MONITOR, Jakarta – Penurunan harga minyak terus berlangsung sejak Desember 2019. Berdasarkan data Bloomberg, per pukul 15.38 WIB hari Jumat (17/4/2020), harga minyak mentah golongan West Texas Intermediate untuk kontrak Mei 2020 berada di angka 18,34 dolar AS per barel. Sementara harga minyak mentah jenis Brent untuk kontrak Juni berada di angka 27.76 dolar AS per barel.
Berbagai pihak meminta pemerintah segera menurunkan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) seiring dengan penurunan tersebut, namun hingga kini belum juga terealisasi.
Profesor Bidang Energi yang juga Mantan Wakil Menteri ESDM, Rudi Rubiandini membeberkan dengan gamblang perhitungan mengapa BBM masih tinggi harganya sementara harga minyak dunia terus anjlok.
“Harus dipahamimengapa Pertamina dan Badan Usaha BBM menjual Pertamax seharga Rp 9.000, sementara Malaysia sudah menjual Pertamax Plus dengan harga Rp. 4.500 pada saat harga minyak dunia terjun bebas dari yang sebelumnya sekitar $ 65 menjadi hanya sekitar $ 30 per barrel,” ujar Rudi kepada MONITOR. Minggu (19/4/2020).
Menurut mantan Kepala SKK Migas itu, di negara Malaysia masih menerapkan subsidi sehingga berani menjual harga Rp. 4.500 walaupun subsidinya sangat sedikit, dari bulan sebelumnya sekitar Rp. 7 Triliun dimana mungkin sekarang tidak sampai Rp. 1 Triliun saja. Namun dibanding Indonesia, memang yang jumlah penduduknya sekitar sepuluh kali lipat, angka tersebut ekivalen dibawah Rp. 10 Triliun.
“Kita ketahui anggaran yang disediakan di APBN untuk subsidi BBM tahun 2020 sekitar Rp. 20 Triliun, mungkin dengan harga yang terus turun ini, hampir tidak diperlukan lagi Subsidi untuk BBM,” terangnya.
Rudi menerangkan apabila dibandingkan tiga buah peraturan yang kebetulan dibuat oleh tiga Menteri yang berbeda, yaitu Permen nomor 39 tahun 2014 oleh MESDM Sudirman Said, Permen nomor 34 tahun 2018 oleh MESDM Ignatius Jonan, dan Kepmen nomor 62K/MEM/2020 oleh Arifin Tasrif, ada dua hal yang mendasar yang telah berubah yang mempengaruhi harga BBM kepada masyarakat (lihat Tabel 1).
Pada Permen tahun 2014 dan 2018 Pengambilan parameter ditentukan sebulan sebelumnya, baik untuk Harga Minyak maupun Kurs Dollar, namun pada Kepmen 2020 ditentukan dua bulan sebelumnya.
“Sebagai perbandingan sebelum tahun 2014 pengambilan parameter hanya dilakukan 2 minggu sebelumnya, di negara Malaysia dan beberapa negara lain cukup seminggu sebelumnya,” ungkap Rudi.
Dalam hal cara perhitungan, Rudi menjabarkan Permen tahun 2014 menggunakan Harga Dasar yang diambil dari ICP (Indonesian Crude Price) ditambah nilai Alfa, yaitu biaya perolehan sampai Terminal BBM, kemudian ditambah PPn 10%, PBBKB 5%, dan ditambah Margin minimum 5% sampai maksimum 10%.
Sedangkan Permen tahun 2018, sama cara perhitungannya dengan Permen tahun 2014, tetapi Margin dibuat tetap sebesar 10%.
“Kini dengan Kepmen 2020, perhitungannya mendasarkan pada MOPS (Means of Platts Singapore) yaitu harga produk jadi hasil olahan dari Kilang yang dijual di Singapore, kemudian ditambah margin 10% serta ditambah Konstanta sebagai pengganti biaya Penyimpanan, transportasi, tugas satu harga, biaya operasi lainnya. Nilai Konstanta untuk BBM dibawah RON 95 sebesar Rp. 1800, sedangankan R0N 95 atau lebih sebesar Rp. 2000,” katanya.
Sebagai Informasi RON 88 adalah Premium, RON 90 adalah Pertalite, RON 92 adalah Pertamax, RON 95 adalah Pertamax Plus, dan ada juga RON 98 Pertamax Turbo.
Hasil dari perhitungan dengan menggunakan Permen 2018 (Paramater ICP yang dipakai) dibandingkan dengan Kepmen 2020 (Parameter MOPS yang dipakai), untuk skema Waktu pengambilan Paramater dua bulan sebelumnya (Skenario A), sebulan sebelumnya (Skenario B), dan Real Time atau seminggu sebelumnya (Skenario C) adalah terpapar pada Tabel-2.
“Jadi dapat dimengerti mengapa Badan Usaha saat ini masih menjual BBM Pertamax RON 92 seharga Rp. 9000, dalam tabel Skenario A (parameter dua bulan lalu), diperoleh hitungan sebesar Rp. 8800.
Namun bila dihitung dengan Skenario B (parameter sebulan lalu), maka harganya hanya cukup Rp. 7100 saja, malah bila menggunakan Skenario C (parameter seminggu lalu), maka harganya hanya Rp. 5650,” terangnya.
Apalagi tambah Rudi bila masih menggunakan dasar perhitungan dari ICP seperti pada Permen 2014 dan Permen 2018, Menurut Rudi hasil dari hitungan Skenario A, B, dan C, beturut-turut adalah Rp. 7200, Rp. 6000, dan Rp. 4600. Oleh karena itu Ketika Malaysia menerapkan Pertamax Plus RON 95 seharga Rp. 4500 sementara RI untuk Pertamax masih menggunakan harga Rp. 9000, banyak masyarakat yang terheran-heran.
“Semoga dengan penjelasan tersebut, dapat dimengerti duduk perkaranya, sehingga bukan kesalahan hitung dari Badan Usaha seperti Pertamina, Shell, AKR, akan tetapi memang peraturannya yang menyebabkan dalam situasi prihatin ini masyarakat belum bisa menikmati BBM murah, masih dibutuhkan kesabaran sampai awal bulan Mei agar BBM murah mulai bisa dinikmati Rp. 7000 dan awal bulan Juni Rp. 5500. Semoga,” pungkasnya.