Kamis, 28 Maret, 2024

IMM ‘Sentil’ Istana dan DPR Mulai dari Iuran BPJS, UU Minerba hingga Penanganan Covid-19

MONITOR, Jakarta – Kebijakan kontroversial yang diterbitkan pemerintah dan DPR terus mendapatkan penolakan, yakni terkait kenaikan premi atau iuran BPJS Kesehatan dan pengesahan UU Minerba ditengah pandemi Covid-19 saat ini.

Ketua Umum Dewan Pimpinan Pusat Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (DPP IMM), Najih Prastiyo, menyesalkan langkah pemerintah dan kalangan dewan yang cenderung merugikan bangsa dan negara. Sebagai bagian dari agen kontrol sosial, DPP IMM sebelumnya menyatakan menolak kebijakan kenaikan iuran BPJS dan UU Minerba yang baru disahkan.

Najih mengatakan, pada bulan Maret lalu, Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 75 tahun 2019 tentang kenaikan tarif iuran BPJS Kesehatan dibatalkan oleh Mahkamah Agung (MA). Namun, dalam waktu yang sesingkat-singkatnya Presiden kemudiaan meneken Perpres Nomor 64 tahun 2020 tentang kenaikan iuran BPJS Kesehatan.

“Ini jelas kuasa negara melawan rakyatnya sendiri, dan pemerintah ingin menunjukkan kuasanya tanpa mempertimbangkan suara rakyat,” tulis Najih Prastiyo dalam sebuah surat terbuka yang ditujukan untuk Presiden Joko Widodo dan Ketua DPR Puan Maharani, Jumat (15/5).

- Advertisement -

Sedangkan UU Minerba yang baru saja disahkan, menurut Najih, secara substansi UU tersebut mengandung pasal-pasal yang bermasalah, dan cenderung merugikan bangsa dan negara. Seperti perpanjangan izin, khusunya untuk KK dan PKP2B dan perubahan statusnya menjadi IUPK. Begitu juga dengan kewenangan sentralisasi kewenangan perizinan diambil pusat.

Najih mengatakan, hal tersebut akan menguntungkan para pebisnis batubara semata, terlebih yang berada di pusaran istana. Lebih jauh ia mengaku kecewa karena DPR selaku wakil rakyat justru tidak membuat undang-undang yang berpihak kepada rakyat.

“Lucunya, kebijakan minerba yang mendapat respon keras dari rakyat namun tetap dilanjutkan dan disahkan. Wakil rakyat kita seakan lupa, bahwa dirinya wakil rakyatnya. Bahkan dengan entengnya, anggota dewan berkata, kalau tidak sesuai tinggal lakukan Judicial Review. Dewan Perwakilan Rakyat merancang undang-undang untum bangsanya kok dianggap enteng dan main-main. Dimana etika anda wahai bapak dewan. Buatlah UU yang berpihak pada rakyat. Mengapa tidak membuat UU dengan nir polemik sih pak dewan,” kritik Najih.

Belum lagi menyinggung sengkarut persoalan penanganan Covid-19 yang dinilai masih carut marut. Instansi pemerintahan tampaknya kurang koordinasi dan kompak dalam menghadapi pandemi ini. Najih menyebut mulai dari penghentian operasional moda transportasi saat pandemi, larangan mudik hingga penyaluran bantuan sosial.

Dalam surat terbuka itu, Najih juga mendesak agar Presiden Jokowi beserta Ketua DPR Puan Maharani harus bertanggungjawab penuh atas pengelolaan negara yang semakin hari menghasilkan kebijakan yang tidak berpihak kepada rakyatnya.

Ia pun menyentil Puan Maharani, sebagai pucuk pimpinan tertinggi di parlemen Senayan, agar tidak main-main dalam memutuskan hasil persidangan ataupun mengesahkan suatu undang-undang.

Najih berharap, kebijakan yang ditelurkan pemerintah harus mampu mendorong kebangkitan bangsa Indonesia pasca Covid-19, bukan sebaliknya memberikan beban dan mencekik rakyatnya.

“Kebijakan harus menstimulus segala lini bidang kehidupan dan tentu berpihak kepada bangsa dan negara,” pungkas Najih.

