MONITOR, Jakarta – Kementerian Pertanian (Kementan) melalui Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan (Ditjen PKH) terus melakukan upaya peningkatan nilai tambah dan daya saing produk daging sapi asli Indonesia. Kali ini melalui Branding Special Bali Beef untuk daging Sapi Bali dari hasil penggemukan berbasis pakan lokal, yaitu Lamtoro Taramba, dan melalui penanganan pasca panen tertentu yang menghasilkan daging rendah lemah namun tetap bertekstur empuk.
Menteri Pertanian (Mentan) Syahrul Yasin Limpo pada acara Sosialisasi dan Uji Rasa Special Bali Beef di Mandalika NTB, yang juga dihadiri Gubernur Provinsi NTB, sangat menyambut baik program ini karena diharapkan dapat menjadi produk unggulan nasional yang diakui dunia. Syahrul juga memuji kelembutan Special Bali Beef pada saat mencicipi daging yang sudah dijadikan steak. Ia mengaku baru pertama kali merasakan kelembutan daging dari Indonesia yang luar biasa.
“Daging yang selembut ini untuk pertama kalinya. Kelembutannya saya rasa sudah seperti daging sapi impor. Selain itu, ada aroma yang khas dan ini bisa menjadi keunggulan dibanding daging sapi lainnya,” kata Menteri SYL
Ia berpesan, ke depannya pengembangan Special Bali Beef ini harus terus dilanjutkan. Harapannya, agar produksi, kualitas daging dan pemasarannya terus meningkat. Menteri SYL meyakini, Special Beef Bali ini akan menjadi prospek yang baik ke depannya.
“Kalau mau lebih lagi, saya kira memang dari waktu ke waktu harus dijaga pemeliharaan dan peningkatan kualitasnya. Termasuk memberikan sosialisasi ke rumah potong hewan bagaimana tata cara memotongnya,” ucapnya.
“Ini daging Indonesia, khas Indonesia dan tidak kalah lembut dengan daging impor, saya sangat menikmati. Saya yakin ini sebuah prospek baik ke depannya,” tandas Menteri SYL.
Sementara itu, Gubernur NTB, Zulkieflimansyah mengungkapkan akan berkomitmen mengembangkan Special Bali Beef ini di NTB. Pasalnya, NTB menurutnya memiliki potensi besar untuk pengembangan Special Bali Beef karena Lamtaro Taramba untuk pakan melimpah.
Selain itu, Zulkieflimansyah yang mencicipi daging Special Bali Beef ini mengaku terkesan dengan kelembutan dan tekstur dagingnya yang tidak alot. Untuk itu, ia akan berupaya mengembangkan Special Bali Beef ini di daerahnya untuk menjadi komoditas unggulan dari NTB.
Pada kesempatan tersebut, Direktur Jenderal PKH Nasrullah menyampaikan bahwa pengembangan Special Bali Beef ini diharapkan dapat meningkatkan kesejahteraan dan pendapatan peternak, karena harga jual Special Bali Beef lebih tinggi Rp 20 ribu sampai Rp 30 ribu/kg jika dibandingkan dengan daging Sapi Bali biasa.
“Selain itu, Special Bali Beef ini biaya pemeliharaannya juga cukup rendah dan masa penggemukan yang lebih singkat dari Sapi Bali biasa,” ujar Nasrullah.
Segmentasi pasar untuk Special Bali Beef ini ditargetkan terutama untuk hotel, restoran, dan catering, khususnya untuk daerah pariwisata seperti Bali, Lombok dan kota-kota besar lainnya.
Special Bali Beef ini juga sudah melewati riset bersama antara Universitas Mataram, Balai Pengkajian Teknologi Pertanian NTB, University of Queensland Australia, Massey University of New Zealand, dan Australian Centre for International Agricultural Research sejak tahun 2016.
Pada riset tersebut, Sapi Bali digemukkan dengan memanfaatkan pakan lokal yaitu Lamtoro Taramba tanpa tambahan konsentrat apapun selama minimal 4 bulan. Pertumbuhan Sapi Bali yang digemukan dengan lamtoro sebagai pakan tunggal pada kondisi penelitian adalah 0,47 kg/hari.
“Laju pertumbuhan ini dua kali lebih cepat dibandingkan dengan laju pertumbuhan Sapi Bali yang dilepas di padang atau diberi pakan seadanya oleh peternak,” jelas Nasrullah.
Laju pertumbuhan yang lebih cepat ini diyakini dapat meningkatkan keempukan daging Sapi Bali karena pertumbuhan yang lebih cepat memungkinkan ternak tersebut mencapai berat potong pada umur yang jauh lebih muda.
“Kegiatan Branding Special Bali Beef ini juga merupakan sinergitas antara Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan dan Pemerintah Daerah Provinsi NTB,” ucap Nasrullah.
Nasrullah menambahkan, riset untuk Special Bali Beef ini didukung dengan data dari penelitian lain. Riset lain menyatakan bahwa daging sapi yang dihasilkan dari sapi yang digemukkan dengan 100% pakan hijauan akan menghasilkan daging dengan Asam Lemak Jenuh 11% lebih rendah, Asam Lemak Tidak Jenuh 10% lebih tinggi, Asam lemak omega-3 75% lebih tinggi, dan CLA 175% lebih tinggi dari daging sapi yang digemukan dengan pakan konsentrat (French et al, 2000).
“Sehingga dapat dipastikan, Special Bali Beef merupakan produk daging sapi yang memiliki nilai tambah dari nilai gizi dan nutrisinya serta berdaya saing karena lebih baik untuk kesehatan,” imbuh Nasrullah.
Ia berharap, Special Bali Beef yang merupakan daging sapi asli Indonesia ini bisa segera mendunia dan menjadi kebanggaan bangsa Indonesia.
Ia memastikan, ke depannya Ditjen PKH akan memfasilitasi kelompok-kelompok pembibitan dan penggemukan Sapi Bali di Provinsi NTB untuk mendapatkan sertifikasi organik. Sehingga harapannya dapat menghasilkan varian baru dari Special Bali Beef yang memiliki nilai jual lebih tinggi.
Selain itu Nasrullah juga menyampaikan salah satu upaya promosi keunggulan produk suatu wilayah dapat dilakukan melalui Pendaftaran Indikasi Geografis (IG) yang telah diakui oleh pasar global, dan saat ini Provinsi Nusa Tenggara Barat telah memiliki 2 produk peternakan yang terdaftar di Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual sebagai Produk Indikasi Geografis, yaitu Susu Kuda Sumbawa dan Madu Sumbawa.
“Harapan kami ke depan juga setiap provinsi di Indonesia juga memiliki produk-produk peternakan yang terdaftar sebagai Produk Indikasi Geografis, Untuk itu, semoga kita terus diberi kesehatan, keselamatan dan kekuatan agar bisa terus mendarma-baktikan tugas dan karya kita bagi kemajuan pembangunan peternakan,” tuturnya.