Senin, 25 November, 2024

Libatkan Pakar, Kementan Bahas Implementasi Perlindungan Lahan Pertanian

MONITOR, Jakarta – Alih fungsi lahan masih menjadi ancaman serius buat pertanian. Untuk menyikapi hal ini, Kementerian Pertanian (Kementan) melalui Ditjen Prasarana dan Sarana Pertanian (PSP) melibatkan sejumlah pihak dan membahasnya dalam Webinar Implementasi Perlindungan Lahan Pertanian Berkelanjutan, via aplikasi Zoom, dan disiarkan secara live streaming di Youtube, Sabtu (26/9/2020).

Tampil sebagai pembicara Peneliti Sosial Ekonomi Pertanian Achmad Suryana, Ahli Tata Negara Universitas Pamulang Bachtiar Baetal, dan Guru Besar FH Unpar Koerniatmanto.

Menurut Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo, alih fungsi harus disikapi dengan serius.

“Alih fungsi lahan adalah ancaman serius buat pertanian. Karena kegiatan ini semakin mengurangi lahan pertanian dan tentunya membuat produksi semakin menurun. Permasalahn ini harus dicarikan jalan keluarnya bersama-sama. Sehingga pertanian tidak terganggu dan produksi pertanian bisa terus berlangsung,” katanya.

- Advertisement -

Dirjen PSP Kementerian Pertanian Sarwo Edhy mengatakan Kementerian Pertanian memberikan perhatian serius dalam masalah ini.

“Ujung tombak pencegahan alih fungsi lahan ada di pemerintah daerah. Karena, lahan-lahan yang beralih fungsi itu ada di daerah. Tetapi, kita di Kementerian Pertanian selalu siap berkoordinasi untuk menyelesaikan masalah ini. Karena kita tidak mau pertanian terganggu,” katanya.

Menurut Peneliti Sosial Ekonomi Pertanian Achmad Suryana, jenis-jenis LP2 yang perlu dilindungi berdasarkan UU PLP2B adalah lahan yang dialokasikan untuk memproduksi pangan pokok.

“Pangan pokok sendiri berupa sumber pangan nabati dan hewani sebagai makanan utama yang diproduksi di dalam negeri. Jadi bukan hanya padi atau beras dan bukan bersumber dari impor,” katanya.

Menurutnya, LP2 merupakan faktor utama untuk memproduksi pangan. Terlebih, produksi pangan dalam negeri merupakan unsur utama dari subsistem ketersediaan pangan. Dijelaskannya, penurunan produksi pangan dalam negeri, akan mempengaruhi keseluruhan sistem pangan.

“Akibatnya, ketersediaan pangan akan turun, keterjangkauan juga turun melalui kenaikan harga, pemanfaatan pun turun melalui berkurangnya konsumsi per kapita,” terangnya.

Achmad Suryana menambahkan, konversi LP2 akan menyulitkan pencapaian konsumsi pangan dan gizi (KPG). Oleh karena itu, tersedianya LP2 berkelanjutan untuk mewujudkan KPG mutlak diperlukan

Menurutnya, pengendalian LP2B dilakukan oleh pemerintah dan Pemda melalui pemberian insentif, disinsentif, mekanisme perizinan, proteksi, serta penyuluhan berdasarkan pasal 36

“Peraturan untuk pengendalian LP2B sudah ada dalam UU LP2B dan 4 pasal turunannya, yaitu nomor 1/2011, nomor 12/2012, nomor 25/2012, dan nomor 30/2012. Langkah pengendalian LP2B harus dilakukan secara tegas dan konsisten oleh pemerintah untuk mencapai KPG berkelanjutan,” katanya.

Narasumber lainnya, Ahli Tata Negara Universitas Pamulang Bachtiar Baetal, menilai ada keterkait antara upaya perlindungan lahan pangan dengan isu kemandirian pangan.

“Untuk itu, perlindungan lahan pertanian sangat penting untuk dikedepankan. Apalagi perlindungan lahan pertanian bukan hanya tugas pertanian, tapi semua pihak terkait, dan tugas kita semua,” katanya.

Bachtiar Baetal menilai saat ini konversi alih fungsi lahan pertanian masih tinggi. Dan ini membuktikan penerapan UU yang ada belum berjalan efektif. Selain itu, perlu konsistensi pemerintah daerah dalam menerapkan peraturan alih fungsi lahan.

Guru Besar FH Unpar Koerniatmanto mengatakan, ancaman alih fungsi lahan pertanian antara lain tanaman pangan berubah menjadi non tanaman pangan, pertanian yang bisa berubah menjadi non pertanian, juga menjadi komoditas dagang, kemudian petani gurem yang harus dihadapkan dengan agrokorporasi, dan hutan yang dipaksakan beralih menjadi pertanian.

Untuk mengetahui permasalah ini, Koerniatmanto mengatakan harus dilihat dari dua sisi, yaitu petani dan pemerintah.

“Dari sisi petani, lahan adalah sumber penghidupan. Artinya, secara prinsip petani tidak akan melepas lahanya. Kendalanya, ada kebutuhan yang mendesak yang membuat petani terpaksa menjual lahan. Hal ini bisa disebabkan karena kondisi sekitar yang memaksa, karena lahan yang tercemar atau terkontaminasi, atau lahan yang sudah rusak dan tidak subur,” katanya.

Dari sisi pemerintah atau pemerintah daerah, ada faktor ketahanan pangan harus senantiasa tersedia. Apalagi pemerintah adalah pemegang kewenangan atau perizinan.

“Kepentingan pemerintah daerah adalah peningkatan pendapatan asli daerah, peningkatan daya saing daerah melalui industri manufaktur dan jasa. Dalam kondisi ini, pertanian menjadi kurang efisien,” ujarnya.

- Advertisement -

BERITA TERKAIT

TERPOPULER