INDUSTRI

Manufaktur Berdaya Saing Tinggi, Pemerintah Fokus Perkuat Industrialisasi

MONITOR, Jakarta – Pemerintah tetap fokus memacu industrialisasi di dalam negeri karena membawa dampak ganda yang positif bagi perekonomian nasional. Efek berantai itu antara lain peningkatan nilai tambah bahan baku dan penyerapan tenaga kerja lokal, serta mendongkrak penerimaan devisa dari ekspor, pajak dan cukai.

Oleh karena itu, pemerintah saat ini bertekad menciptakan iklim investasi yang kondusif, terutama untuk sektor industri. Langkah strategis yang sudah dilakukan, antara lain melalui paket-paket kebijakan ekonomi, insentif dan kemudahan izin usaha, kata Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Industri (BPPI) Kementerian Perindustrian, Ngakan Timur Antara di Jakarta, Minggu (25/11).

Ngakan menegaskan, upaya tersebut diyakini dapat mengakselerasi pertumbuhan dan pemerataan ekonomi nasional yang inklusif dan berkualitas. Hal ini membuat pemerintah berkomitmen melakukan transformasi ekonomi, yang menggeser ekonomi berbasis konsumsi menjadi berbasis manufaktur.

Sehingga ekonomi kita lebih produktif dan memberikan multiplier effect yang lebih luas, tandasnya. Maka itu, Kemenperin konsisten menjalankan program hilirisasi industri, dengan upaya pengembangan industri pengolahan nonmigas yang menitikberatkan pada pendekatan rantai pasok agar lebih berdaya saing di tingkat domestik, regional, dan global.

“Pengembangan industri manufaktur nonmigas diprioritaskan pada sektor yang berbasis sumber daya alam dan menyerap lapangan kerja yang banyak, imbuh Ngakan. Merujuk data Badan Pusat Statistik (BPS), pada triwulan III tahun 2018, industri pengolahan masih memberikan kontribusi terbesar dalam struktur produk domestik bruto (PDB) nasional dengan porsi mencapai 19,66 persen.

“Kontribusi itu cukup besar, sehingga Indonesia masuk dalam jajaran elit dunia sebagai negara industri, ungkapnya. Menurut laporan United Nations Industrial Development Organization (UNIDO), Indonesia menempati peringkat ke-9 dunia sebagai negara penghasil nilai tambah terbesar dari sektor industri.

Selain itu, dilihat dari persentase kontribusi industri, Indonesia juga masuk dalam jajaran 4 besar dunia. Apabila dinilai dari indeks daya saing global, yang saat ini diperkenalkan metode baru dengan indikator penerapan revolusi industri 4.0, peringkat Indonesia naik dari posisi 47 pada tahun 2017 menjadi level ke-45 di 2018, paparnya.

Sedangkan, hasil survei Nikkei dan IHS Markit menujukkan bahwa Purchasing Managers’ Index (PMI) Manufaktur Indonesia pada Oktober 2018 berada di level 50,5 atau masih tergolong dalam tingkat ekspansif. Bahkan, Indonesia berhasil menduduki peringkat ketiga teratas di ASEAN. Posisi Indonesia lebih baik dari Malaysia (49,2), Thailand (48,9), Myanmar (48,0) dan Singapura (43,3).

Adapun tiga sektor manufaktur yang mampu melampaui pertumbuhan ekonomi sebesar 5,15 persen di triwulan III-2018, yakni industri tekstil dan pakaian yang tumbuh mencapai 10,17 persen, industri makanan dan minuman berada di level 8,10 persen, serta industri alat angkutan tembus 5,37 persen.

Tiga sektor tersebut yang juga menjadi pilihan di dalam Making Indonesia 4.0 sebagai pionir dalam penerapan industri 4.0 di Indonesia, selain industri kimia dan industri elektronika tuturnya. Ngakan menyatakan, pemerintah telah meluncurkan peta jalan Making Indonesia 4.0 sebagai strategi dan arah yang jelas dalam kesiapan memasuki dan menerapkan industri 4.0 di Tanah Air.

“Aspirasi besarnya adalah Indonesia ditargetkan menjadi bagian 10 negara dengan perekonomian terbesar di dunia pada tahun 2030, ujarnya. Target itu bisa tercapai karena didorong dari peningkatan kembali nett ekspor 10 persen kepada PDB, peningkatan produktivitas hingga dua kali lipat, dan terciptanya 10 juta lapangan kerja baru pada tahun 2030.

Kemenperin mencatat, investasi di sektor industri manufaktur selama empat tahun belakangan ini tumbuh signifikan. Pada tahun 2014 sebesar Rp195,74 triliun, naik mencapai Rp274,09 triliun di 2017. Sementara, semester I tahun 2018, investasi manufaktur sudah menembus Rp121,56 triliun dengan total jumlah tenaga kerja saat ini sebanyak 17,92 juta orang.

Selanjutnya, pada periode tahun 2014-2017, telah tejadi penambahan populasi industri besar dan sedang, dari tahun 2014 sebanyak 25.094 unit usaha menjadi 30.992 unit usaha di 2017 sehingga tumbuh 5.898 unit usaha. Sedangkan, di sektor industri kecil juga mengalami penambahan, dari tahun 2014 sebanyak 3,52 juta unit usaha menjadi 4,49 juta unit usaha di 2017. Artinya, tumbuh hingga 970 ribu industri kecil selama empat tahun belakangan ini.

Recent Posts

DPR Minta Negara Global Patuhi Pengadilan Internasional yang Keluarkan Surat Penangkapan PM Israel

MONITOR, Jakarta - Mahkamah Pidana Internasional atau International Criminal Court (ICC) mengeluarkan surat penangkapan bagi…

5 menit yang lalu

HGN 2024, Prof Rokhmin Beri Apresiasi Para Pahlawan Tanda Jasa

MONITOR, Jakarta - Anggota Komisi IV DPR RI Fraksi PDI Perjuangan, Prof. Dr. Ir. Rokhmin…

20 menit yang lalu

Pemuda Muhammadiyah Dorong Penguatan Perlindungan Hukum bagi Pekerja Migran Melalui Revisi UU Perlindungan PMI

MONITOR, Jakarta - Perlindungan hukum bagi pekerja migran Indonesia (PMI) menjadi perhatian penting di tengah…

43 menit yang lalu

JPPI: Guru Madrasah Jangan Dipandang Sebelah Mata, Dibutuhkan Satu Sistem Tata Kelola Guru

MONITOR, Jakarta - Pada momentum hari guru nasional 2024, JPPI merasa penting untuk menyoroti secara…

1 jam yang lalu

Menag RI dan Menhaj Saudi Bertemu di Masjidil Haram, Bahas Haji dan Pemberdayaan Umat

MONITOR, Jakarta - Menteri Agama RI Nasaruddin Umar bertemu dengan Menteri Haji dan Umrah Arab…

1 jam yang lalu

Tanggapi Usulan KPU dan Bawaslu Jadi Ad Hoc, DPR: Evaluasi Harus

MONITOR, Jakarta - Wakil Ketua Komisi II DPR RI Zulfikar Arse Sadikin menanggapi adanya usulan…

5 jam yang lalu