MONITOR, Dompu – Terkait dengan adanya kasus penyakit Rabies (Anjing Gila) di Kabupaten Dompu, Kementerian Pertanian melalui Ditjen Peternakan dan Kesehatan Hewan (Ditjen PKH) telah mengirimkan Tim Gabungan Dokter Hewan untuk melakukan investigasi dan penanganan Rabies di wilayah tersebut, dengan melibatkan instansi lintas sektor, diantaranya dengan Kementerian Kesehatan. Hal tersebut disampaikan oleh Direktur Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan, I Ketut Diarmita pada hari ini Rabu (23/01) di Kantor Pusat Kementerian Pertanian.
“Kami langsung kirimkan Tim Gabungan Dokter Hewan dari Direktorat Kesehatan Hewan dan Balai Besar Veteriner (BBVet) Denpasar, yaitu Drh. Pebi Purwo Suseno, Drh. Syafrison Idris dan Drh. Ketut Ely Supartika untuk berkoordinasi dengan Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan Propinsi Nusa Tenggara Barat, dan Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan Kabupaten Dompu”, ungkap I Ketut Diarmita. “Tim kami sudah turun sejak hari Kamis 17 Januari Minggu lalu dan melakukan koordinasi dengan Kementerian Kesehatan untuk bersama-sama melakukan investigasi mengingat adanya laporan kematian pada manusia”, tambahnya.
I Ketut Diarmita menyampaikan, berdasarkan hasil penelusuran Timnya, telah dilaporkan ada 2 kasus lyssa pada manusia yaitu di Kecamatan Kempo dan 1 kasus positif Rabies pada hewan di Kecamatan Manggelewa. “Tim Investigasi kami juga telah menemukan fakta bahwa sejak bulan Mei 2018 terdapat kasus gigitan Hewan Pembawa Rabies (HPR) sebanyak 192 kasus”, ungkapnya. Ia jelaskan bahwa untuk distribusi kasus Gigitan Hewan Pembawa Rabies (GHPR) terbanyak dilaporkan pada bulan Januari 2019 yakni 84 kasus (sampai 20 Januari 2019), pada bulan Desember 2018 dilaporkan 64 kasus, November 23 kasus, Oktober 7 kasus, sedangkan pada bulan Mei, Agustus dan September masing-masing ada 1 kasus, sedangkan GHPR sisanya tidak tercatat secara jelas waktunya.
Sementara itu, Direktur Kesehatan Hewan, Fadjar Sumping Tjarur Rassa menyampaikan, berdasarkan data Statistik Kabupaten Dompu mempunyai 8 Kecamatan dan 81 Desa, dari laporan yang diterima terdapat 35 desa di 6 Kecamatan ada kasus GHPR. “Jadi hampir 43% dari seluruh wilayah di Kabupaten Dompu ada kasus gigitan dan hanya 2 kecamatan saja yang belum melaporkan”, ungkapnya.
Ia katakan bahwa Timnya di lapangan telah melakukan diskusi dengan Bupati Kabupaten Dompu pada hari Minggu (20/02) terkait kegiatan yang akan dilaksanakan. “Fokus pertama yang akan dilakukan Tim mengurangi kasus GHPR dengan melakukan pengendalian populasi, khususnya anjing-anjing yang tidak berpemilik terutama di 5 (lima) Kecamatan yaitu Kecamatan Kempo, Manggelewa, Pajo, Dompu dan Woja”, ungkap Fadjar Sumping.
Lebih lanjut Fadjar Sumping menyebutkan, Tim Gabungan Ditjen PKH dan Dinas telah mengambil sampel dari hewan yang telah mengigit manusia. “Sampel tersebut diperiksa di BBVet Denpasar yang diambil di 3 (tiga) kecamatan yaitu Kecamatan Manggelewa, Kempo, Dompu, dan hasil pemeriksaan menunjukan beberapa sampel positif rabies”, tambahnya.
Untuk penanganan kasus rabues di Dompu, Kementerian Kesehatan langsung memberikan bantuan Vaksin Anti Rabies (VAR) sebanyak 600 vial dan 40 vial SAR, sedangkan Ditjen PKH memberikan bantuan vaksin Rabies sebanyak 3.000 dosis, dimana pelaksanaan vaksinasi akan dilakukan secara massal dan serentak di Desa yang terdapat kasus rabies.
“Kita akan lakukan vaksinasi yang dikosentrasikan kepada hewan-hewan berpemilik, khususnya di desa yang dilaporkan tinggi kasus gigitan”, kata Fadjar Sumping. Menurutnya, kegiatan vaksinasi ini mempunyai tantangan di lapangan, yaitu pola pemeliharaan anjing yang diliarkan oleh pemilik. Ia katakan bahwa anjing-anjing di wilayah tersebut kebanyakan mempunyai tugas sebagai penjaga ladang dan berburu, hal ini menyebabkan petugas kesulitan untuk menangani/menghandle hewan tersebut untuk dapat divaksinasi.
Untuk lebih meningkatkan keterampilan dari petugas di lapangan pada hari Minggu (20/01) juga telah dilakukan penyegaran tentang penyakit Rabies dan Bimbingan Teknis tentang tata cara pelaksanaan vaksinasi yang dilakukan oleh Tim dari Ditjen PKH. “Dukungan dari masyarakat sangat diperlukan, diantaranya segera melaporkan jika ada kasus gigitan HPR kepada petugas setempat”, tutur Fadjar Sumping.
“Tim kami juga telah melakukan wawancara dengan masyarakat setempat, berdasarkan hasil penelusuran diperoleh informasi tentang adanya kebiasaan masyarakat untuk memasukan anjing yang berasal dari luar daerah”, ungkap Fadjar. Sehingga menurutnya ada kemungkinan besar anjing yang masuk berasal dari wilayah Flores, namun tidak menutup kemungkinan berasal dari wilayah tertular lainnya seperti Propinsi Bali dan Sulawesi. Untuk itu, Ditjen PKH melibatkan Karantina Pertanian terkait dengan pelaksanaan pengawasan lalu lintas hewan di pintu-pintu masuk dan keluar.
Untuk mencegah penyebaran virus lebih luas lagi, Bambang M. Yasin selaku Bupati Dompu telah menetapkan status Kejadian Luar Biasa (KLB) Rabies di Kabupaten Dompu dan telah mengajukan surat permintaan penetapan status wabah kepada Menteri Pertanian. Lebih lanjut, Bambang M. Yasin mengapresiasi pengiriman Tim dan bantuan dari Kementan untuk pengendalian dan penanggulangan Rabies di Dompu.
Ia menyampaikan, fokus pertama pengendalian adalah menurunkan kasus gigitan dengan melakukan eliminasi tertarget pada anjing-tidak tidak berpemilik, khususnya di Kecamatan Kempo, Manggelewa, Pajo, Dompu, dan Woja. Selanjutnya untuk mencegah penyebaran kasus lebih luas ke wilayah lainnya seperti di Sumbawa, serta untuk mengurangi resiko masuknya rabies dari wilayah lainnya, maka Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan (PKH) Propinsi Nusa Tenggara Barat akan mengumpulkan dinas Peternakan se-NTB untuk melakukan koordinasi dalam rangka peningkatan kewaspadaan dan kesiapsiagaan terhadap penyakit Rabies.