Rabu, 24 April, 2024

Covid-19, Relaksasi Kredit dan Ekonomi Syariah

Oleh: Herlitah dan Erika Takidah

Kondisi stabilitas keuangan Indonesia terganggu saat ini, kondisi ini terjadi bukan hanya di Indonesia tetapi hampir di seluruh dunia. Wabah covid19 yang sejatinya menyerang manusia, namun mengguncang ketahanan negara mulai dari urusan kesehatan, pangan hingga ke urusan keuangan. Perlahan pertumbuhan ekonomi negara mulai melamban dan kemudian cenderung menurun karena semua aspek yang melibatkan pertumbuhan ekonomi nyaris lumpuh karena wabah ini. Pemerintah mencoba menurunkan beberapa kebijakan untuk menahan krisis ekonomi. fokus utama bukan hanya untuk mengatasi wabah Covid-19, namun menerbitkan formulasi yang mampu menstabilkan perekonomian negara.

Setelah 3 minggu pemerintah menyatakan kondisi tanggap darurat atas wabah covid19 ini dan beberapa hari belakang ini semakin terlihat jelas dampaknya terhadap sektor informal termasuk UMKM dan masyarakat menengah bawah. Pada tanggal 21 Maret 2020 Presiden RI Joko Widodo mengeluarkan instruksi mengenai penangguhan kredit bagi nelayan, buruh harian dan pengemudi ojek online serta UMKM. Istilah Relaksasi Kredit ini muncul dikarenakan banyak UMKM dan masyarakat menengah kebawah khususnya yang memiliki kewajiban membayar kredit, mereka kemudian berteriak, “kalau kami hanya dirumah, mau bayar kredit motor pakai apa? Mau bayar cicilan rumah bagaimana?

Mendengar keluhan masyarakat dengan ini Presiden menginstrusikan kepada perbankan dan lembaga pembiayaan lainnya melalui Otoritas Jasa Keuangan (OJK) untuk memberikan kelonggaran pembayaran bunga atau angsuran selama 1 tahun ke depan. Keringanan ini diharapkan dapat membantu pelaku UMKM dan sektor informal untuk memperbaiki ekonomi mereka dalam beberapa bulan kedepan.. Perlu disoroti bahwa kebijakan ini diharapkan mampu memberi stimulus bagi perekonomian Indonesia, khususnya dari sektor informal seperti pekerja harian dan UMKM dalam menghadapi dampak Covid-19. Meskipun demikian, mekanisme relaksasi keuangan ini masih menjadi pertanyaan besar bagi debitur, apa yang diharapkan belum sesuai kenyataan

- Advertisement -

Peran Ekonomi Syariah

Dalam perspektif ekonomi syariah, musibah yang datang adalah bentuk resiko yang dihadapi setiap manusia. “Semua hanya titipan dan segala yang ada dimuka bumi ini adalah milik Allah”. Oleh karenanya dalam setiap akad muamalah yang berhadapan dengan risiko, baik risiko keuangan dan risiko lainnya harus ditanggung bersama sama. Dan sekarang yang kita hadapi adalah risiko akibat munculnya wabah penyakit yang melanda seluruh dunia.
Dalam akad muamalah telah diatur bahwa debitur dalam islam tidak boleh dibebankan denda apabila terlambat melakukan pembayaran apalagi jika alasannya karena ada kondisi keuangan yang tidak memungkinkan, karena itu berarti melakukan kedzoliman dan riba. Debitur justru harus diberikan keringanan jika terlambat membayar karena keadaan tidak memungkinkan apalagi dalam keadaan wabah saat ini yang sangat mengganggu perekonomian apalagi untuk pelaku UMKM serta kelas menengah bawah yang terdampak langsung dengan wabah Covid-19.
Lalu bagaimana dengan investornya atau posisi lembaga keuangan? jika para kreditur terlambat atau bahkan tidak bisa membayar. Sudah jelas bahwa seorang Investor ketika menginvestasikan uang selain untuk mengharapkan keuntungan namun juga harus siap menanggung risiko keuangan berupa kerugian, karena sesuai dengan prinsip dasar ekonomi syariah.
Dari prinsip ini seorang investor harus ikhlas menerima jika mengalami kerugian atau keterlambatan bayar, karena ketidakmampuan membayar juga bukan merupakan kehendak dari debitur. Investor tidak diperkenankan untuk meminta tambahan uang atau denda atau bahkan tambahan bunga. Telah ditetapkan bahwa Allah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba. Dampak dari riba inilah yang sebenarnya akan memberatkan debitur.
Jika saat ini Presiden tidak mengambil langkah kebijakan relaksasi kredit maka dampak ekonomi dan keuangannya akan sangat dahsyat. Berapa banyak UMKM yang harus membayar denda keterlambatan sedangkan usaha mereka saat ini hampir tidak produktif. Berapa banyak pengemudi taksi online atau ojek online yang akan disita mobil dan motornya oleh penanggih hutang (debt-collector)
Praktek pembiayaan dalam ekonomi syariah saat ini sudah dilakukan oleh lembaga keuangan mikro seperti BMT (BaitulMaal waTamwil) atau koperasi Syariah. BMT merupakan Lembaga keuangan syariah yang berfungsi untuk menghimpun dan menyalurkan dana kepada anggotanya dengan prinsip-prinsip Syariah. Lalu apa keuntungan bagi investor dalam penerapan pembiayaan syariah ini?
Pertama ketenangan karena harta dikelola dengan cara yang halal dan tidak mendzolimi pihak lain. Kedua, dapat membantu orang lain. Dalam islam terdapat hadist yang menuliskan bahwa “barangsiapa memberi kemudahan (dengan menangguhkan pembayarannya) kepada orang yang sedang kesusahan, maka pada setiap harinya ia akan mendapat pahala sedekah.
Berdasarkan prinsip-prinsip dasar syariah inilah urgensinya semua pembiayaan dilakukan dengan cara yg sesuai dengan syariah. Agar para debitur yang terkena dampak wabah ini dapat lebih sedikit tenang tidak dikejar akan denda atau sitaan dan bisa fokus untuk mencari nafkah harian serta menjaga kesehatan. Serta bagi Investor hal ini merupakan bentuk sedekahnya untuk ikhlas menunggu pembayaran dari para debitur.
Dalam keadaan saat ini besar harapan kita pada pemerintah selaku eksekutor dalam relaksasi kredit untuk menerapkan nilai- nilai ekonomi syariah agar perekonomian Indonesia tidak terjun bebas. Skema relaksasi lebih ramah, semua kerugian tidak ditanggung sendiri oleh debitur melainkan ikut ditanggung bersama sesuai dengan jumlah penyertaan modal. Perlahan tapi pasti, ketika wabah covid 19 ini berlalu, relaksasi kredit yang berjalan lancar dan implementasi ekonomi sesuai prinsip dan nilai syariah, dapat menyokong seluruh unsur kekuatan ekonomi Indonesia kembali meningkat. Semoga.

*kedua penulis adalah Dosen Fakultas Ekonomi Universitas Negeri Jakarta

- Advertisement -

BERITA TERKAIT

TERPOPULER