Minggu, 24 November, 2024

Upsus Siwab Tingkatkan Populasi Sapi dan Tingkatkan Kesejahteraan Peternak

MONITOR, Denpasar – Keberhasilan Program Upaya Khusus (Upsus) Sapi Wajib Bunting (Siwab) Pemerintah dalam meningkatkan populasi sapi dan kesejahteraan peternak mulai terlihat. Hal ini disampaikan Direktur Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan (Dirjend PKH) Kementerian Pertanian (Kementan), I Ketut Diarmita dalam kunjungan kerjanya ke Balai Besar Veteriner Denpasar Jumat (20/12).

“Dalam 2 (dua) tahun pelaksanaan program, capaian program Upsus Siwab sangatlah fantastis. Hal ini terlihat dari pelayanan Inseminasi Buatan/IB dari Januari 2017 hingga 16 Desember 2018 telah terealisasi 8.237.782 ekor”, ujar Ketut.

Diarmita merinci, kelahiran pedet mencapai 2.650.969 ekor. Apabila dirupiahkan setara dengan Rp 21,21 trilium dengan asumsi harga satu pedet lepas sapih sebesar Rp 8 juta per ekor. Nilai yang sangat besar mengingat investasi program Upsus Siwab pada 2017 sebesar Rp 1,41 triliun, sehingga ada kenaikan nilai tambah di peternak sebesar Rp 19,80 triliun.

Penambahan indukan impor juga telah dilakukan oleh pemerintah pada tahun 2015 dan 2016 sebanyak 6.323 ekor yang didistribusikan ke Provinsi Kalimantan Timur, Aceh, Sumatera Utara dan Riau.

- Advertisement -

Berdasarkan hasil monitoring yang dilakukan oleh Ditjen PKH Kementan pada bulan Nopember 2018, indukan impor yang dipelihara kelompok peternak saat ini telah berkembang menjadi sebanyak 7.439 ekor atau telah mengalami pertumbuhan sebesar 17,65% karena bertambah 1.116 ekor dari jumlah awal.

“Bahkan dalam waktu dekat ternak tersebut kemungkinan akan bertambah lagi karena ada 560 ekor dalam keadaan bunting”, ungkap Diarmita.

Ia sebutkan bahwa Kementan juga telah menambah sapi indukan impor sebanyak 2.065 ekor pada tahun 2018 ini dan telah mendistribusikannya kepada 115 kelompok peternak dan 8 UPTD yang tersebar di 14 provinsi, di antaranya: Provinsi Lampung, Bangka Belitung, Jambi, Sumatera Selatan, Riau, Kepulauan Riau, Sumatera Barat, Bengkulu, Yogyakarta, Kalimantan Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur dan Jawa Barat.

“Dengan adanya penambahan indukan impor ini diharapkan terjadi peningkatan _share_ produksi daging sapi dalam negeri dan bertambahnya usaha sapi berskala usaha komersil di tingkat peternak”, pungkas Diarmita.

Sehingga, lanjutnya, populasi secara nasional akan bertambah, sekaligus akan bertambah sumber input produksi sebagai investasi yang menjadi pondasi menuju swasembada daging sapi yang dicanangkan tercapai di tahun 2023.

“Dari berbagai intervensi program di atas, seperti Upsus Siwab, penambahan sapi indukan impor berbagai dan kegiatan pendukung lainnya seperti : pengendalian pemotongan sapi betina produktif, penanganan gangguan reproduksi, serta pengendalian penyakit hewan telah terbukti dengan adanya lompatan populasi sapi/ kerbau yang cukup signifikan”, tambahnya.

Hal ini terlihat dari rata-rata pertumbuhan populasi sapi-kerbau dari periode 2014-2017 sesudah program GBIB dan Upsus Siwab mengalami lompatan kenaikan pertumbuhan menjadi sebesar 3,4 persen per tahun, dibanding pertumbuhan populasi pada periode tahun 2012 – 2014 sebelum program GBIB dan Upsus Siwab dengan rata-rata pertumbuhan per tahunnya sebesar 1,03 persen.

Mengubah Pola Pikir Petani

I Ketut Diarmita menjelaskan, esensi Upsus Siwab sesungguhnya adalah mengubah pola pikir petani ternak domestik yang cara beternak peternaknya selama ini masih bersifat sambilan.

“Nah, Upsus Siwab itu mengubah pola pikir yang demikian dan mengarahkan praktik beternak yang menuju ke arah profit dan menguntungkan bagi peternak,” kata Diarmita.

Selain mengakselerasi peningkatan populasi sapi dan mengubah pola pikir peternak, Diarmita melanjutkan, dampak Upsus Siwab juga mampu menurunkan pemotongan betina produktif melalui kerja sama dengan Baharkam Polri. Pemotongan sapi dan kerbau betina produktif secara nasional sampai saat ini sebanyak 8.514 ekor.

