Jumat, 26 April, 2024

KPAI Desak Kemendikbud Selesaikan Kurikulum Adatif di PJJ Fase Kedua

MONITOR, Jakarta – Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ) menyisakan beban dan tantangan baru bagi anak, orangtua maupun pihak sekolah. Pada PJJ fase pertama, sebuah survei menyebutkan metode ini berjalan tidak efektif dan 77,8% responden siswa mengeluhkan kesulitan belajar dari rumah.

Adapun rinciannya sebanyak 37,1% siswa mengeluhkan waktu pengerjaan yang sempit sehingga lelah dan stress; 42% siswa kesulitan daring karena orangtua mereka tidak mampu membelikan kuota internet, dan 15,6% siswa mengalami kesulitan daring karena tidak memiliki peralatan daring, baik handphone, komputer PC, apalagi laptop.

Komisioner KPAI Bidang Pendidikan Retno Listyarti mengatakan, ketika anak-anak memilih berhenti sekolah akibat tidak memiliki akses untuk pembelajaran daring, maka banyak anak yang akhirnya diminta orangtuanya bekerja atau menikah, sehingga angka pekerja anak dan perkawinan anak berpotensi meningkat. Menurut survei social ekonomi nasional tahun 2018, kata Retno, kondisi ekonomi menjadi alasan utama 50,1% anak tak melanjutkan pendidikan. Sebagian besar dari mereka harus bekerja guna membantu orangtua.

Untuk mengatasi kerentanan yang berpotensi dialami anak-anak selama PJJ, maka Retno mendesak agar proses pembelajaran jarak jauh di fase pertama seharusnya sudah dievaluasi dan diperbaiki pada PJJ fase kedua. KPAI, kata Retno, pun mendorong Kemendikbud segera melakukan penyederhanaan kurikulum di semua jenjang pendidikan, TK sampai SMA/SMK.

- Advertisement -

“Kurikulum 2013 harus segera disederhanakan, disesuaikan dengan situasi darurat, sehingga diharapkan menjadi kurikulum adatif dengan Kompetensi dasar yang sudah dikurangi. Kemdikbud harus memilah dan memilih materi yang esensial dan dapat dilaksanakan anak ketika belajar dari rumah,” ujar Retno Listyarti, dalam keterangannya, Senin (27/7).

Tak hanya itu, KPAI juga mendorong Pemerintah Pusat melalui Kemenkominfo RI agar segera membuat kebijakan pengratisan internet selama PJJ pada 6 bulan ke depan. Menurut Retno, banyak anak dari keluarga menengah ke bawah tak mampu melaksanakan pembelajaran daring akibat tak mampu membayar kuota internet.

- Advertisement -

BERITA TERKAIT

TERPOPULER