Jumat, 26 April, 2024

Nadiem dan Arah Pendidikan Indonesia

Tujuan pendidikan bagi Tan Malaka adalah mempertajam kecerdasan, memperkukuh kemauan serta memperhalus perasaan. Dengan kecerdasan, manusia sebagai mahluk yg terus berproses untuk belajar diharapkan selalu siap dalam menghadapi pilihan-pilihan pada segala persoalan.

Persoalan hidup yg tiap detik dihadapi oleh manusia butuh kecerdasan untuk menyikapinya. Kecerdasan yg cenderung bersifat kognitif atau gunakan nalar.

Setiap hari manusia terbangun entah pagi atau siang hari lalu berhadapan dengan pilihan-pilihan, mulai dari bangun tidur memilih sarapan lebih dulu dari mandi atau sebaliknya. Kemudian memutuskan untuk berangkat ke tempat kerja atau sekolah sesuai komitmen atau memilih untuk bolos. Semua ada konsekuensinya. Setiap hari kecerdasan dituntut agar manusia dapat memutuskan yg terbaik bagi hidupnya sendiri dan orang lain yg berkepentingan dengannya.

Lantas, sebijak dan sebagus apapun ide atau pemikiran, tidak akan menjadi apa-apa tanpa melaksanakan dalam bentuk tindakan akibat kukuhnya kemauan. Kesamaan antara perkataan dan perbuatan, integritas, dan sikap tegak lurus (i’tidal) pada nilai-nilai yg dipercaya adalah buah dari kemauan yg kuat. Kuatnya kemauan untuk bertindak juga akibat dari kecerdasan yang telah beri masukan potensi akibat bila dilakukan atau tidak dilakukannya sesuatu. To be or not to be.

- Advertisement -

Terkadang tindakan dengan kemauan yg kuat berdasarkan nalar semata berakibat kerusakan dan kerugian bagi banyak orang lain. Karena itu pendidikan juga berkewajiban untuk menghaluskan perasaan manusia, agak tercipta karakter moderat (tawassuth), seimbang (tawazun), toleran (tasamuh). Agar tindakan yg berasal dari kemauan kukuh tidak sekedar berdasarkan nalar semata yg cenderung gunakan pendekatan kuantitatif, namun juga menimbang nilai-nilai perasaan seperti rasa keadilan yang cenderung kualitatif.

Tanggungjawab Pendidikan Indonesia dan masa depan anak bangsa kini besar dibebankan kepada anak muda berlatar belakang pengusaha rintisan (start up) yang melek dengan dunia teknologi informasi. Nadiem Makarim adalah milenial yg hidup dan menjawab tantangan zaman, revolusi industri 4.0.

Anak bangsa mesti terus dididik kecerdasan, kemauan, dan kehalusan perasaan mereka untuk menyikapi revolusi industri ini.

Dengan tajamnya kecerdasan maka akan terpetakan isu-isu utama seperti perubahan iklim yg terkait dengan upaya manusia memenuhi hajat hidup dengan kegiatan ekonomi berhadapan dengan sumberdaya yang terbatas dan lingkungan yang perlu dijaga.

Dalam kasus gojek saja, disrupsi telah berjasa membuat ojek pangkalan beralih menjadi ojek online. Beberapa warung makan terlihat sepi, meski bukan berarti tidak ada penjualan, melainkan karena orang membeli makanan lewat gofood, begitu juga yg terjadi dengan jual beli online lain yang menyebabkan ongkos menyewa ruang toko dan membayar pegawai untuk menjaga display barang semakin terasa mahal dan kurang efisien.

Kecerdasan yg lebih dalam lagi akan melihat bahwa penggunaan gadget secara masif berarti meningkatkan permintaan pada sumberdaya bahan pembuat alat elektronik seperti timah, alumunium, dsb. Juga meningkatkan permintaan pada listrik yg bersumber dari energi terbarukan seperti kincir angin, bio gas dari kelapa sawit, panel surya, dsb, serta masih menggunakan energi tak terbarukan seperti minyak, gas, dan panas bumi, dan batubara yg sempat menghebohkan karena isu lingkungan yg mencuat di saat debat pilpres kemarin.

Kecerdasan yg tajam dengan disertai perasaan yg halus akan mendorong keberpihakan. Termasuk keberpihakan dalam isu perang dagang global di mana Indonesia pun terkena dampaknya.

Dunia hidup bangsa Indonesia penuh tantangan dan persoalan, yang tidak bisa diatasi oleh pemerintah sendirian. Di tengah meningkatnya kebutuhan lapangan kerja yg mestinya terbantu pemenuhannya dengan adanya pengusaha-pengusaha baru, isu negatif masih terlalu sering berkumandang pada orang Indonesia yg memilih jalan hidupnya menjadi pengusaha yg membantu negara dalam penciptaan lapangan kerja.

Nadiem telah berhasil membentuk ruang hidup dengan landasan kolaborasi dalam paket produk bernama gojek. Kolaborasi antara keahlian IT, manajemen, pemilik usaha makanan, dan mitra gojek. Kemauan untuk kolaborasi itulah yang mesti disampaikan sejak dini ke anak-anak bangsa. Karena tidak mungkin ada manusia super yang bisa hidup sendirian untuk mengarungi kehidupan yg penuh ketidakpastian. Ketidakpastian yg akan menyebabkan jenis pekerjaan dengan waktu tidak tertentu (kontrak permanen) di swasta, atau kontrak permanen ke negara seperti menjadi ASN akan semakin tidak relevan.

Mungkinkah dunia masa depan hanya ada satu jenis pekerjaan yg semakin relevan: Buruh harian lepas, seperti yg dirasakan oleh mitra gojek di tahap-tahap awal bermitra dengan Nadiem? Entah. Tapi manusia Indonesia mesti dididik untuk selalu dapat menghadapi segala ketidakpastian dan kemungkinannya.

Rokan Darsyah
Buruh harian lepas yang kedua orangtuanya pernah menjadi guru

- Advertisement -

BERITA TERKAIT

TERPOPULER