Sabtu, 23 November, 2024

Soal Polemik Pernyataan Achmad Yurianto, Ini Kata Pakar Komunikasi

"... yang miskin melindungi yang kaya agar tidak menularkan penyakitnya"

MONITOR, Jakarta – Penggalan pernyataan juru bicara pemerintah untuk penanganan dan penanggulangan wabah covid-19 Achmad Yurianto (AY) pada Sabtu (28/3/2020) yang menyinggung kelompok sosial masyarakat miskin terus menuai polemik di masyarakat.

Menanggapi hal tersebut, pakar komunikasi politik Emrus Sihombing mengatakan apa yang terjadi dengan AY sejatinya dapat dimaklumi karena beban kerja dan tanggungjawabnya yang besar sebagai salah satu nahkoda pananganan covid-19.

“Apa jadinya ketika juru bicara (jubir) bukan seorang komunikolog? Pertanyaan setara, apa jadinya ketika menteri kesehatan dari seorang komunikolog. Jawabanya sederhana, kurang produktif melaksanakan tugasnya. Itulah yang terjadi ketika seorang ditempatkan pada posisi yang tidak lenear dengan kompetensinya,” kata Emrus melalui keterangan tertulisnya. Minggu (29/3/2020).

Menurut Emrus, dari aspek Ilmu Komunikasi, dalam menyampaikan penggalan isi pesan tersebut ke ruang publik, AY tampak belum punya cukup waktu mempertimbangkan aspek aksiologinya. Namun hal tersebut menurut direktur eksekutif EmrusCorner itu dapat dimaklumi karena AY memikul beban tugas yang sangat luar biasa dan komplek. Selain jubir, ia juga Direktur Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit di Kemenkes.

“Oleh karena itu, dari sudut kompetensi dan jabatanya, sejatinya AY menjadi salah satu “nakoda” penanganan penyebaran dan dampak covid-19 dari aspek virologi,” kata Emrus.

Bila merujuk kepada keseluruhan narasinya, Emrus mengatakan AY ingin menyampaikan makna agar tumbuh kebersamaan, gotong-royong dan saling membatu menghalau penyebaran dan menangani dampak covid-19 di tengah masyarakat. “Tetapi bisa saja AY kurang menyadari muncul sebuah kalimat yang menyertai yaitu. “… yang miskin melindungi yang kaya agar tidak menularkan penyakitnya” terang Emrus.

Memang bila hanya penggalan pesan yang dimaknai, maka seolah kelompok masyarakat tertentu diposisikan sebagai yang menularkan penyakit. Ketika mengatakan itu, AY telah masuk rana interaksi sosial yang bukan bidang utamanya. Sebab, konsep interaksi sosial ada dalam kajian Sosiologi dan Ilmu Komunikasi.

“Memang bila hanya merujuk pada penggalan isi pesan yang disampaikan AY, maka kalimat terebut tampak kurang tepat dan boleh jadi juga kurang bijak. Tampak kurang tepat, karena penyebaran covid-19 bisa dari siapa kepada siapa, yang sama sekali tidak mengenal kelas sosial ekonomi. Selain itu, virus ini tidak memiliki pikiran dan perasaan sehingga tidak bisa memilih siapa yang menjadi korbannya,” ungkapnya.

“Boleh jadi kurang bijak. Pesan ini memosisikan adanya relasi sosial yang kurang setara. Yang satu berada superior, yang lain inferior. Dikotomi senacam itu tidak begitu linear dengan tatanan negara demokrasi, seperti di Indonesia,” tambahnya.

Selain itu, Emrus menegaskan dari aspek manajemen Sumber Daya Manusia, penempatan seseorang pada jabatan dan fungsi tertentu, sejatinya berdasarkan kompetensi keilmuan. Artinya, jubir merupakan profesi komunikasi dan bagian dari kajian Ilmu Komunikasi. Jadi, jubir itu sejatinya dari seorang komunikolog.

“Oleh karena itu, dalam penanganan covid-19, AY sebaiknya diposisikan sebagai salah satu “nakoda”, ahli dan rekan sekerja jubir penanganan covid-19. Ketika menyangkut teknis dan akademik terkait dengan Covid-19, misalnya, AY yang menjelaskan. Murni dari aspek keilmuan. Di luar itu, yang sifatnya makro, kebijakan, dan aspek sosial lainnya, maka jubir yang berlatarbelakang Ilmu Komunikasi menyampaikannya,” pungkasnya.

- Advertisement -

BERITA TERKAIT

TERPOPULER