Sabtu, 20 April, 2024

Siswa Penderita HIV Dilarang Sekolah, KPAI Ungkap Psikologis Korban

MONITOR, Solo – Kasus 14 siswa dengan HIV di Solo yang ditolak sejumlah orangtua siswa bersekolah di sekolah formal serta kasus siswa membully guru di salah satu SMK di Jogjakarta menjadi perhatian Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI).

Terkait kedua kasus tersebut, Komisioner KPAI bidang Pendidikan, Retno Listyarti, melakukan pengawasan langsung ke Solo dan Jogjakarta pada 26 – 28 Februari 2019.

Pada Selasa (26/2) kemarin, Retno melakukan pengawasan ke rumah singgah Lentera di mana ke-14 anak tersebut bertempat tinggal dalam setahun terakhir ini di lokasi yang sekarang ditempati. Sebelumnya, mereka (Lentera) mengalami 4 (empat) kali pindah rumah karena penolakan warga sekitar. Bahkan, ada satu rumah kontrakan yang sudah di bayar, tetapi belum pernah ditempati karena sudah terlanjur di tolak warga sekitarnya.

Rumah yang saat ini ditempati, tanahnya berstatus hak guna pakai atas bantuan Kementerian Sosial Republik Indonesia (Kemensos RI) dan Pemerintah Kota Solo.

- Advertisement -

“Pihak Lentera mengakui bahwa selama ini perhatian, dukungan dan bantuan Kemensos maupun Pemerintah Kota sangat besar terhadap anak-anak dengan HIV ini. Ada bantuan biaya makan sebesar Rp 10.000 per anak/hari. Sementara dukungan kesehatan berupa biaya kontrol dan obat ke Rumah Sakit Daerah (RSU) ditanggung Pemerintah Kota Solo,” urai Retno, Rabu (27/2).

Lentera adalah Lemba Swadaya Masyarakat (LSM) yang selama ini merawat, mengasuh dan membesarkan anak-anak dengan HIV. Anak-anak tersebut berasal dari berbagai daerah di Indonesia, bahkan ada satu orang yang berasal dari Timika, Papua. Lentera bersedia merawat anak-anak dengan HIV, syaratnya tidak ada keluarga anak tersebut yang tidak bersedia atau tidak mampu mengasuh anak-anak yang terlahir dengan HIV tersebut.

KPAI bertemu para pengasuh dan menanyakan kondisi anak-anak pasca kasus penolakan sejumlah orangtua di sekolah tempat mereka menuntut ilmu selama ini. Penolakan terjadi setelah ada kebijakan regrouping sekolah-sekolah SD dengan alasan kekeruangan murid.

“Alhamdulillah kondisi psikologis anak-anak tidak ada masalah, karena penolakan semacam ini ternyata sudah beberapa kali terjadi, sehingga anak-anak tersebut lebih kuat mentalnya dalam menghadapi penolakan tersebut,” ungkap Pugar, pimpinan Lentera.

Saat KPAI berkunjung ke rumah singgah –yang halaman depannya teduh karena banyak pohon besar dan rindang, ada sejumlah mainan anak-anak seperti perosotan dan ayunan, juga ada jemuran banyak kasur anak yang biasa digunakan anak-anak yang diasuh Yayasan Lentera–, KPAI menyaksikan keceriaan anak-anak yang sedang bermain, bercanda, makan snack, dan saling ngobrol dengan beberapa tamu yang kebetulan datang ke Lentera untuk berbagi makanan dan menghibur anak-anak tersebut.

- Advertisement -

BERITA TERKAIT

TERPOPULER