MONITOR, Jakarta – Lembaga Bantuan Hukum Nelayan Indonesia (LBHNI) meminta Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tegas dalam mengungkap kasus dugaan korupsi keramba jaring apung (KJA) di Pangandaran dan Karimunjawa. Mereka juga menyambut baik progres penanganan kasus Keramba Jaring Apung di Sabang Aceh.
“Ya, kami mendukung, sebentar lagi akan ada tersangka baru kasus Keramba Jaring Apung yang di Sabang, kasus KKP ini. Tapi jangan sampai kasus Keramba yang di Pangandaran dan Karimunjawa dilupakan ya. Kami berharap kepada KPK, Kejati Jabar dan Kejati Jawa Tengah agar bekerja maksimal untuk ungkap kasus yang di Pangandaran dan Karimunjawa.” Ujar juru bicara LBH Nelayan Indonesia, Aris Munandar, di Jakarta. Rabu (29/8/2019).
Dalam kasus tersebut, KPK dan Kejaksaan sudah sangat luas kajiannya dan bukti proyek itupun gagal sudah melebihi dua alat bukti yang ada.
“Ketika, dua alat bukti sudah terpenuhi, maka mestinya secepatnya semua menjadi tersangka. Baik proyek Keramba yang di Sabang, maupun di Pangandaran dan Karimunjawa. Bayangkan 100 miliar lebih kerugian negara atas proyek di tiga tempat itu.” Lanjutnya
“Tentu aspek yang dilihat oleh penegak hukum yakni apakah ada gratifikasi ataukah ada muncul dugaan pembiayaan beberapa kegiatan KKP dari keuntungan atau fee proyek KJA itu. Ini yang harus diteliti kembali oleh KPK dan Kejaksaan.” ungkap Aris.
Sebagai informasi, dalam penanganan kasus dugaa korupsi KJA di Sabang, tim penyidik Kejaksaan Tinggi Aceh sudah menyita delapan keramba apung beserta jaringnya dan satu unit tongkang pakan ikan. Kemudian, satu paket sistem distribusi pakan, pipa pakan, satu set sistem kamera pemantau, serta satu unit kapal beserta perangkatnya. Semua barang yang disita tersebut berlokasi di Pulau Weh, Kota Sabang.
Selain menyita aset, tim penyidik juga menyita uang tunai Rp36,2 miliar. Uang tersebut diserahkan langsung dalam bentuk tunai oleh PT. Perikanan Nusantara kepada Kejaksaan Tinggi Aceh.
Proyek tersebut dilaksanakan pada 2017 dengan anggaran Rp50 miliar. Proyek pengadaan tersebut dimenangkan PT Perikanan Nusantara dengan nilai kontrak Rp45,58 miliar.
Lembaga Bantuan Hukum Nelayan Indonesia (LBH Nelayan) berharap hasil temuan penyidik Kejaksaan Tinggi Aceh bisa menjadi acuan pokok perkara tindak pidana korupsi untuk mengungkap proyek Keramba yang berada di Pangandaran dan Karimunjawa. “Karena, semua 3 tempat pekerjaan proyek tersebut, dikerjakan tidak sesuai spesifikasi. Perusahaan juga tidak bisa menyelesaikan pekerjaan 100 persen. Pekerjaan diselesaikan pada Januari 2018, sedangkan pencairan sudah dibayarkan pada 29 Desember 2017.” Tegas Aris.
MONITOR, Jakarta - Ketua DPR RI Puan Maharani berharap peringatan Hari Guru Nasional (HGN) 2024…
MONITOR, Jakarta - Koperasi sebagai tonggak pemberdayaan masyarakat, telah membuktikan bahwa ekonomi yang kuat dapat…
MONITOR, Banten - Menteri Desa dan Pembangunan Daerah Tertinggal (Mendes PDT) Yandri Susanto mengaku kaget…
MONITOR, Jakarta – Kementerian Imigrasi dan Pemasyarakatan (Kementerian Imipas) menyerahkan bantuan untuk pengungsi erupsi Gunung Lewotobi di Lembata, Nusa Tenggara…
MONITOR, Jakarta - Mahkamah Pidana Internasional atau International Criminal Court (ICC) mengeluarkan surat penangkapan bagi…
MONITOR, Jakarta - Anggota Komisi IV DPR RI Fraksi PDI Perjuangan, Prof. Dr. Ir. Rokhmin…