Selasa, 23 April, 2024

Di Tengah Pandemi, Petani Kulonprogo Rintis Bawang Merah Ramah Lingkungan

MONITOR, Kulonprogo – Gedor Horti atau Gerakan Mendorong Produksi, Meningkatkan Daya Saing dan Ramah Lingkungan Hortikultura merupakan program strategis jangka panjang Direktorat Jenderal Hortikultura.

Gedor Horti dilaksanakan menggunakan pendekatan pengembangan kawasan hortikultura yang berdaya saing. Caranya melalui penggunaan benih bermutu, pendampingan budi daya, pengawalan dan pengendalian Organisme Pengganggu Tanaman (OPT), penguatan kelembagaan tani, penyiapan sarana pascapanen, dan pembentukan pasar tani/pasar lelang.

Salah satu yang tengah digenjot adalah budidaya bawang merah ramah lingkungan.

Dirjen Hortikultura Prihasto Setyanto dalam keterangannya, Rabu (5/8) menyatakan dukungannya terhadap upaya produksi bawang merah ramah lingkungan.

- Advertisement -

“Pasar global menuntut produk hortikultura yang berkualitas dan aman konsumsi. Preferensi konsumen sudah mulai mempertimbangkan bagaimana proses produk dihasilkan. Oleh karena itu budi daya ramah lingkungan menjadi suatu keharusan, ” ujar Anton.

Menurut Anton, ini sebagaimana arahan Menteri Pertanian, Syahrul Yasin Limpo (SYL) yang menuntut sektor pertanian tetap berproduktif di tengah pandemi Covid-19. Hal itu juga berlaku bagi petani bawang merah.

“Walau dalam kondisi pandemi Covid-19, pertanian harus maju terus, pangan harus tersedia dan rakyat tidak boleh bermasalah soal pangan,” tegas Mentan.

Kulon Progo Siap Kembangkan Bawang Merah Ramah Lingkungan

Kabupaten Kulon Progo merupakan salah satu kabupaten sentra bawang merah di Provinsi DI Yogyakarta. Beberapa kecamatan sentra bawang merah yaitu Kecamatan Sentolo, Panjatan, Lendah, Wates dan Galur.

Aris Nugroho, Kepala Dinas Pertanian dan Pangan Kabupaten Kulonprogo, menyampaikan bahwa Tahun 2020 Kabupaten Kulon Progo menargetkan lahan bawang merah seluas 700 hektar.

“Sampai dengan bulan Juni, luas tanam bawang merah sudah mencapai 308 hektar. Pada tahun 2019 produksi bawang merah di Kabupaten Kulon Progo mencapai 6.135 ton dengan luas areal tanam seluas 616 hektar,” jelas Aris.

Lebih lanjut Aris mengatakan untuk mendukung program tersebut, selain perluasan, pihaknya juga akan mengintensifkan pembinaan dan pengawasan terhadap proses penanaman bawang merah, termasuk penerapan budidaya bawang merah ramah lingkungan.

Sri Hartati, PPL Kecamatan Lendah Kabupaten Kulon Progo menyampaikan bahwa petani bawang merah di Kecamatan Lendah baru mulai merintis budi daya ramah lingkungan di tahun 2020 ini. Total luas lahan bawang merah di Kecamatan Lendah ada 20 hektar dan sekitar 20% atau 4 hektar mulai merintis budi daya ramah lingkungan di Desa Bumirejo Kecamatan Lendah Kabupaten Kulon Progo”.

“Kelompok tani bawang merah yang baru merintis penerapan budidaya ramah lingkungan adalah Kelompok Tani Setyo Tuhu di Dusun Bonosoro Desa Bumirejo, Kecamatan Lendah, Kabupaten Kulon Progo, DI Yogyakarta,” pungkas Sri.

Senada dengan pernyataan Sri, Ngadiran Petugas Pengendali OPT (POPT) Kabupaten Kulon Progo menjelaskan, Penerapan budi daya bawang merah ramah lingkungan baru dirintis dengan memasang likat kuning dan feromon sex. Untuk monitoring dan menekan populasi hama ulat bawang dipasang perangkap feromon sex sebanyak 20 buah per ha.

“Termasuk mengaplikasikan pupuk organik pada pemupukan dasar dan menanam tanaman refugia di sekitar lahan untuk meningkatkan jumlah musuh alami, terutama parasitoid dan predator pada pertanaman,” jelas dia.

Produktivitas bawang merah Kelompok Tani Setyo Tuhu dapat mencapai 15 ton per ha. Saat ini, harga bawang merah basah di tingkat petani sekitar Rp. 15.000 per kg. Dengan bermodalkan biaya produksi sekitar Rp. 100 juta per ha, petani dapat mengantongi keuntungan sekitar Rp. 125 juta per ha.

“Sampai saat ini OPT yang menyerang tanaman bawang merah hanya ulat bawang (Spodoptera exigua) dengan tingkat serangan yang masih ringan dan masih dapat dikendalikan dengan pengendalian “cap jempol” atau pengendalian secara mekanik yang dilakukan dengan cara mengumpulkan kelompok telur dan larva S. exigua (pembutitan) lalu memusnahkannya yang dilakukan pada umur 7 – 35 hari setelah tanam,” jelas Ngadiran lebih lanjut.

Sri Wijayanti Yusuf, Direktur Perlindungan Hortikultura, dalam arahannya menyampaikan, “Saya merekomendasikan kepada seluruh petani untuk mengaplikasikan agens pengendali hayati, pestisida nabati, likat kuning, feromon dan penanaman refugia dalam pengendalian OPT, serta selalu melakukan monitoring pada pertanaman bawang merah. Dengan demikian serangan OPT dapat dikendalikan dan tidak sampai mengganggu produksi dan mutu produk bawang merah,” bebernya.

- Advertisement -

BERITA TERKAIT

TERPOPULER