Agama Motivasi Menghadapi Wabah Covid-19

0
3319

Oleh: Dr. Muhaemin, M.A
(Wakil Rektor Bidang Kemahasiswaan dan Kerjasama IAIN Palopo)

Sampai saat ini wabah Covid-19 terus menyebar hampir keseluruh belahan dunia, tak terkecuali Indonesia. Hingga saat ini (12/04/2020) pemerintah telah mengumumkan ada 4.241 kasus positif, 359 sembuh dan 373 meninggal dunia.

Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) telah menetapkan masa tanggap darurat wabah Covid-19 hingga 29 Mei 2020. Hal ini telah menyebabkan terjadinya perubahan pola kegiatan dalam masyarakat. Masyarakat harus mempunyai ketegaran, kekuatan dan antisipasi dari berbagai kemungkinan yang muncul.

Sejumlah kebijakan telah dikeluarkan Pemerintah Pusat dan Daerah. Kebijakan perlakuan jaga jarak (physical and soscial distancing), pembelajaran di lembaga pendidikan dialihkan melalui online/daring, dan para pegawai diminta untuk bekerja dari rumah (work from home). Sementara masyarakat diminta untuk tetap di rumah (stay at home) dan para pelajar juga belajar di rumah study at home.

Pada saat yang sama, akibat adanya Pandemi Covid-19, telah menurunkan kemampuan ekonomi masyarakat. Masalah ekonomi menjadi masalah serius sebagai dampak dari pelbagai pembatasan-pembatasan itu, terutama bagi pekerja informal. Sopir taksi, ojeg online, buruh serabutan dan pekerja sektor riil lainnya.

Agar masyarakat tidak kehilangan kendali, tidak terlalu was-was dan bisa bersikap dewasa dalam menyikapi musibah ini, agama berperan penting menjadi pemandu, penunjuk arah agar tetap lulus menghadapi cobaan ini. Bahkan agama bisa berfungsi sebagai inspirasi dan motivasi agar kita keluar dari bencana.

Agama Sumber Motivasi

Kita bersyukur bahwa bangsa Indonesia adalah bangsa yang religius, mempunyai sandaran pada yang theosentris. Berbagai kesulitan kehidupan akan dijalankan dengan panduan rasional dan agama. Antara akal dan wahyu saling berdialektika melahirkan sikap dan prilaku kehidupan keagamaan.

Di era seperti sekarang ini, kita harus saling menguatkan dan menjadikan ajaran agama sebagai pedoman dan penyemangat. Agama harus menjadi sumber inspirasi dan motivasi menyikapi covid-19. Bukan malah sebaliknya. Sudah tak terhitung lagi ayat dan hadits yang memandu kita untuk tegar menghadapi kehidupan, sabar dari segala cobaan dan harus aktif membantu kesulitan yang lain.

Wabah covid-19 bukan dipahami sebagai kutukan yang menyebabkan kita menjadi lemah dan pasrah. Justeru agama bisa dijadikan sumber kekuatan. Iman dan amal sholih adalah dua hal yang harus di miliki di saat wabah ini. Dengan demikian agama telah membangkitkan rasa kepedulian dalam masyarakat tanpa melihat latar belakang suku, agama, pilihan politik, asal wilayah, dan latar belakang organisasi.

Wabah ini dapat memberikan tantangan yang amat berat khususnya mereka yang berpenghasilan kecil dengan sistem harian. Di satu sisi mereka harus menjaga diri, pada sisi lain mereka juga harus bekerja agar dapur tetap mengepul. Dalam kondisi seperti ini prinsip gotong royong, saling membantu, ukhuwah wathaniyah (solidaritas kebangsaan), ukhuwah basyariyah (solidaritas kemanusiaan) dan ukhuwah insaniyah harus menjadi aksi bukan hanya narasi.

Agama menganjurkan untuk menghadapi ujian/cobaan dengan kesabaran dan banyak berdoa. Kesabaran di sini tidak bermakna pasif, tetapi menghadapai ujian dengan pikiran positif seraya mengatasinya sesuai kemampuan masing-masing. Sabar itu bukan pasif, tetapi dinamis selalu berfikir dan berbuat agar tetap bangkit.

Bagi yang terkena wabah, segara berobat dengancara medis, dan bagi yang sehat berusaha menjaga kesehatan secara maksimal. Bagi yang memiliki kemampuan dianjurkan secara memberi bantuan kepada pihak yang membutuhkan, baik bantuan material maupun bantuan non material.

