ENERGI

WOWS Didorong jadi Penopang Utama Produksi Minyak

MONITOR, Jakarta – Praktisi migas Satoto Agustono menegaskan aktivitas Work Over dan Well Services (WOWS) masih menjadi primadona dalam menjaga produksi minyak nasional. Satoto mengatakan WOWS memiliki tingkat kepastian yang lebih tinggi dalam mendapatkan minyak ketimbang berharap pada sumur baru.

“Kepastian mendapatkan minyaknya lebih tinggi,” kata dia dalam diskusi Forum Keuangan.co yang berlangsung Senin (26/8) siang di Jakarta.

Sebagai informasi, Work Over merupakan pekerjaan ulang atas sebuah sumur minyak yang telah ada. Sementara Well Service adalah perawatan sumur minyak. Berdasarkan data SKK Migas, ditahun 2019, Work Over bakal dilakukan di 969 sumur dan akan ada kegiatan Well Services sebanyak 25.296 kegiatan.

Satoto mengingatkan, biaya WOWS jauh lebih murah atau low cost dari biaya pengeboran sumur baru. Praktisi senior tersebut menjelaskan, untuk sumur baru dengan kedalaman 1.500 meter, biaya yang dibutuhkan sebanyak 4-5 juta dolar AS.

Senada dengan hal tersebut, dalam kesempatan yang sama, Direktur Eksekutif Energy Watch Mamit Setiawan juga menuturkan WOWS sangat bisa dimaksimalkan untuk mendukung pencapaian produksi minyak. Sebab, menurut riset Energy Watch, rata-rata produksi WOWS itu mampu menghasilkan 10-15 barel per hari (BOPD). Dengan angka tersebut, praktis WOWS bisa menopang angka produksi minyak.

“Bisa dibayangkan berapa tambahan produksi migas jika WOWS dimaksimalkan. Untuk Well Service aja, 10 barel dikali 25 ribu pekerjaaan. Itu jauh lebih cukup untuk menjaga produksi minyak,” kata dia.

Sementara itu, bagi Ekonom INDEF Bhima Yudhistira, upaya mendorong produktivitas WOWS jauh lebih baik daripada mewacanakan pengurangan subsidi BBM. Sebab bagi Bhima, problem utama krisis migas dan energi adalah ketidakmampuan memproduksi cadangan migas.

“Ini jauh lebih konkret menjawab permasalahan produksi minyak kita. WOWS akhirnya menjadi cara untuk menjaga target produksi minyak kita,” ujar dia.

Bhima menegaskan problem utama produksi migas justru terletak pada pemerintah itu sendiri, terutama soal rendahnya investasi di sektor ini. Penyebabnya mulai dari regulasi, ketidakpastian hukum hingga problem rumitnya prosedur investasi migas. Ekonom muda ini menyebut tiga hal tadi menjadi alasan investor enggan meningkatkan investasi di sektor migas ini.

“Ekosistem bisnis migas ini semakin tak menarik. Ketidakpastian hukumnya tinggi, regulasinya juga tidak pernah jelas. Makanya investor ini terus-terusan wait and see, bahkan mungkin tak mau berinvestasi disini meski pilpres selesai,” tuturnya.

Recent Posts

DPR Ingatkan Pemerintah Agar Penghapusan Tunggakan BPJS Tak Salah Sasaran

MONITOR, Jakarta - Anggota Komisi IX DPR RI, Netty Prasetiyani Aher menyambut positif langkah pemerintah…

25 menit yang lalu

Buka Simulasi Sidang Parlemen Remaja 2025, Puan Ungkap Dinamika Politik di DPR

MONITOR, Jakarta - Ketua DPR RI Puan Maharani membuka kegiatan Simulasi Persidangan Parlemen Remaja 2025…

50 menit yang lalu

Komisi III DPR Desak Polisi Usut Tuntas Kebakaran Rumah Hakim Tipikor Medan

MONITOR, Jakarta - Anggota Komisi III DPR RI Sarifuddin Sudding mengecam keras peristiwa kebakaran rumah…

2 jam yang lalu

Kemenimipas Dapat Apresiasi Menteri PAN-RB atas Kinerja Penguatan Sistem Merit ASN

MONITOR, Jakarta - Kementerian Imigrasi dan Pemasyarakatan (Kemenimipas) berhasil mendapatkan apresiasi dari Menteri Pendayagunaan Aparatur…

3 jam yang lalu

Ditargetkan Berdiri Tahun ini, Menag Tegaskan Soal Calon Dirjen Pesantren

MONITOR, Jakarta - Kementerian Agama tengah memproses pendirian Direktorat Jenderal Pesantren. Menag Nasaruddin Umar menargetkan…

4 jam yang lalu

Demi Pariwisata yang Sehat, DPR Dorong Perbaikan Sistem Izin Usaha via OSS

MONITOR, Jakarta - Wakil Ketua Komisi VII DPR RI Evita Nursanty berpandangan perlunya perbaikan sistem…

5 jam yang lalu