HUKUM

Hubungan Hukum dan Etika Tak Bisa Dilihat Lagi Secara Vertikal

MONITOR, Jakarta – Di zaman sekarang ini, hubungan antara hukum dan etika itu tidak bisa dilihat dalam konteks atas bawah, tapi harus luar dan dalam.

Hal itu disampaikan oleh Guru Besar Hukum Tata Negara (HTN) Universitas Indonesia (UI), Jimly Asshidiqie, dalam Diskusi Publik Virtual berjudul ‘Urgensi Pelembagaan Peradilan Etika dan Transparansi Persidangan Peradilan Etika’ yang diadakan oleh Jimly School of Law and Government (JSLG)-Konrad Adenauer Stiftung (KAS), Jakarta, Kamis (13/8/2020).

Jimly mengungkapkan, jika masih melihat hubungan hukum dan etika itu secara vertikal atau atas bawah, mana yang lebih tinggi dan mana yang lebih rendah, maka akan terus terjadi perdebatan dan pertentangan.

Misalnya saja, Jimly mencontohkan, jika ditanyakan kepada para ulama, rohaniawan atau agamawan, maka mereka pasti secara serentak dan kompak akan menjawab etika lebih tinggi daripada hukum. Tapi jika ditanyakan kepada para sarjana hukum, maka pasti jawabannya hukum lebih tinggi daripada etika.

“Sekarang tidak bisa lagi kita melihat hubungan hukum dan etika itu dalam konteks atas bawah, mana yang lebih tinggi. Zaman sekarang sudah berubah, kita tidak bisa lagi melihat hubungan antara legal norm dengan ethical norm dalam hubungan vertikal. Dua-duanya sekarang ini harus dilihat, pertama luar dan dalam, hukum itu luarnya, dalamnya itu etika keadilan, itu satu,” ungkapnya seperti dikutip MONITOR.CO dari akun Youtube JLSG, Jakarta, Jumat (14/8/2020).

Yang kedua, mantan Ketua Mahkamah Konstitusi itu menyebutkan, seperti yang dikemukan oleh mantan Ketua Mahkamah Agung Amerika Earl Warren yang menyatakan bahwa ‘in a civilized life, law floats in a sea of ethics’.

“Di Indonesia sering saya perumpakan, hukum itu kapal, etika itu samudera, maka kalau samuderanya kering, artinya masyarakat bangsa itu tidak berakhlak, tidak mungkin kita berharap akan tumbuhnya keadilan. Kapal hukum tidak mungkin berlayar menuju pulau keadilan jikalau samudera etikanya kering,” ujarnya.

Maka dari itu, menurut Jimly, hubungan hukum dengan etika itu bukan lagi atas bawah, tapi lebih kepada kolaborasi dan saling menunjang.

Mantan Ketua Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) itu mengatakan, sesuatu yang melanggar hukum pasti melanggar etika juga, karena etika itu lebih luas. Tapi segala sesuatu yang tidak melanggar hukum, belum tentu tidak melanggar etik.

“Jadi kalau DKPP berkata si A melanggar kode etik berat, belum tentu melanggar hukum menurut kriteria Pengadilan Negeri, Pengadilan Agama ataupun Pengadilan TUN, itu dua hal yang tidak ada hubungannya,” katanya.

Recent Posts

Ini Progres PSN di Sektor Perikanan Budidaya dalam Satu Tahun Kabinet Merah Putih

MONITOR, Jakarta - Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) tancap gas memperkuat sektor perikanan budidaya nasional…

7 menit yang lalu

Struktur Ditjen Pesantren, Kemenag Usulkan Lima Direktorat Plus Satu Sekretariat

MONITOR, Jakarta - Kementerian Agama tengah menyiapkan pembentukan Direktorat Jenderal (Ditjen) Pesantren yang ditargetkan rampung…

3 jam yang lalu

Luncurkan QRIS Wakaf Tunai, Forjukafi Kukuhkan Ma’ruf Amin Sebagai Ketua Dewan Kehormatan

MONITOR, Jakarta - Setelah resmi mendapatkan izin sebagai lembaga Nazir wakaf uang, Forum Jurnalis Wakaf…

4 jam yang lalu

Industri Manufaktur Lanjut Ekspansif, Optimisme Pelaku Usaha Meningkat

MONITOR, Jakarta - Industri manufaktur nasional terus menunjukkan ketahanannya di tengah dinamika ekonomi global maupun…

11 jam yang lalu

Curi Perhatian, Mahasiswa UIN Jakarta Pamerkan Robot Pengumpul Sampah di AICIS+ 2025

MONITOR, Depok - Mahasiswa Program Studi Teknik Informatika, Fakultas Sains dan Teknologi (FST) UIN Syarif…

12 jam yang lalu

Antisipasi Korban Online Scam Seperti WNI di Kamboja, Puan Dorong Sistem Early Warning

MONITOR, Jakarta - Ketua DPR RI Puan Maharani menyampaikan keprihatinan mendalam atas kasus 110 warga…

14 jam yang lalu