virus atau load virus, dalam istilah medis disebut Ct,” katanya.  

Tindakan BIN yang memperbanyak uji usap dan penelusuran, lanjut Ridlwan, sejalan dengan ide kalangan LSM dan aktivis kesehatan yang selama ini mendesak pemerintah memperbanyak tes.

“BIN tampaknya mendengar saran para SJW atau social justice warrior yang selama ini bersuara di media sosial, ini terobosan yang baik dalam organisasi intelijen,” ungkapnya. 

Bahkan, Ridlwan menambahkan, Sekolah Tinggi Intelijen Negara (STIN) akan segera membuka jurusan khusus S2 Intelijen Medis agar agen-agen BIN lebih terlatih menghadapi pandemi.

“Prinsip intelijen harus bisa mengatasi ancaman apapun di masa depan yang membahayakan keselamatan masyarakat luas, upaya ini semestinya didukung bukan justru disalahkan,” ujarnya.

- Advertisement -

BERITA TERKAIT

TERPOPULER