Senin, 25 November, 2024

Kontroversi Revisi UU KPK, Ini Kata Pengamat

MONITOR, Jakarta – Kontroversi UU Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) saat ini sedang menjadi pembahasan menarik, sejumlah kalangan pun mencoba mengomentari soal revisi UU KPK tersebut.

Praktisi hukum, Juajir Sumardi mengatakan, revisi UU KPK kalau memang harus dilakukan, maka harus menekankan pada pencegahan dan otoritas KPK yang jelas.

“KPK punya ruang ranah yang jelas, misal kalau negara itu otoritasnya di mana. Artinya, jangan sampai otoritasnya itu berada pada wilayah kompetensinya kejaksaan dan kepolisian,” ujar Juajir, Sabtu, (14/9).

Menurut Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Hasanuddin Makassar ini, kalau UU KPK memang diubah maka harus mengarah pada kompetensi absolut yang diberikan kepada KPK. Karena selama ini, kompetensi absolut tersebut kurang dikontrol. Karena itu, peran Dewan Pengawas KPK sangat penting.

- Advertisement -

“Kalau kompetensi absolut itu kan KPK tidak boleh mengambil yang kacang-kacangan kecil-kecil diambil juga, terlalu mubazir dan terlalu besar biayanya ketimbang hasil yang diperoleh,”imbuhya.

Harusnya, kata dia, KPK menangani kasus yang potensi kerugian negaranya di atas Rp1 miliar. Sehingga, jangan sampai KPK mengambil potensi kerugian negara di bawah Rp1 miliar.

“Jadi sebelum melakukan OTT, sudah bisa mengidentifikasi kejahatan yang dilakukan oleh orang yang mau ditangkap tangan itu melampaui Rp1 miliar,”tandasnya.

Di samping itu, Juajir mengatakan KPK harus bisa membangun strategi follow the asset, bukan follow the person. Sebab, kata dia, selama ini KPK masih terjebak sasaran pada paradigma personal. Padahal, dia harus bisa mengamankan aset negara.

“KPK harus mengambil kebijakan paradigmanya adalah follow the asset, follow the money, bukan follow the person,” pungkasnya.

- Advertisement -

BERITA TERKAIT

TERPOPULER