MONITOR, Jakarta – Carut marut proses pencoblosan hingga perhitungan suara di Pilpres dan Pileg di pemilu 2019 menjadi sorotan banyak kalangan. Tak sedikit masyarakat yang menginginkan kalau proses demokrasi lima tahunan di negeri ini diperbaiki.
“Saya sih kalau boleh usul ke pemerintah agar proses pilpres dan pileg untuk tahun berikutnya tidak dilakukan secara serentak melaikan di pisah,” ujar Ketua Fraksi Partai Golkar DPRD Jakarta Ashraf Ali kepada MONITOR, Selasa (23/4).
Menurut Ashraf, banyak alasan ketika dirinya mengusulkan agar proses pilpres dan pileg dipisah. Alasan itu diantaranya selain meringankan kerja Kelompok Penyelenggara Perhitungan Suara (KPPS) dalam menghitung suara, masyarakat pun akan lebih konsentrasi dalam memilih pemimpin, wakil rakyat dan partai politik yang menjadi pilihannya.
“Kalau pemilu sekarang kan masyarakat lebih konsentrasi ke pilpres ketimbang pileg. Hasilnya kepedulian masyarakat untuk mencoblos wakilnya di legislatif pun akhirnya kurang,” terangnya.
Menyinggung soal kesibukan KPPS yang harus kerja keras karena pemilu serentak ini. Ashraf mengatakan, hal itu bisa dilihat dengan banyaknya KPPS yang meninggal dunia akibat kelelahan.
“Informasinya ada 91 orang petugas KPPS meninggal dunia dalam menjalankan tugasnya pada Pemilu 2019. Bahkan hingga 22 April, terdapat pula 374 orang yang jatuh sakit,” ujarnya.
Melihat fakta itu, kata Ashraf pihaknya sangat pilpres tidak dilakukan serentak atau dipisah dengan Pemilihan DPRD baik dalam Provinsi atau Kabupaten/Kota dan juga DPD.
“Kejadian yang terjadi dalam Pemilu saat ini semua hanya melihat aspek hukum konstitusi saja yang abstrak, tapi tidak memperhitungkan aspek-aspek sosiologisnya seperti kerumitan penyelenggaraan, faktor geografis kewilayahan dan lain-lain,” pungkasnya.