PENDIDIKAN

Sembilan Santriwati Tasikmalaya Dianiaya Guru Ngaji, Begini Reaksi KPAI

MONITOR, Tasikmalaya – Kekerasan dalam dunia pendidikan kembali terjadi. Belakangan dikabarkan, sembilan santriwati pondok pesantren di kawasan Gunung Tanjung, Tasikmalaya, Jawa Barat, menjadi korban penganiayaan oleh oknum guru ngaji sekaligus keamanan pondok.

Para santriwati ini diketahui tengah menempuh pendidikan akhir di pesantren dan baru saja menyeleaikan ujian nasional berbasis komputer di pendidikan formal (SMA). Peristiwa nahas terjadi pada Kamis, 10 April 2019 lalu. Mereka dipukuli dengan kayu pada bagian betis dan paha.

Komisioner KPAI Bidang Pendidikan, Retno Listyarti, mengungkapkan bahwa hukuman diberikan oleh oknum guru ngaji laki laki karena absen mengaji. Satu kali absen mengaji, korban dipukul tiga kali bagian betis dan paha. Bahkan salah seorang santriwati mengaku dipukul lima puluh tujuh kali setelah absen sembilan belas kali. Selain lebam di bagian kaki, seluruh korban tidak bisa jalan empat hari hingga alami pecah pembuluh darah.

“Usai dipukuli, para santriwati tidak diizinkan menghubungi keluarga. Mereka bahkan diperingati untuk tidak melapor pada orang tua. Orangtua salah satu korban mengaku baru mengetahui anaknya dianiaya saat pulang untuk pencoblosan pemilu,” terang Retno Listyarti, kepada MONITOR, Selasa (23/4).

Atas kejadian ini, Retno menyayangkan penyelesaikan kasus kekerasan ini seharusnya tidak dilakukan dengan cara damai, tapi sejatinya diproses hukum agar menimbulkan dapat efek jera terhadap pelaku dan juga pihak pengelola Ponpes.

“Penyelesaian dengan cara-cara kekeluargaan seperti ini cenderung membuat pelaku akan kembali mengulangi perbuatannya terhadap anak yang lain,” kata Retno.

Retno menjelaskan, upaya damai dianggap akan mengabaikan peran sekolah atau ponpes dengan system boarding school (berasrama) untuk melindungi anak-anak atau peserta didik selama berada di sekolah sebagaimana diatur dalam Pasal 54 UU No 35 tahun 2014 tentang Perlindungan Anak. Pasal tersebut mewajibkan sekolah melindungi anak-anak dari kekerasan dan perlakuan salah lainnya selama berada di lingkungan sekolah.

“Pengelola Ponpes seharusnya juga dimintai pertanggungjawabkan atas kegagalannya melindungi ke-9 santriwati tersebut. Apalagi absen mengaji terjadi karena satriwati yang bersangkutan mengalami kelelahan. Sekolah wajib memenuhi hak anak untuk beristirahat sebagaimana dijamin dalam UU PA,” tegas Retno.

Mewakili KPAI, Retno pun mendorong Kementerian Agama untuk melakukan penyelidikan atas kasus ini dan menindaktegas pihak-pihak yang terbukti lalai dan abai melindungi anak-anak di Ponpes tersebut.

Recent Posts

DAIKIN Hadirkan AC Nusantara Prestige di Business Matching Produk Dalam Negeri 2025

MONITOR, Jakarta - DAIKIN kembali memperkuat komitmennya dalam mendukung kemajuan industri nasional dengan berpartisipasi pada…

12 detik yang lalu

Menteri Agus Menangis saat Beri Arahan ke Jajaran Kemenimipas

MONITOR, Jakarta - Menteri Imigrasi dan Pemasyarakatan, Agus Andrianto, menitikkan air mata saat memberikan pengarahan…

1 jam yang lalu

GKB NU Apresiasi Musyawarah Kubro Lirboyo, Tekankan Peran Ulama dan Reformasi Kultural

MONITOR, Jakarta- Musyawarah Kubro yang digelar di Pondok Pesantren Lirboyo dan dihadiri para mustasyar Nahdlatul…

2 jam yang lalu

KAI Wisata Ramaikan Festival Siripada di Stasiun Tuntang Jateng

MONITOR, Semarang - PT Kereta Api Pariwisata (KAI Wisata) sebagai pengelola wisata heritage Museum Kereta…

3 jam yang lalu

Kemenag Terus Salurkan Bantuan ke Lokasi Terisolir Aceh Tamiang

MONITOR, Jakarta - Tim Kementerian Agama bersama relawan Baznas dan Lembaga Amil Zakat (LAZ) terus…

6 jam yang lalu

H-5 Libur Natal 2025, Jasa Marga Operasikan Fungsional Tol Prosiwangi Segmen Gending–Paiton Tanpa Tarif Selama 16 Hari

MONITOR, Jakarta - Sebagai upaya antisipatif terhadap lonjakan mobilitas selama periode Libur Natal 2025 dan…

13 jam yang lalu