Jumat, 22 November, 2024

MiPower Ajak Milenial Dukung Upaya Kurangi Kecemasan Akibat Covid-19

MONITOR, Jakarta – Usai pengumuman pemerintah Indonesia mengenai tanggap darurat bencana wabah virus COVID-19, ternyata tidak semua masyarakat mampu menyikapi dengan positif. Ada sebagian yang menjadi panik dan cemas, misalnya ada yang melakukan aksi borong kebutuhan pokok. Kenaikan aktivitas belanja atau lebih populer dengan istilah panic buying  juga terjadi di sejumlah negara.  

Beberapa masyarakat menjadi panik dan berasumsi negatif jika wabah makin menyebar, pertokoan tutup, toko kekurangan stock, atau aktivitas dibatasi sehinga terjadi panic buying.

“Membeli kebutuhan pangan untuk berjaga-jaga adalah tindakan yang baik karena akan membantu mengurangi aktivitas di luar rumah. Tetapi, jika sampai menumpuk barang akan menimbulkan permasalahan baru, seperti utang ikut menumpuk karena memaksakan membeli barang yang belum dibutuhkan saat ini atau tidak memiliki uang tunai karena telah habis dibelanjakan. Ini belum termasuk dampak mental, seperti kepanikan  takut ada yang belum ditumpuk dan kepanikan bagi orang sekitar sehingga ikut memborong apa saja yang belum tentu perlu,” ujar Senior Manager Business Development Sequis, Yan Ardhianto Handoyo.

Selain meningkatnya panic buying, merebaknya Covid-19 di hampir seluruh dunia berimbas juga pada   terganggunya kesehatan mental masyarakat karena informasi mengenai virus Covid-19 telah tersebar luas di media massa bahkan di media sosial dengan tak terkontrol.

- Advertisement -

Walaupun tujuan awal pemberitaan atau informasi di media sosial mengenai virus dimaksudkan untuk memberikan kabar terkini dan membangun kewaspadaan, tetapi tidak semua melakukan dengan benar dan tidak semua dapat menyikapi sesuai yang diharapkan sehingga menimbulkan  rasa was-was, rasa cemas hingga ketakutan dalam masyarakat.

Seperti halnya terjadi di Itali karena tingginya kasus Covid-19 hingga negara ini harus menerapkan kebijakan  lockdown. Pada akhirnya, beberapa warga mengalami gangguan kecemasan dan memicu ketakutan yang tidak terkendali akibat terganggunya rutinitas normal, seperti yang disebutkan dalam pemberitaan Channel  News Asia (Corona virus fear takes mentall toll in Italy). 

Perasaan-perasaan negatif semacam ini tentu dapat memicu kecemasan permanen. Untuk itu, penting bagi kita untuk segera mempersiapkan langkah penanganan yang tepat bilamana terjadi ketakutan dan kecemasan, terutama bagi mereka yang sebelumnya memang sudah memiliki gangguan kecemasan (anxiety disorder) dan Obsessive Compulsive Disorder (OCD). 

Menurut World Health Organization (WHO) yang telah merilis beberapa saran untuk melindungi kesehatan mental selama masa pandemi Covid-19 dapat dilakukan dengan beberapa cara, seperti berempati pada mereka dari negara mana pun yang terkena dampak, tidak menyebut pasien sebagai orang yang “berpenyakit”, “Covid-19 cases”, “victims”, atau “Covid-19 families”. Penyebutan yang direkomendasikan oleh WHO adalah “people who have Covid-19” atau “orang yang memiliki Covid-19”.

Saran lainnya oleh WHO, agar masyarakat memilah informasi, yaitu pilihlah informasi yang memberikan pengetahuan tentang langkah-langkah praktis untuk melindungi diri dan disarankan hanya dari situs terpercaya, seperti dari WHO, Pemerintah, media tepercaya agar terhindar dari informasi bohong (hoaks).

WHO juga  menganjurkan untuk menyebarkan informasi positif mengenai pulihnya sebagian orang dari virus Covid-19. Dengan demikian, pikiran dan mental kita jauh lebih tenang dan sehat.

Kita juga dapat memberi dukungan kepada petugas kesehatan yang telah menolong orang-orang dengan Covid-19  agar kita memiliki empati pada penderitaan orang lain.  

Bahaya False Information Media Sosial ditengah Pandemi Covid-19

informasi yang tidak benar dalam bentuk hoax, teori konspirasi, ideologi seseorang, teori tanpa pembuktian yang kerap disebarluaskan di media sosial dapat menimbulkan berbagai masalah.

Hoaks dan penyelewangan informasi (false information) terkait Covid-19 yang menyesatkan dapat memperburuk pandemi, yaitu meningkatkan dampak negatif bagi fisik dan mental, seperti terganggunya jam tidur dan selalu merasa cemas, terjadi gangguan  sosial, seperti tindakan rasisme kepada pihak lain,  dan gangguan ekonomi, misalnya panic buying karena termakan isu lockdown yang tersebar media sosial yang belum tentu tidak valid kebenarannya.

Inilah fenomena era digital, yaitu mudahnya informasi bohong diposting dan hanya dalam hitungan detik dan bisa menyebar melalui berbagai platform media sosial yang menjadi lalu lintas penyebaran hoaks, seperti Facebook, Twitter, Youtube, Tiktok, instagram, dan whatsapp.

