Senin, 25 November, 2024

Azyumardi Azra: Kebijakan Kampus Merdeka Hanya ‘Cetusan Selintas’ Nadiem Makarim

MONITOR, Jakarta – Kebijakan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan mengenai kampus merdeka dinilai masih kering karena belum memiliki konsep dan paradigma yang matang. Ketiadaan konsep dan paradigma yang lebih matang dan mendalam terhadap kebijakan ini kemudian berdampak pada melenturnya substansi dari kemerdekaan belajar kampus merdeka itu sendiri.

Dalam rangka menyikapi Problematika mengenai kebijakan kampus Merdeka tersebut, Program doktoral Pascarjana UIN SMH Banten menyelenggarakan webinar nasional dengan tema “meninjau ulang kebijakan kampus merdeka: prospek dan tantangannya dalam pengembangan akademik di perguruan tinggi”.

Kegiatan ini dilaksanakan pada hari Rabu, 29 Juli 2020 mulai jam 10.00 sampai 12.30. Para pembicara yang hadir dalam kegiatan ini adalah Prof. Dr. Azyumardi Azra MA., CBE (Guru Besar UIN Syarif Hidayatullah Jakarta), Dr. Juri Ardiantoro, M.Si, (Deputi IV Kantor Sekretariat Presiden), dan Dr. Mamat S. Burhanuddin, MA (Kasubdit Pengembangan Akademik Dirjen Pendis Kemenag RI). Adapun rektor UIN Sultan Maulana Hasanuddin Banten, Prof. Fauzul Iman, MA menjadi key note speaker dalam diskusi tersebut. Sementara moderator dalam diskusi tersebut adal Dr. Ali Muhtarom, MSI (Sekretaris Prodi S3 MPI PPs UIN SMH Banten).

“Pada saat ini secara kelembagaan, perguruan tinggi masih disibukkan oleh pekerjaan yang bersifat administratif. Gaung kampus merdeka belum dapat dirasakan ditingkat perguruan tinggi karena belum diterjemahkan secara detail dan implementatif,” ujar Direktur Program Pascasarjana, Prof. Dr. HB Syafuri, M.Hum selaku direktur Program Pascasarjana dalam sambutannya.

- Advertisement -

Lebih lanjut ia menyatakan, di tingkat satuan pendidikan, kita masih disibukkan oleh rutinitas seperti urusan akreditasi, borang, pengisian BKD dan lainnya. Pada saat yang sama, ketika kebijakan tersebut tidak melibatkan para tokoh dan pakar pendidikan justru akan menambah rumitnya pemberlakuan kebijakan kampus merdeka di perguruan tinggi. Hal ini disampaikan oleh Prof. Dr. Fauzul Iman, MA selaku rektor UIN Sultan Maulana Hasanuddin Banten dalam pengantar diskusi tersebut.

Prof. Fauzul menilai bahwa kemendikbud RI akan lebih bijaksana apabila membangun komunikasi dengan para guru besar dan juga rektor untuk duduk bersama. Dalam pengembangan kampus merdeka sangat tidak bijaksana ketika kemendikbud bersikap eksklusif dan elitis, apalagi menjauhkan diri dari para pakar pendidikan dan para rektor.

Senada dengan rektor UIN Banten, guru besar Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah, Prof. Dr. Azyumardi Azra, MA., CBE mengatakan bahwa kebijakan mengenai kampus merdeka belum dibangun melalui paradigma yang kuat. Kemendikbud tidak pernah melibatkan para pakar pendidikan, atau bahkan mengabaikan peran Forum Rektor Indonesia. Selanjutnya Prof. Azra mengatakan bahwa kebijakan kampus merdeka ini masih sebatas cetusan selintas dari Menteri Pendidikan dan Kebudayaan RI, Nadiem Makarim.

Meskipun demikian, ia tidak menolak adanya kebijakan kampus merdeka ini. Namun, pemerintah, dalam hal ini Kemendikbud harus memiliki konsep dan paradigma yang lebih matang. Kemendikbud RI harus melibatkan banyak pihak, terutama adalah para pakar pendidikan dan guru besar yang memiliki kompetensi di bidangnya. Kementerian Agama juga harus dilibatkan dalam kebijakan tersebut.

Kebijakan kampus merdeka saat ini masih menyisakan banyak problem. Lebih lanjut Azra mengatakan, masih terdapat problem dari kebijakan tersebut, terutama dalam hal masih terdapat adanya kesenjangan PTN dan PTS dalam hal status menjadi PTN-BH.

“Padahal secara esensial justru PTS sesungguhnya sejak awal sudah menjadi kampus merdeka,” ujar Azra.

Dalam aspek lain yang perlu diperhatikan oleh pemerintah, menurut Prof. Azra, yakni memberikan solusi bagi Prodi atau kampus di daerah tertentu yang tidak memiliki jaringan dengan dunia usaha. Bagaimana solusinya ketika muncul wacana kebebasan tiga semester bagi mahasiswa untuk magang, sementara mereka belajar di kampus yang terletak di daerah atau kota terpencil dengan Prodi yang terbatas, sehingga sulit melakukan kemitraan dengan dunia usaha.

Meskipun demikian, Dr. Juri Ardiantoro selaku Deputi IV Kantor Sekretariat Presiden mengatakan telah mencatat seluruh masukan yang disampaikan dalam diskusi tersebut. Sebagai perwakilan dari pemerintah, Juri Ardiantoro yang juga sebagai Ketua Umum Ikatan Alumni Universitas Negeri Jakarta ini berjanji akan menyampaikan berbagai masukan dan usulan untuk disampaikan kepada pemerintah, terutama Kemendikbud RI.

“Program tersebut pada dasarnya memang bagian dari kebijakan Presiden di dalam meningkatkan kualitas pendidikan yang baik dalam perubahan dunia saat ini, sehingga seluruh masukan dan saran ini penting disampaikan pada pemerintah untuk kebaikan mutu pendidikan ke depan,” ujar Juri Ardiantoro.

Sementara Dr. Mamat Salamet Burhanuddin selaku yang mewakili pemerintah, dari direktorat pendidikan Islam juga menyambut baik seluruh masukan yang disampaikan dalam diskusi tersebut. Dalam pemaparannya, Dr. Mamat selaku Kasubdit Pengembangan Akademik Dirjen Pendis ini menekankan pada tiga aspek dalam konteks pengembangan akademik merdeka ini yaitu, internalisasi menyambut tangan global, perlunya distingsi perguruan tinggi, dan penguatan integrasi keilmuan pada perguruan tinggi.

- Advertisement -

BERITA TERKAIT

TERPOPULER