Berikut ini tautan lengkap surat terbuka DPP IMM yang dialamatkan kepada Presiden Jokowi dan Ketua DPR Puan Maharani:

Surat Terbuka

Kepada Yth.
Bapak Presiden RI
Ibu Ketua Dewan Perwakilan Rakyat RI

Assalamu’alaikum wr.wb.
Semoga di bulan Ramadan ini, umat manusia di belahan dunia, khususnya bangsa Indonesia selalu dalam Jalan kebaikan, dapat melawati ujian pendemi covid 19, serta dalam lindungan dan ridho dari Tuhan Yang Maha Esa. Semoga kita juga dapat meneladani Rasulullah  SAW, dalam meningkatkan kualitas kehidupan yang lebih baik di dunia ini.

Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM) menyadari, bahwa roda pemerintahan dan kerja wakil rakyat harus terus berjalan ditengah pendemi Covid 19 yang tengah melanda bangsa Indonesia. Namun demikian, perlu diperhatikan bahwa kerja-kerja pemerintah dan wakil rakyat harus berpihak pada bangsa Indonesia tanpa terkecuali.

Namun nyatanya, rakyat harus disakiti, ditengah wabah covid 19 yang tak terprediksi dengan pasti, rakyat harus menelan pil pahit kerja-kerja pemerintah dan wakil rakyat di senayan. Pil pahit yang disuntikkan dengan paksa untuk merusak sistem imun rakyat Indonesia, menambah beban berat menjalani kehidupan.

Pil pahit yang mengandung racun itu adalah kebijakan-kebijakan yang telah diracik oleh pemerintah dan wakil rakyat. Kebijakan atas nama menyelamatkan negara, namun dalam jangka pendek dan jangka panjang, sejatinya ‘membunuh’ dengan pasti rakyat Indonesia. Kebijakan tidak memiliki keberpihakan yang jelas bagi bangsa Indonesia.
Sebut saja kebijakan tersebut yaitu;

Peraturan Presiden No 64/2020 berhubungan dengan kenaikan tarif iuran BPJS Kesehatan.

UU Pertambangan Mineral dan Batu Bara revisi atas UU No 4 tahun 2009.

Kebijakan yang setengah-setengah tentang penanganan covid 19 (pemberhentian moda transportasi)

Pertama, Masih terekam diingatan bangsa Indonesia, di bulan maret baru saja dibatalkan perpres  No 75/2019 tentang kenaikan tarif iuaran BPJS Kesehatan oleh Mahkamah Agung. Namun dalam waktu yang sesingkat-singkatnya presiden meneken perpres no 64/2020 tentang kenaikan iuran BPJS Kesehatan. Ini jelas kuasa negara melawan rakyatnya sendiri, dan pemerintah ingin menunjukkan kuasanya tanpa mempertimbangkan suara rakyat.

Kemudian, dimasa sulit pendemi, menyebabkan melemahnya perekonomian termasuk berkurangnya pendapatan masyarakat, serta diperkirakan ada pemutusan kerja lebih dari 2-4 juta orang. Sungguh tidak elok dan tidak pantas, hadirnya kebijakan yang mencekik leher bangsanya sendiri. Kebijakan tidak berpihak sama sekali terhadap rakyat kecil dan buruh kerja yang di PHK perusahaan. Kenaikan iuran mandiri dimasa pendemi menandakan hilangnya hati nurani.

Mengapa pengelolaan keuanggan BPJS yang defisit, sebagaimana yang diperkirakan pada awal februari  yaitu 15 triliun, dibebankan dengan menaikan iuran BPJS. Apakah tidak ada cara lain, harusnya negara mampu menyelesaikan hal demikian. Karena negara harus menjamin kesehatan bangsanya. Sebab kesehatan adalah amanah konstitusi negara, dan itu harus dipenuhi oleh negara.

Kedua, masih teringat pula perlawanan Mahasiswa dan Rakyat Indonesia pada akhir tahun 2019 lalu yang berjilid-jilid dan berbondong-bondong melayangkan protes terkait dengan undang-undang yang merugikan dan mencilakakan rakyat Indonesia, bahkan juga merugikan negara. Salah satu RUU yang diprotes dan ditolak itu adalah RUU perubahan Pengelolaan Mineral dan Batubara (minerba). Namun, ditengah pendemi, UU itu disahkan oleh tuan dan puan yang mengatasnamakan wakil rakyat.

