MONITOR, Jakarta – Kementerian Pertanian tengah gencar melakukan konsolidasi kebun buah dan flori (tanaman hias) yang tersebar di seluruh Indonesia dalam rangka mendukung gerakan peningkatan ekspor yang dicanangkan Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo.
Melalui program pengembangan kawasan berorientasi ekspor, Kementan mendorong terbentuknya satu kawasan satu varietas (one region one variety) baik di lahan-lahan terbuka maupun pekarangan rumah tangga secara berkelompok.
Selain itu, Kementan juga mendorong kebun-kebun buah yang ada agar dilakukan registrasi dan sertifikasi kebun. Tujuannya untuk menjamin produksi yang berkualitas sekaligus memenuhi persyaratan ekspor.
Direktur Jenderal Hortikultura, Prihasto Setyanto, saat membuka Pertemuan Sosialisasi Petunjuk Teknis Kegiatan Peningkatan Produksi Buah dan Florikultura tahun 2020 di Bogor (26-28/2) mengatakan pihaknya berkomitmen menggenjot nilai ekspor komoditas hortikultura hingga diatas Rp 10 Trilyun.
“Periode Januari-Desember 2019 lalu nilai ekspor hortikultura mencapai sekitar Rp 6,38 Trilyun. Tahun ini ditargetkan naik sekurang-kurangnya Rp 10 Trilyun. Buah-buahan seperti manggis, nenas, pisang, salak dan aneka tanaman hias sangat prospektif untuk digenjot ekspornya. Bahkan melalui negosiasi perdagangan kita punya kans besar melipatgandakan ekspor terutama dari nenas dan pisang segar,” ujar Prihasto.
Menurut pria yang acap dipanggil Anton tersebut, skenario peningkatan ekspor buah dapat dilakukan melalui 2 pendekatan yaitu optimalisasi kebun buah eksisting dan pengutuhan kawasan pengembangan baru.
“Butuh waktu yang cukup untuk tanaman bisa berbuah, terutama buah pohon seperti manggis, mangga, durian, alpukat dan sejenisnya. Tidak serta merta sekarang ditanam besok langsung berbuah. Kita akan terus tata dan optimalkan kebun-kebun buah eksisting tersebut salah satunya melalui registrasi dan sertifikasi kebun GAP,” kata Anton.
Tahun 2020, Ditjen Hortikultura mentargetkan setidaknya 2.200 kebun dan lahan usaha hortikultura bisa diregistrasi dan selanjutnya dilakukan sertifikasi GAP. Pada tahap awal, akan dilakukan pendataan terhadap calon kebun buah dan florikultura yang siap diregister.
“Kami sudah siapkan kegiatan Sekolah Lapang maupun Bimbingan Teknis penerapan Good Agricultural Practices (GAP) yang diawali dengan kegiatan Training of Trainers (TOT) bagi petugas lapang seluruh Indonesia. Petugas tersebut nantinya akan melakukan pendampingan penyiapan kebun buah GAP. Kita juga sudah punya Aplikasi e-form untuk mendata kebun atau lahan usaha yang telah diregistrasi,” urai Anton semangat.
“Output dari penataan kebun tersebut adalah registrasi kebun dan sertifikasi GAP. Mau tidak mau harus kita perbanyak dan perluas kebun-kebun buah yang teregister dan tersertifikasi karena hampir seluruh negara tujuan ekspor mensyaratkan (registrasi dan sertifikasi kebun GAP) tersebut,” terangnya.
Untuk mencapai target ekspor hortikultura, Anton menyarankan agar tidak semata-mata mengandalkan dana APBN. Skim pembiayaan Kredit Usaha Rakyat (KUR) dinilai bisa menjadi pilihan bagi pelaku usaha agribisnis buah dan florikultura dalam mengembangkan usahanya.
“Tahun ini plafon KUR untuk sektor pertanian disediakan hingga Rp 50 Trilyun. Untuk hortikultura ditargetkan terserap Rp 6,39 Trilyun dengan suku bunga pinjaman 6% per tahun. Untuk pinjaman sampai Rp 50 juta bahkan tidak perlu pakai agunan. Ini bisa membantu percepatan target penumbuhan kebun-kebun buah tersertifikasi,”
Senada, Direktur Buah dan Florikultura, Liferdi Lukman meminta seluruh dinas pertanian provinsi dan kabupaten/kota untuk bahu membahu menggenjot kinerja produksi buah dan flori dalam rangka peningkatan ekspor. Dirinya optimis ekspor buah dan florikultura mampu bergeliat ditengah merebaknya isu virus corona. Kuncinya, kebun yang saat ini sudah ada, ditata kembali dengan pendekatan teknologi budidaya sehingga mampu berdayasaing.
“Tahun 2020 ini kami fasilitasi Sekolah-Sekolah Lapang GAP, Bimbingan Teknis, Peremajaan Kebun terutama untuk Salak, Buah Naga dan Mangga. Ujungnya nanti kebun-kebun buah tersebut harus memiliki registrasi dan sertifikasi GAP,” kata Liferdi.
Menurut Liferdi, pola pengembangan buah-buahan kedepan dikonsentrasikan ke dalam satu kawasan luas berskala ekonomi tertentu. “Sudah tidak jaman lagi menanam secara spot-spot atau terpencar-pencar. Harus dalam satu kawasan terpadu agar memudahkan konsolidasi kebun, pengelolaan manajemen produksi, distribusi hingga pemasarannya,” terang Liferdi.
Untuk kegiatan APBN 2020, pihaknya telah menentukan agar lahan pengembangan buah dan flori dalam satu kabupaten sedapat mungkin berada di satu wilayah kecamatan saja. “Jika lahan di kecamatan sentra tersebut memang sudah penuh, baru diperluas ke kecamatan sentra lain yang berdekatan sehingga menjadi satu kawasan yang utuh,” pungkasnya.