Rabu, 24 April, 2024

Pakar Epidemiologi: Hiburan Malam di Jakarta Jangan Dipaksakan Buka

MONITOR, Jakarta – Aksi demo pekerja hiburan malam yang meminta tempatnya bekerja untuk dibuka kembali, jadi perhatian. Pakar Epidemiologi dari Fakultas Kesehatan Masyarakat (FKM) Universitas Indonesia, Pandu Riono, mengingatkan kepada pelaku tempat hiburan malam untuk tidak memaksakan kehendak.

Apalagi memaksa Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan agar mengizinkan usaha mereka untuk beroperasi kembali di tengah wabah Covid-19.

“Perlu diketahui, angka kasus Covid-19 di Jakarta masih tinggi. Jadi belum waktunya dibuka, sabar nanti ada waktunya,” ujarnya saat dikonfirmasi wartawan, Selasa (21/7).

Pandu pun menduga, dibalik aksi yang dilakukan oleh para pekerja hiburan malam tersebut kemungkinan ada yang menggerakkan. Apalagi kata Pandu aksi yang dilalukan menhabaikan protokol kesehatan dengan mengesampingkan aturan jaga jarak.

- Advertisement -

“Mereka malah berisiko, kalau itu disutradarai oleh pemilik tempat hiburan, dan mereka harus bertanggung jawab (kalau ada kluster baru),” ujar Pandu.

Menurut Pandu, dibanding berunjuk rasa sebaiknya pelaku tempat wisata itu berkoordinasi dengan DKI dan melibatkan para ahli di bidangnya untuk melakukan kajian. Kata dia, unjuk rasa tidak menyelesaikan masalah, namun menimbulkan persoalan baru karena memicu kerumunan orang di tengah wabah Covid-19.

“Mereka harus berembuk dengan pemilik apa persyaratannya dan meyakinkan kepada semua pihak, bahwa tempatnya aman,” ungkapnya.

Pandu berkaca pada pengalaman tempat hiburan malam di Korea Selatan. Beberapa waktu lalu, tempat hiburan di sana dibuka karena kasus Covid-19 sudah dinyatakan tidak ada atau 0 kasus.

“Namun tiba-tiba angkanya naik lagi dan tempatnya jadi ditutup lagi. Nah, daripada nanti mereka beroperasi, kemudian ditutup lagi karena ada kasus baru, sebaiknya dipersiapkan (protokol) nya untuk diuka selamanya,” jelas Pandu.

Berdasarkan kajiannya, positivity rate (rata-rata temuan kasus dari pengetesan) pada pekan lalu mencapai 5,6 persen. Angka ini dianggap masih lebih besar dibanding standar yang ditetapkan oleh Organisasi Kesehatan Dunia atau World Health Organization (WHO) sebesar lima persen.

“Tapi kalau sekarang angkanya belum saya dapatkan laporannya. Jadi, sebenarnya bukan demontrasi, asosiasi itu harusnya mereka datang ke dinas untuk mempersiapkan (protokol) agar dibuka,” katanya.

Sementara itu, Kepala Bidang Industri Pariwisata Dinas Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Parekraf) DKI Jakarta Bambang Ismadi mengatakan, berdasarkan keputusan Tim Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 DKI Jakarta, tempat hiburan itu belum bisa beroperasi.

“Intinya mereka minta agar usaha mereka bisa buka. Kami sampaikan bahwa untuk saat ini memang belum boleh buka,” kata Bambang.

Namun demikian, Dinas Parekraf DKI memberikan solusi yakni memperbolehkan usaha karaoke, bar, dan industri hiburan lainnya yang memiliki usaha restoran di dalamnya untuk buka.

Bagi pelaku usaha yang di dalamnya ada izin restoran dipersilahkan buka, dengan catatan karaoke dan usaha yang belum boleh beroperasi tidak diizinkan. Selain itu, pihaknya juga belum bisa mengizinkan kafe menggelar ‘live music’ secara akustik.

Sampai saat ini ‘live music’ belum diizinkan karena dikhawatirkan akan membuat pengunjung betah berlama-lama di kafe. “Karena itu, kami meminta kepada para pengelola usaha yang sudah boleh buka agar memberdayakan mereka tanpa ‘live music’, tapi bisa via media (live streaming, misalnya),” ungkapnya.

Keputusan itu dibuat berdasarkan pertimbangan seluruh elemen Tim Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 DKI dan juga Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan. “Kami minta agar seluruh pengusaha memahami dan mematuhi keputusan ini,” pungkasnya.

- Advertisement -

BERITA TERKAIT

TERPOPULER