Secara substansi UU minerba mengandung pasal-pasal yang bermasalah, cenderung merugikan bangsa dan negara. Seperti misalnya perpanjangan izin, khusunya untuk KK dan PKP2B dan perubahan statusnya menjadi IUPK. Begitu juga dengan kewenangam sentralisasi kewenangan perizinan diambil pusat. Dan itu semua akan menguntungkan pembisnis batubara semata. Dan pembisnis batubara itu sekarang ada di pusaran istana.

Lucunya, kebijakan minerba yang mendapat respon keras dari rakyat namun tetap di lanjutkan dan disahkan. Wakil rakyat kita seakan lupa, bahwa dirinya wakil rakyatnya. Bahkan dengan entengnya, anggota dewan berkata, kalau tidak sesuai tinggal lakukan Judicial Review. Dewan Perwakilan Rakyat merancang undang-undang untum bangsanya kok dianggap enteng dan main-main. Dimana etika anda waHai bapak dewan. Buatlah UU yang berpihak pada rakyat. Mengapa tidak membuat UU dengan nir polemik sih pak dewan.

Ketiga, terkait dengan penuntasan dan percepatan penanganan covid 19. Setelah dikeluarkan larangan beroprasinya moda transportasi hingga bulan juni seiring dengan larangan mudik. Eh tiba-tiba pak Budi Karya membuka oprasional moda transportasi. Aduh, gimana sih pak kordinasinya.

Begitu juga soal bantuan sosial dengan data yang berbeda dari instasi-instansi pemerintah, atau juga pelaksanaan pra kerja di tengah pendemi, jelas yang hanya menikmati para kelas menengah yang memiliki akses internet dan kuota. Bukan rakyat yang benar-benar membutuhkan.

Semua kebijakaan diatas yang mencekik rakyat adalah hasil kolaborasi antara Pemerintah Pusat dan Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia. Telah nyata bahwa kerja-kerja pemerintah dan wakil rakyat, tidak berpihak kepada rakyat. 

Yang mulia, Bapak Presiden Joko Widodo dan Ibu Ketua DPR RI Puan Maharani, andalah yang harus bertanggungjawab  mengelolah negara ini dengan kebijakan-kebijakan yang berpihak kepada rakyat, sesuai dengan konstitusi. Bukan sebaliknya yang hanya membuka jalan bagi keuntungan personal atau kelompok bisnis tertentu.

Sungguh aneh tapi nyata bapak presiden dan ibu dewan. Anda adalah perwakilan partai yang menganggap dirinya partai ‘wong cilik’ kok kebijakannya malah mencekik wong cilik. Dimana ideologi yang berpihak pada wong cilik, lah wong kebijakan-kebijakan yang di produksi tidak berpihak pada wong cilik. 

Ibu puan yang terhormat, mulailah memimpin persidangan dengan serius, tidak mainan, itu bukan simulasi persidangan. Setiap ketukan anda adalah suara keadilan dan penentu masa depan bangsa dan negara. Palu itu suara keadilan bu ketua dewan, bukan permainan, apa lagi memainkan rakyatnya.

Sudah sepatutnya ditengah kesulitan diberbagai lini kehidupan akibat dampak pendemi covid 19. Kebijakan yang di produksi dan dihasilakan harus mendorong kebangkitan bangsa Indonesia pasca covid 19, bukan sebaliknya memberibeban dan mencekik rakyatnya. Kebijakan harus menstimulus segala lini bidang kehidupan dan tentu berpihak kepada bangsa dan negara.

Sekali lagi, Kebijakan itu harus sesuai konstitusi, berpihak kepada rakyat, menguntungkan bangsa dan negara. Itulah tujuan kemerdekaan Republik Indonesia.

Wassalamu’alaikum, wr.wb.

Najih Prastiyo
Ketua Umum DPP IMM

- Advertisement -

BERITA TERKAIT

TERPOPULER