Makin banyak disebar dan menyebar semakin sulit melakukan filter. Ini belum termasuk kemampuan masyarakat kita yang masih rendah memilah informasi dan tingginya keinginan untuk menyebarkan informasi yang mereka dapat.

Penggunaan media sosial dalam situasi pandemi covid-19 sebenarnya tidak salah karena terdapat banyak informasi yang update. Namun, menggunakan media sosial memerlukan kesadaran bahwa mengunggah, menyebarkan atau berbagi informasi harus lengkap, disertai bukti dan berani bertanggung jawab karena berpotensi disalahgunakan oleh orang lain.

Lindungi Gangguan Kecemasan Anda dengan MiProtection

Semakin sering kita melihat media sosial dan menonton TV semakin mudah juga kita terpengaruh. Kalau materi tersebut positif tentu akan memberi pengaruh baik, masalahnya yang terjadi adalah  potensi mengakibatkan gangguan kecemasan.

Setiap tambahan jam yang dihabiskan di media sosial atau menonton TV, tingkat keparahan gangguan kecemasan cenderung meningkat.

Kecemasan biasanya terjadi karena banyak hal, misal soal penerimaan diri berdasarkan kata orang atau apa yang dilihat di media sosial dan juga bisa karena masalah finansial.

Yan mengatakan, pendapatan yang tidak tetap, kurangnya penghasilan sementara tuntutan biaya hidup yang tinggi, banyaknya utang, dan pengeluaran mendadak yang menguras keuangan dapat menggangu kesehatan jiwa dan mental.

Banyak hal yang  dapat kita lakukan untuk mengurangi gangguan kecemasan termasuk selama masa pandemi Covid-19 ini,  antara lain dengan melakukan aktivitas yang menenangkan pikiran, seperti olahraga ringan, meditasi ,atau yoga.

Kegiatan-kegiatan ini bisa kita lakukan tanpa perlu beraktivitas di luar. Manfaatkan saja tutorial video yang ada di youtube atau platform media sosial lain. Ini juga akan membantu kita terbiasa memanfaatkan media sosial untuk mengetahui informasi yang  bermanfaat saja.

Media sosial pun dapat dipergunakan selama masa Work From Home (WFH) atau berdiam di rumah untuk kembali menjalin komunikasi positif dengan sanak saudara, sahabat, dan teman setelah sekian lama disibukkan oleh pekerjaan. Manfaatkan Whatsapp, e-mail, atau video call sehingga Anda merasa lebih baik, tidak kesepian, dan bermanfaat bagi orang lain.

Jika gangguan kecemasan masih terjadi secara terus menerus  hinga menggangu aktivitas rutin, jangan ragu untuk segera memeriksakan diri ke psikolog. 

Gangguan mental jangan disepelekan, segera  konsultasi dengan psikolog karena gangguan mental jika diabaikan dapat membahayakan kesehatan dan gangguan  yang parah tidak dapat hilang dengan sendirinya.

Sayangnya, masih banyak masyarakat kita yang belum paham dan sebagian lagi tidak peduli mengenai kecemasan yang terjadi pada sekitarnya atau malah tidak menyadari sedang terjadi pada dirinya dan lagi kesadaran mengobati gangguan mental sejak dini juga masih rendah.

Padahal, memeriksa diri ke psikolog adalah langkah awal untuk mengetahui masalah yang tidak terlihat secara fisik tetapi dapat mempengaruhi kualitas hidup.

Bisa jadi kurangnya perhatian pada pengobatan gangguan mental terkendala pada masalah biaya, sebut saja untuk berkonsultasi  ke psikolog di Indonesia, rata-rata biayanya berkisar Rp250-Rp750 ribu untuk durasi 1 jam konsultasi.

Branding and Communication Stategist MiPOWER by Sequis Ivan Christian Winatha mengatakan tingginya biaya konsultasi psikolog menjadi perhatian Sequis untuk dapat  menyediakan produk yang memiliki fitur menarik yang belum pernah ada di pasaran, yaitu perlindungan atas gangguan mental seperti Obsessive Compulsive Disorder (OCD), Bipolar, dan Skizofrenia, yaitu produk MiProtection dari MiPOWER by Sequis. 

Adapun MiPOWER by Sequis merupakan unit bisnis Sequis yang mengkhususkan diri pada milenial, baik target konsumen, agen pemasarannya, serta produknya.

“Gangguan mental banyak terjadi terjadi pada milenial. Untuk itu, kami ingin membantu milenial mencapai hari esok yang lebih baik dengan mulai peduli pada diri sendiri, yaitu jika ada indikasi gangguan mental segera cari solusinya. Jika memiliki asuransi MiProection, tentu milenial dapat tertolong karena tersedia biaya kesehatan untuk konsultasi kesehatan mental ke psikolog,” sebut Ivan.

Ivan pun mengimbau agar ditengah pandemi Covid-19, generasi milenial jangan sampai terjebak pada informasi yang mengandung kecemasan atau pada informasi yang belum tervalidasi kebenarannya.

“Mari kendalikan diri kita untuk menyaring informasi yang ingin kita sampaikan dan ingin kita bagikan kepada orang lain untuk menciptakan ketenangan,  mengurangi dampak sosial akibat pandemi virus COVID-19. Dengan membatasi penyebaran informasi yang tidak benar dan membagikan informasi yang positif berarti kita ikut mendukung penyembuhan teman yang mengalami gangguan kecemasan,” tutup Ivan.

- Advertisement -

BERITA TERKAIT

TERPOPULER