MONITOR, Cianjur – Jahe salah satu komoditas tanaman obat yang menjanjikan untuk dibudidayakan. Permintaan dari dalam dan luar negeri terus meningkat terutama digunakan sebagai minuman kesehatan dan bahan baku obat.
Kabupaten Cianjur merupakan salah satu sentra jahe nasional terbesar kedua di Provinsi Jawa Barat, tepatnya di Desa Kutawaringin, Kecamatan Mande.
Asep, Ketua Kelompok Tani Cibodas, memproduksi jahe di lahan 6 hektare selama 15 tahun merasakan sekali keuntungan menanam salah satu tanaman herbal ini.
“Dari semua yang kami tanam, jahe itu yang paling menguntungkan. Saya pribadi Alhamdulillah maju terus untuk menanam jahe. Apalagi jika jahe ditanam off season, harga jahe lebih tinggi, penghasilan petani jadi bertambah. Untuk satu kali panen bisa menghasilkan Rp 40 juta,” ujar Asep.
Asep menilai, harga bagus ini karena belum banyak petani yang menanam sedangkan permintaan jahe terus naik. “Saat ini petani bisa mendapatkan harga bagus, Rp 14 ribu per kg untuk jahe gajah dan Rp 17 ribu per kg untuk emprit dan merah. Perkiraan biaya produksi Rp 6 ribu per kg dengan produktivitas rata – rata Rp 20 ton per hektare.”
Memang untuk menanam jahe off season perlu diperhatikan ketersediaan air pada awal tanam karena penanaman dilakukan pada bulan Maret – Juli, di mana belum datang musim hujan. Sementara itu, kata Asep, petani pada umumnya menanam pada awal musim hujan yaitu sekitar awal bulan Okober – Nopember.
Dengan waktu tanam sampai panen sekitar sembilan bulan, Asep menyiasati tanam tumpang sari dengan tanaman cabai dan jagung manis yang umur panennya lebih pendek, sehingga tetap ada pendapatan bertani.
Untuk memenuhi permintaan pasar yang beragam, Asep dan kelompoknya menanam tiga jenis jahe yakni jahe gajah, emprit dan merah. Kebutuhan di dalam negeri seperti untuk bumbu atau minuman menggunakan jahe gajah dan emprit.
“Jahe merah dan jahe emprit banyak dimanfaatkan untuk bahan baku jamu dan obat, sedangkan jahe yang diekspor adalah jenis jahe gajah,” ujar Asep. Selain memasarkan jahenya ke Pasar Tanah Tinggi dan Pasar Kramat Jati, Asep juga menjual jahenya ke pengumpul bahan baku industri jamu yang terletak di Kecamatan Mande.
Selain memasarkan jahenya ke Pasar Tanah Tinggi dan Pasar Kramat Jati, Asep juga menjual jahenya ke pengumpul bahan baku industri jamu yang terletak di Kecamatan Mande serta ke pasar lokal.
Direktur Sayuran dan Tanaman Obat, Moh Ismail Wahab, saat mengunjungi Kelompok Tani Cibodas menambahkan, “Komoditas jahe ini volume ekspornya apabila dirata – ratakan periode 2013 – 2018 meningkat 41 persen per tahun. Jadi sangat potensial untuk dibudidayakan. Data produksi nasionalnya juga menunjukkan peningkatan.”
Merujuk data BPS, produksi jahe 2017 sebesar 216 ribu ton sementara angka produksi sementara 2018 mencapai 434 ribu ton. Kenaikan ini menunjukkan gairah tanam petani untuk melirik komoditas ini.
Pada 2019 ini Kementerian Pertanian memberikan bantuan kawasan jahe seluas 290 hektare. Seluas 15 hektare di antaranya dialokasikan di Kabupaten Cianjur, “Semoga petani dapat terus semangat berbudi daya jahe yang berkualitas,” tambah Ismail.
Semangat petani jahe Cianjur juga meningkat sejalan dengan intensifnya dukungan dan pendampingan dari Dinas Pertanian Kabupaten Cianjur dan jajarannya.
“Saya sampaikan pesan ke semua pembudidaya jahe Kabupaten Cianjur, teruskan jangan pernah berhenti” ujar Agan, Kasie Sayuran dan Tanaman Obat Dinas Pertanian Kabupaten Cianjur, “Rata – rata luas tanam jahe di Kabupaten Cianjur mencapai 1.372 hektare per tahun, tersebar di beberapa kecamatan termasuk Kecamatan Mande salah satunya.”
Melihat semangat para petani, Ismail meyakinkan, “Menanam jahe tidak pernah rugi. Ini bisa menjadi semangat kepada teman-teman semua petani menanam jahe khususnya serta tanaman obat pada umumnya. Apalagi ditanam di luar musim sehingga dapat menjaga kestabilan ketersediaan jahe sepanjang waktu. Sukses jahe, yes!”