Anggota Bawaslu RI Ratna Dewi Pettalolo/dok: net
MONITOR, Jakarta – Anggota Bawaslu RI Ratna Dewi Pettalolo mengatakan pembatasan tahapan pengaturan politisasi SARA menjadi problem dalam mewujudkan Pilkada tanpa politisasi isu SARA. Hal tersebut disampaikannya saat mengisi diskusi online yang digelar Sudut Demokrasi Rakyat, Kamis (13/8).
Bahkan, dalam menangani persoalan pelanggaran pilkada, Bawaslu harus meminta pendapat para ahli agar tidak salah mengartikan persoalan yang dihadapi.
“Dalam penanganan pelanggaran, kami harus meminta pendapat ahli dalam menerjemahkan apa yang dimaksud dengan ujaran kebencian dan hoax ini,” ujar Ratna Dewi.
“Dalam menangani ujaran kebencian atau Hoax, tidak mudah kita buktikan,” sambungnya.
Misalnya, kata Ratna, pada Pemilu 2019 kemarin, pihaknya hanya bisa membuktikan kasus pada putusan pengadilan inkrah hanya 4 kasus dari beberapa temuan yang diproses. Hal ini dikarenakan waktunya butuh lama.
“Apalagi nanti di Pilkada 2020 karena UU ini tidak ada perubahan, dan ini akan menjadi tantangan bagi Bawaslu,” imbuhnya.
MONITOR, Jakarta - Masa Ta’aruf Siswa Madrasah (MATSAMA) 2025 resmi dimulai. Menteri Agama Republik Indonesia,…
MONITOR, Bekasi - Sebagai wujud komitmen terhadap kepedulian sosial perusahaan, PT Jasamarga Transjawa Tol (JTT)…
MONITOR, Jakarta - Seorang anak berusia enam tahun bernama Syahrul mencuri perhatian Menteri Agama Nasaruddin…
MONITOR, Jakarta - Fungsi kemasan tak sekadar menjadi pemanis atau pelindung bagi sebuah produk, tetapi…
MONITOR, Jakarta - Kementrian Perumahan dan Kawasan Pemukiman (PKP) akhirnya membatalkan usulan soal wacana pengecilan…
MONITOR, Jakarta - Dalam rangka mempererat sinergi dan semangat sportivitas antarunit kerja, Direktorat Operasi PT…