“Jumlah pemotongan tersebut menurun 57,12 persen dibandingkan dengan pemotongan sapi dan kerbau betina produktif pada periode yang sama pada 2017”, jelas Diarmita.

Ia tambahkan bahwa dengan Upsus Siwab juga telah mampu menghasilkan sapi-sapi yang berkualitas dengan peningkatan kualitas sumber daya genetik ternak sapi. Untuk meningkatkan produksi juga dilakukan pengembangan sapi “Belgian Blue” yang memiliki perototan besar yang beratnya bisa mencapai diatas 1,2 sampai 1,6 ton.

“Belgian Blue bukan sapi biasa, pertambahan bobot badannya tinggi sekali, per hari bisa mencapai 1,2 sampai 1,6 kilogram,” katanya.

Untuk pengembangan sapi Belgian Blue, ditargetkan pada 2019 akan ada kelahiran 1.000 ekor. Sampai saat ini sudah ada 119 kelahiran dari hasil IB sebanyak 46 ekor dan TE sebanyak 73 ekor, bunting hasil TE sebantak 129 ekor dan hasil IB sebanyak 183 ekor.

“Saya bangga dengan capaian kinerja peternakan karena Upsus Siwabnya berhasil, jika ini terus ditingkatkan dan dijaga akselerasinya saya yakin swasembada protein hewani akan lebih cepat terwujud”, ujarnya bangga.

Pemenuhan Kebutuhan Protein Hewani Asal Ternak

Diarmita menekankan bahwa swasembada protein hewani selain dipenuhi dari ikan, saat ini pemerintah juga mendorong pemenuhan protein hewani asal ternak. Artinya, sumber protein hewani yang dikonsumsi masyarakat berasal dari keanekaragaman ternak, tidak tergantung pada satu macam sumber protein saja.

Untuk itulah, dilakukan penguatan peningkatan produksi dan produktivitas tidak hanya untuk sapi dan kerbau, namun Kementan juga mendorong bertumbuhkembangnya ternak lainnya, seperti kambing, domba, kelinci, unggas, dan sapi perah.

Hal ini terlihat dari tren perkembangan populasi sapi dari 2014 sampai 2017 mengalami kenaikan sebesar 12,6 persen. Populasi kerbau dari 2014 sampai 2017 mengalami kenaikan sebesar 4,5 persen. Demikian juga dengan populasi komoditas ternak lainnya, seperti babi, kambing, domba, ayam buras, ayam ras pedaging dan petelur, serta itik dari 2014 sampai 2017 mengalami kenaikan”, ungkap I Ketut Diarmita.

Menurut Diarmita, semua upaya yang dilakukan Ditjen PKH Kementan, telah berhasil meningkatkan tren produksi komoditas peternakan. Berdasarkan data dari BPS, produksi daging 2017 sebesar 3.467,6 ribu ton, meningkat menjadi 3.593,5 ribu ton (angka sementara) tahun ini produksinya mengalami peningkatan dengan rata-rata pertumbuhan sebesar 5,31%, dari tahun 2014 hingga 2018. Produksi telur pun meningkat dari 2.090 ribu ton pada 2017 menjadi 2.228,3 ribu ton (angka sementara) pada 2018 dengan pertumbuhan rata-rata 6,20 persen dari tahun 2014, sedangan susu rata-rata pertumbuhannya sebesar 3,38 dari tahun 2014 hingga 2018.

Ternak unggas memberikan kontribusi paling besar dalam peningkatan produksi daging dan telur. Selama lima tahun terakhir, terjadi peningkatan rata-rata di atas 5 persen, khususnya untuk ayam ras pedaging dan ras petelur.

“Peningkatan ini dipengaruhi oleh besarnya investasi di bidang perunggasan sebesar 70-80 persen dari total investasi sub sektor peternakan,” kata Diarmita.

Program terobosan lain yang saat ini diluncurkan Kementan adalah program Bedah Kemiskinan Rakyat Sejahtera (Bekerja) yang bertujuan untuk meningkatkan asupan gizi protein hewani dan pendapatan Rumah Tangga Miskin di pedesaan.

Tahun 2018, Kementan telah mendistribusikan bantuan ayam /itik sebanyak 4.944.100 ekor kepada 99.012 Rumah Tangga Miskin (RTM) beserta paket bantuan pakan dan obat-obatan.

“Dari bantuan yang diberikan tersebut sebagian besar ayamnya saat ini sudah bertelur, sehingga bisa dikonsumsi oleh keluarga RTM tersebut, dan lebihnya dapat dijual, sehingga menjadi sumber pendapatan baru buat keluarga”, tutup Diarmita.

- Advertisement -

BERITA TERKAIT

TERPOPULER