Kamis, 25 April, 2024

Permendag tidak Efektif, Ini Kata Akademisi UGM, HKTI dan LPPNU

MONITOR, Jakarta – Dekan Fakultas Peternakan Universitas Gajah Mada (UGM), Prof. Ali Agus menyatakan bahwa Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) nomor 7 tahun 2020 tentang acuan harga ayam tidak akan berjalan efektif. Pasalnya, Prof Ali menilai, aturan tersebut selalu terbentur dengan mekanisme pasar.

“Sepertinya tidak bisa efektif karena mekanisme pasar. Kecuali pemerintah mau ambil alih membeli dengan harga wajar supaya tetap stabil,” ujar Ali saat dihubungi, Selasa, 28 Juli 2020.

Meski demikian, Ali berharap Kementerian Pedagangan (Kemendag) melakukan koordinasi intens dengan Kementerian Pertanian (Kementan) yang memiliki porsi pada proses produksi.

“Saya kira kedua kementerian harus sering berkoordinasi karena ada keterkaitan antara produksi dan harga. Keseimbangan produksi dan supply seringkali menentukan harga. Jika harga sudah mengikuti mekanisme pasar, maka harga tidak mudah dikontrol,” katanya.

- Advertisement -

Senada dengan Prof Ali, Pengamat Pertanian yang juga Ketua Harian DPD HKTI Jawa Barat, Entang Sastraatmaja menyampaikan bahwa Permendag yang ada saat ini sama sekali tidak efektif karena tidak berkaitan langsung dengan kondisi para peternak rakyat di lapangan.

“Menurut saya sangat tidak efektif karena Permendag No 7 tahun 2020 tidak berkaitan dengan suasana kebatinan kalangan peternak rakyat. Yang jelas, Kemendag harus selalu berkoordinasi dengan Kementan,” katanya.

Entang mengatakan, dalam persoalan ini Kemendag perlu melakukan pembinaan dan pemantauan secara langsung. Kemudian melakukan deteksi dini supaya tidak ada gejolak di kalangan peternak dan pedagang.

“Yang paling penting kemendag tidak hanya sekedar menjadi pemadam kebakaran. Tapi memang, soal unggas ini penting di dekati dari sisi hulu sampai dengan hilir. Jangan dipenggal antara aspek produksi dan aspek pasar serta konsumsi. Oleh karena itu menurut saya komitmen membela dan melindungi peternak rakyat sepatutnya menjadi kata kunci dalam membangun sistem perunggasan yang lebih berkualitas lagi,” katanya.

Sementara itu, Ketua Pengurus Wilayah Lembaga Pengembangan Pertanian Nahdlatul Ulama (PW-LPPNU) Jawa Timur, Ghufron Achmad Yani berharap pemerintah menyelesaikan persoalan harga di lapangan secara komprehensif dan dipotret secara utuh.

Berbicara perunggasan, kata Yani, pemerintah harus melihat beberapa titik dan aspek. Misalnya melihat perkembangan Day Old Chicken (DOC), lalu melihat penggemukan hingga menerima data kebutuhan nasional untuk konsumsi masyarakat.

“Sehingga kita akan memperoleh data yang akurat berapa sesungguhnya kebutuhan livebird nasional kita dan kebutuhan daging ayam kita. ini yang harus dilihat. Saya berharap koordinasi lintas kementerian itu tidak menjadi sesuatu yang mahal. Semua harus dilhat secara utuh baik disisi produksi maupun pasar,” katanya.

“Saya berharap pemerintah hadir untuk melihat titik titik ini. Karena kalau tidak dilihat betul dan tidak diselaraskan dengan kenutuhan ril di lapangan, maka akan terjadi seperti ini. belum lagi ketika ada pandemi. Bagaimanapun pandemi ini kan telah menurunkan konsumsi masyarakat,” tambahnya.

Meski demikian, Menurut Yani, persoalan harga sebaiknya diselesaikan oleh pemegang tanggung jawab terbesar, yakni di Kementerian Perdagangan (Kemendag). Oleh karena itu, Kemendag harus mampu mengawal peraturan tersebut agar berjalan secara efektif.

“Coba dilihat apakah di Permendag itu juga mengatakan hari ini livebird harganya Rp 13 ribu Rp 15 ribu. Faktanya kan hari ini tidak sesuai dengan harga acuan. Berarti kan tidak berjalan dengan baik. Nah pertanyaannya apa yang harus dilakukan kemendag agar aturan ini berjalan. kalau sekedar membuat payung hukum bisa kapan saja,” tutupnya.

- Advertisement -

BERITA TERKAIT

TERPOPULER