MONITOR, Jakarta – Sebagai perusahaan yang selalu berhadapan dengan bahaya dan ancaman risiko kerja, Pertamina berkomitmen untuk terus meningkatkan kompetensi Sumber Daya Manusia (SDM) dalam hal Kesehatan dan Keselamatan Kerja.
Hal ini diwujudkan melalui kegiatan seminar nasional, yang merupakan rangkaian peringatan Bulan K3 di Refinery Unit III Plaju.
“Upaya ini tidak lain untuk mencapai terwujudnya zero kecelakaan kerja, zero penyakit akibat kerja, dan zero pencemaran lingkungan yang menjadi masalah utama industri. Kami senantiasa meningkatkan kesadaran dalam aspek K3, berbagai penghargaan terkait K3 sudah diraih Pertamina, dan hal inilah yang memacu kita untuk kian disiplin dalam menganut aspek K3 sebagai budaya dan prioritas bersama,” kata General Manager RU III Plaju, Iman Syafirman.
Lebih lanjut Iman mengatakan, kegiatan ini juga sebagai katalisator yang nantinya berdampak pada kehandalan kilang, demi terwujudnya visi misi Pertamina RU III Plaju Menjadi Kilang Minyak dan Petrokimia Nasional yang Kompetitif di Asia Pasifik pada Tahun 2025.
“Kami ingin RU III Plaju bisa berkontribusi besar terhadap visi besar Pertamina menjadi Perusahaa Energi Berkelas Dunia melalui kesadaran akan pentingnya budaya K3,” tambahnya.
Dipandu oleh Syahrial Okzani selaku moderator, forum yang mengangkat tema “Optimalisasi Kemandirian Masyarakat Berbudaya K3 Pada Revolusi Industri 4.0 Berbasis Teknologi Informasi” ini menghadirkan tiga (3) narasumber diantaranya Chairman World Safety Organization (WSO) Indonesia Soehatman Ramli, Subdit Pengawasan Norma Kesehatan Kerja Kemenaker Trans Republik Indonesia dr. Amaruddin, serta Subdit Pengawasan Norma Kelembagaan Keahlian dan SMK3 Dewan K3 Nasional, Herman Bagus Wicaksono.
Selaku pembicara, dr. Amarudin menjelaskan, pelaksanaan K3 harus dilakukan secara komprehensif dengan mengedepankan upaya promotif dan preventif, bukan bersifat kuratif dan korektif.
“Lembaga- lembaga K3 di Palembang juga masih terbatas, tantangan kita adalah memberi pemahaman pada seluruh angkatan kerja untuk menjalankan K3 dengan baik. Satu syarat K3 saja tidak terpenuhi, resikonya adalah menyangkut kerugian perusahaan secara massif,” lanjut Amarudin.
Sementara itu Chairman WSO Soehatman Ramli memaparkan data tentang pengetahuan ahli K3 Indonesia di era globalisasi 4.0 ini juga dianggap masih tertinggal dan kalah bersaing dengan negara-negara lain di dunia.
“Di sisi lain K3 sangat berkaitan dengan produktifitas, profit, dan daya saing suatu bangsa. Untuk mencapai budaya K3 level 5 atau mencapai world class safety, perusahaan harus mengikuti perkembangan tujuh (7) isu global K3 yang diantaranya environmental, food safety, consumer and product safety, public safety, transportation safety, disaster and business interruption, serta workplace safety, PR kita masih sangat banyak,” ungkapnya.