Kamis, 28 Maret, 2024

Kelompok Cipayung Plus Dukung Revisi UU KPK

MONITOR, Jakarta – Pro Kontra rencana revisi UU No. 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang diajukan DPR kepada Presiden mengalir kemasyarakat.

Menanggapi hal ini, Kelompok Cipayung Plus yang terdiri dari PMII, GMNI, PMKRI, HMI, IMM, GMKI, KMHDI, HIMAHBUDHI menyatakan sikap bahwa UU KPK yang sudah berlaku selama 17 Tahun sejak diresmikannya institusi KPK sudah tidak relevan lagi dan dipandang perlu untuk dievaluasi.

Ketua DPP Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM), Najih Prastiyo, mengatakan UU KPK bukanlah sebuah konsesus yang tidak bisa direvisi. Menurutnya, UU KPK perlu dievaluasi, mengingat baru-baru ini KPK diperingati Ombudsman karena dalam menangani beberapa perkara penyidikan, KPK tidak memiliki SOP yang baku dan cenderung terkesan abuse of power dan adanya pengkotak-kotakan fraksi-fraksi ditubuh KPK.

“Kami Kelompok Cipayung Plus MENDUKUNG dilaksanakannya revisi UU KPK,” kata Roy, ketua DPP GMNI di Bakoel Coffe, Jakarta, Rabu (11/09).

- Advertisement -

Ketua Umum Perhimpunan Mahasiswa Katolik Republik Indonesia (PMKRI), Juventus Prima Yoris Kago juga menjelaskan UU KPK merupakan produk lama yang perlu mendapatkan peninjauan kembali pada setia klausul pasal-pasalnya. Menurutnya, peninjauan kembali diperlukan agar UU KPK sesuai dengan konteks kekiniaan bangsa Indonesia saat ini yang telah banyak mengalami kemajuan sosial dan teknologi.

Ia pun memaparkan sebagai lembaga negara yang memiliki peran vital, kinerja KPK perlu diawasi dan dievaluasi agar dapat sesuai jalur dalam pendirianya. “Jangan sampai berbagai macam kewenangan yang diberikan disalahgunakan, tanpa adanya pembatas karena tidak memiliki aturan yang jelas. Maka, diperlukan Dewan Pengawas untuk memperkuat kinerja KPK secara kelembagaan serta melindungi KPK dari kepentingan golongan atau politik tertentu,” usulnya.

Sementara itu, Ketua Umum Pergerakkan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII), Agus Mulyono Herlambang berpendapat dalam meningkatkan kualitas dari berbagai aktivitas pemberantasan korupsi, KPK harus membuka diri berkerjasama dengan lembaga penegak hukum lain yang juga telah memiliki tugas dan fungsi yang sama. Yakni, Kepolisian dan Jaksa Agung.

“Hal ini diperlukan dalam hal memasukan penyidik dan penyelidik dari unsur kepolisian dan kejaksaan. Termasuk proses penuntutan yang berkoordinasi dengan Kejaksaan Agung akan menjadi kolaborasi yang tepat untuk memperkuat KPK secara kelembagaan dan profesioanl,” kata dia.

Terkait hasil Audit dari Badan Pemeriksa Keuangan yang memberikan status wajar tanpa pengecualian terhadap laporan keuangan KPK Tahun 2018. Menurut Ketua Umum Gerakkan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI) Roybatullah Kusuma Jaya, KPK harus menjelaskan kepada public sebagai pertanggungjawaban kelembagaan, terlebih sebagai pertanggung jawaban moril atas status superbody yang melekat padanya.

“Hal ii tidak boleh menurunkan tingkat kepercayaan public terhadap penyelenggaraan pengelolaan keuangan KPK,” tegasnya.

Selain itu, kata dia, KPK tidak dibenarkan memposisikan diri sebagai korban yang seakan-akan menjadi incaran dari berbagai pihak yang menimbulkan pembenturan diantara masyarakat. Dari mulai isu pelemahan istitusi, permasalahan krediniltas para tim seleksi calon pimpinan KPK dan kinerja tim seleksinya.

“Upaya penggiringan public demikian tidakah dapat dibenarkan secara konstitusional dan memberi kesan bahwa KPK sedang mencari perlindungan public untuk menghadapi negara,” kata dia.

Terakhir, Ketua Umum Gerakkan Mahasiswa Kristen Indonesia (GMKI) Korneles Galanjinjinay dalam revisi UU KPK nantinya, Agus menghimbau agar masyakat dapat mengetahui secara berimbang mengenai pokok-pokok revisi UU KPK dengan objektif tanpa adanya penggiringan isu oleh kelompok tertentu.

“Sekali lagi, revisi UU KPK untuk memperbaiki dan memperkuan kinerja KPK secara kelembagaan tanpa ada sedikitpun upaya melemahkan KPK,” tekannya.

- Advertisement -

BERITA TERKAIT

TERPOPULER