Nah peran agamawan, para kyai, bhiku, pendeta dan romo sangat penting dalam memandu umatnya, agar secara aktif mentaati protokol kesehatan dari pemerintah (ulul amri). Larangan untuk sementara waktu untuk tidak berkumpul (berjamaah) di tempat ibadah bukan menunjukan kebencian terhadap agama, justeru harus dipahami sebagai ikhtiar ulil amri menyelamatkan nyawa para warganya.

Budaya Literasi

Selain menjadikan keyakinan kita sebagai sumber motivasi, di era covid juga harus dibudayakan menyampaikan berita dengan benar. Waspada berita bohong (hoax) dan bangun budaya literasi. Di tengah wabah covid-19 beredar pula berita hoax dan penipuan melalui media sosial. Masyarakat terlihat sangat antusias untuk menyebar berita terkait covid-19, kadang tanpa menyeleksi berita yang ada (chek and rechak).

Kebiasaan “saring sebelum sharing” nampaknya belum menjadi tradisi dalam masyarakat. Secara ideal, setiap warga diharapkan mengetahui informasi yang benar dan jangan terperangkap dalam hoaks dan informasi yang menyesatkan. Apalagi soal yang menyengkut keselamatan jiwa.

Para psikolog menyarankan agar masyarakat jangan mengkomsumsi berita terkait covid-19 yang tidak jelas sumbernya. Hal ini dapat memicu kecemasan, kepanikan dan saling curiga. Yang perlu dilakukan adalah membaca informasi tentang covid-19 dari sumber resmi atau bertanya langsung ke pihak-pihak yang memiliki otoritas.

Budaya literasi sangat diperlukan pada teks-teks agama yang berkembang yang kadang menghadap-hadapkan antara agama di satu sisi dengan sikap pemerintah di sisi yang lain. Antara agama dan musibah dan juga banyak kasus yang mengharuskan kita untuk melakukan critical thinking.

Munculnya “penolakan” sebagian orang agar untuk sementara tidak ke masjid berjamaah kadang disalah pahami seolah-oleh pemerintah telah menistakan agama tertentu. Apalagi sampai menolak jenazah covid-19 untuk tidak dimakamkan di kampung masyarakat tertntu. Ini beberapa contoh betapa para pemandu umat harus secara gamblang menjelaskan pandangan agama tentang hal ini.

Lesson Learn

Bagi umat beragama akan mempunyai keyakinan bahwa fenomena wabah covid-19 yang sedang melanda bangsa ini, bukanlah kutukan, tetapi sebuah cobaan atau ujian. Bahkan kita optimis, menjadi sebuah hikmah atau cara Alloh menyayangi hambanya. Ada berjibun pelajaran (lesson learn) yang dapat digali.

Islam adalah agama yang mengajarkan pola hidup bersih dan sehat. Bab soal bersuci (thaharah) menjadi bab pertama dalam kajian-kajian fiqih yang harus dipahami dan dikuasai. Mau membaca al-Quran, berbagai macam ibadah sholat, haji dan umrah, kita diharuskan terlebih dahulu untuk bersuci.

Kitab-kitab kuning dalam kajian ilmu fiqih telah memandu dengan baik bagaimana wudlu, mandi untuk hadas besar dan tayamum. Hari-hari ini protokol menyebutkan pentingnya cuci tangan sebagai pola hidup bersih dan sehat untuk menghindari Covid-19.

Kita harus menyadari pentingnya menjaga kebersihan diri. Warga yang batuk dan bersin harus menjauh agar tidak menyebarkan droplet ke sekelilingnya. Penggunaan masker telah diwajibkan sesuai anjuran WHO.

Hal lainnya Islam mengajarkan untuk menjaga daya tahan tubuh (imunitas) tubuh, sebagai salah satu cara melawan virus covid-19. Menjaga imunitas tubuh tidaklah membutuhkan biaya yang mahal. Menjaga imunitas dapat dilakukan dengan mengkomsumsi makanan yang seimbang, rajin berolahraga, menjaga jarak aman dalam berinteraksi, beristirahat yang cukup, dan selalu berpikiran positif (tidak stres).

Semoga wabah Covid-19 segera dapat diatasi, namun jangan lupa harus dipandu dengan cara beragama kita serta dapat mengambil banyak pelajaran dari ayat-ayat kaniyah Tuhan ini yang berupa virus corona. Wallahu a’lam bi al-shawab.